KABARBURSA.COM - Saham PT Bukalapak.com Tbk atau BUKA hari ini, 10 Januari 2025 terpantau rontok hingga 5 persen. Beberapa produk fisik perlahan menghilang dari marketplace, menandakan transformasi dimulai.
Dari data Stockbit, terlihat saham dijual pada level Rp114, berkurang sebanyak 6 poin dari posisi sebelumnya. Penurunan tersebut cukup signifikan dalam satu hari perdagangan dan menunjukkan adanya tekanan jual yang cukup besar atau sentimen negatif yang mempengaruhi pergerakan harga saham.
Volume transaksi saham yang tercatat hari ini mencapai 217,74 juta saham, sedikit lebih rendah dari rata-rata volume harian yang biasanya berada di angka sekitar 228,49 juta saham.
Pelemahan harga saham di tengah volume yang terbilang cukup aktif ini dapat mengindikasikan adanya perubahan sentimen pasar atau reaksi terhadap berita ditutupnya perdagangan fisik di marketplace Bukalapak.
Meskipun volume perdagangan sedikit di bawah rata-rata, penurunan harga yang cukup tajam dalam satu hari tetap menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi. Hal ini mencerminkan ketidakpastian pasar atau respons investor terhadap dinamika internal atau eksternal yang sedang berlangsung.
Lalu, seperti apa Bukalapak dahulu?
Bukalapak didirikan pada 2010 oleh trio alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) - Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Muhamad Fajrin Rasyid. Tujuan awal dibentuknya Bukalapak adalah untuk memberdayakan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia melalui platform lokapasar.
Sejak awal didirikan, Bukalapak memiliki visi untuk memperkenalkan kemudahan dalam perdagangan digital, yang kemudian membawa dampak signifikan pada penetrasi pasar online.
Berdasarkan data studi Nielsen tahun 2022, Bukalapak berhasil mencatatkan diri sebagai pemimpin penetrasi digital di kalangan warung dengan angka mencapai 56 persen. Hal itu mencerminkan pengaruh besar platform ini dalam membentuk ekosistem ekonomi digital Indonesia.
Pada Mei 2023, Bukalapak melayani lebih dari 130 juta pengguna dengan sekitar 16,8 juta mitra UMKM, sekaligus memproses lebih dari dua juta transaksi per hari. Layanan tersebut menunjukkan keberhasilan transformasi digital yang dijalankan perusahaan.
Keberhasilan tersebut tercatat pada jalur IPO besar-besaran pada 2021, yang mencatatkan Bukalapak di Bursa Efek Indonesia dengan angka USD1,5 milia. Ini adalah pencatatan saham terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia.
Dengan keberhasilan tersebut, Bukalapak menjadi unicorn teknologi pertama yang melakukan listing di bursa efek Asia Tenggara dan membuka jalan bagi lebih banyak perusahaan teknologi digital untuk mencapainya.
Meski begitu, Bukalapak menghadapi beberapa perubahan besar seiring perjalanan waktu. Pada awal 2020, perubahan besar terjadi dengan pengunduran diri Achmad Zaky sebagai CEO dan penggantian kursi manajemen yang dipimpin oleh Rachmat Kaimuddin.
Namun, perubahan besar tidak hanya terjadi pada struktur manajerial. Kepergian beberapa pendiri utama menandai bergesernya arah strategi perusahaan. Setelah hanya beberapa bulan menjabat, Rachmat Kaimuddin pun mengundurkan diri dari posisinya pada 2021 dan digantikan oleh Willix Halim, yang saat itu menjabat sebagai COO perusahaan.
Kinerja keuangan Bukalapak mencatatkan hasil yang bervariasi. Pada 2022, perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,9 triliun, naik dari tahun sebelumnya yang tercatat Rp1,6 triliun. Sebaliknya, di tengah tahun 2024, Bukalapak mengumumkan bahwa perusahaan tengah menghadapi tantangan finansial yang cukup berat.
Bukalapak yang tengah menghadapi kerugian beberapa tahun terakhir berencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawan pada 2025. Meskipun belum ada angka pasti tentang jumlah karyawan yang akan terkena PHK, hal ini bertepatan dengan rencana penutupan lini bisnis tertentu.
Dengan jumlah karyawan sebanyak 1.219 pada 30 September 2024, Bukalapak berusaha untuk lebih fokus dengan perubahan operasional dan perampingan segmen bisnis. Fokus utama perusahaan akan beralih kepada penguatan sektor inti seperti Mitra Bukalapak, sektor Gaming, Investasi, dan layanan Retail.
Namun, pada kuartal ketiga 2024, Bukalapak mencatatkan EBITDA negatif sebesar Rp168 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan belum mampu memenuhi target profitabilitas yang ditetapkan pada tahun 2024, dan menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan pengguna dan transaksi Bukalapak tetap stabil, tantangan keuangan jangka pendek tetap menguji daya tahan perusahaan.
Strategi yang akan diambil ke depan berfokus pada ketangguhan dalam melakukan inovasi dan efisiensi. Meskipun tantangan tetap ada, perusahaan berupaya untuk tetap menciptakan nilai bagi mitra dan penggunanya di tengah tekanan pasar dan penurunan kinerja keuangan jangka pendek.
Dengan arah strategis yang lebih jelas, Bukalapak berharap dapat mencapai kestabilan finansial dan kembali menguat, sambil melangkah menuju model bisnis yang lebih terfokus dan berkelanjutan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.