Logo
>

Saham Overvalued SDMU Bergerak tak Sesuai Fundamental, Take Profit Sekarang?

Harga saham SDMU naik hampir 200 persen meski kinerja keuangan masih merugi dan restrukturisasi utang.

Ditulis oleh Syahrianto
Saham Overvalued SDMU Bergerak tak Sesuai Fundamental, Take Profit Sekarang?
Saham PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) terus melambung meski kinerja keuangannya masih mencatat kerugian. (Foto: Dok. Sidomulyo Selaras)

KABARBURSA.COM – Saham PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) terus melambung meski kinerja keuangannya masih mencatat kerugian. 

Dalam perdagangan Senin, 6 Oktober 2025, harga SDMU ditutup menguat 2,70 persen ke level Rp76 per saham dengan nilai transaksi mencapai Rp447,91 juta. 

Lonjakan harga yang terjadi sejak pertengahan tahun ini telah membuat saham emiten logistik bahan kimia tersebut mencatat kenaikan 192,31 persen secara year to date (ytd).

Kenaikan ini menimbulkan tanda tanya, sebab pergerakan saham SDMU justru berlawanan dengan kondisi fundamental perusahaan yang masih merugi. 

Berdasarkan laporan keuangan audit per 30 Juni 2025, Sidomulyo Selaras membukukan pendapatan sebesar Rp39,4 miliar atau turun tipis dibanding periode sama tahun sebelumnya Rp41,8 miliar.

Namun, di sisi laba bersih, perseroan masih belum mampu keluar dari zona merah. Kerugian bersih hingga semester I 2025 mencapai Rp6,57 miliar, lebih kecil dari kerugian tahun penuh 2024 yang sebesar Rp17,3 miliar. 

Kinerja yang belum pulih itu masih dipengaruhi beban operasional tinggi dan biaya bunga yang besar akibat pinjaman jangka panjang dari perbankan.

Kerugian SDMU pada semester I 2025 terutama disebabkan oleh tingginya beban operasional dan keuangan. Biaya bahan bakar dan perawatan armada meningkat signifikan seiring kenaikan harga solar industri. 

Selain itu, beban gaji, pemeliharaan isotank, serta pengelolaan limbah turut naik karena operasional utama bergantung pada anak usaha yang berbiaya tinggi. Total beban usaha mencapai sekitar Rp40,2 miliar, sehingga margin laba kotor hanya bertahan di kisaran Rp5–6 miliar.

Beban bunga dan biaya keuangan juga menjadi faktor utama yang menekan kinerja. Perseroan masih memiliki pinjaman dari PT Bank Permata Tbk (BNLI) senilai lebih dari Rp52 miliar, serta pinjaman afiliasi dari pemegang saham pengendali Tjoe Mien Sasminto. Bunga pinjaman tersebut menambah beban keuangan hingga mencapai Rp2,8 miliar sepanjang semester pertama.

Selain itu, penyusutan aset tetap yang besar akibat nilai buku armada truk dan isotank mencapai 70 persen total aset juga memengaruhi hasil usaha. 

Biaya depresiasi periode berjalan mencapai Rp3,4 miliar, setara dengan 8,6 persen dari total pendapatan. Penurunan efisiensi ini tidak diimbangi kenaikan permintaan jasa logistik, karena sektor manufaktur dan energi masih dalam tahap pemulihan.

Dalam laporan yang diaudit, total liabilitas SDMU tercatat sebesar Rp85,1 miliar, sementara total aset mencapai Rp138,5 miliar. Dari jumlah itu, sekitar 70 persen aset perusahaan berbentuk armada truk tangki dan sarana transportasi logistik, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki struktur aset berat (asset heavy) dengan likuiditas yang terbatas.

Lebih jauh, perseroan saat ini tengah berupaya memperbaiki struktur permodalannya melalui aksi korporasi penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement

Berdasarkan keterbukaan informasi, SDMU akan menerbitkan 2,27 miliar saham baru seri B dengan nilai nominal Rp25 per saham. Aksi ini dilakukan untuk mengonversi utang perusahaan kepada kreditur utama sebesar Rp61,35 miliar.

Langkah tersebut diharapkan mampu menurunkan rasio utang terhadap ekuitas dan memperbaiki neraca keuangan. Namun, di sisi lain, penerbitan saham baru berpotensi menimbulkan dilusi kepemilikan hingga 66,68 persen bagi pemegang saham lama.

Aksi Beli Saham SDMU oleh Market Maker

Di tengah upaya restrukturisasi utang dan konversi saham yang tengah dijalankan, harga saham SDMU justru terus meroket di pasar. Berdasarkan data broker summary Bursa Efek Indonesia (BEI), terjadi akumulasi besar dari sejumlah broker institusi pada awal Oktober 2025.

Mirae Asset Sekuritas Indonesia (YP) tercatat sebagai pembeli terbesar dengan nilai transaksi mencapai Rp41 miliar, diikuti oleh NH Korindo Sekuritas (XA) sebesar Rp16 miliar pada perdagangan 3 Oktober 2025. Aktivitas beli ini berlangsung dalam fase konsolidasi harga di kisaran Rp74–76 per saham, yang menunjukkan pola akumulasi terarah.

Sebaliknya, tekanan jual justru datang dari broker berbasis ritel digital seperti Stockbit Sekuritas Digital (XL) dan RHB Sekuritas Indonesia (DR) yang mencatatkan penjualan bersih senilai total lebih dari Rp40 miliar. 

Pola ini menggambarkan perbedaan perilaku antara pelaku institusional dan investor ritel, di mana kelompok besar tampak melakukan akumulasi jangka pendek sementara investor individu cenderung melakukan profit taking.

Dalam periode sepekan terakhir (30 September–6 Oktober 2025), Mirae Asset Sekuritas tercatat sebagai pembeli bersih (net buyer) terbesar dengan total nilai transaksi mencapai Rp262,7 miliar. Nilai ini setara dengan lebih dari setengah total nilai perdagangan mingguan saham SDMU di pasar reguler. 

Dominasi satu broker dengan volume sebesar ini memperkuat dugaan bahwa pergerakan harga SDMU tidak terjadi secara alami, melainkan merupakan hasil akumulasi sistematis yang dikendalikan oleh market maker.

Konsentrasi volume perdagangan juga mendukung indikasi tersebut. Dalam data mingguan, lebih dari 55 persen total nilai transaksi SDMU dikuasai hanya oleh dua broker utama, yakni Mirae Asset dan NH Korindo. 

Ketika proporsi ini terjadi pada saham berkapitalisasi kecil seperti SDMU, harga cenderung mudah dikendalikan karena suplai dan permintaan di pasar reguler tidak tersebar secara merata.

Valuasi Saham SDMU di Atas Nilai Wajar

Dari sisi valuasi, harga SDMU saat ini dinilai sudah berada di atas nilai wajarnya. Berdasarkan nilai buku per saham (book value per share) sebesar sekitar Rp120, price to book value (PBV) SDMU berada di kisaran 0,63 kali. Secara akuntansi, rasio ini tampak masih rendah, namun jika mempertimbangkan kondisi kerugian dan risiko dilusi besar pasca PMTHMETD, valuasi wajar saham diperkirakan hanya berkisar antara Rp48 hingga Rp72 per saham.

Dengan harga pasar Rp76 per saham, SDMU kini tergolong overvalued sekitar 5–15 persen dibanding estimasi fundamental realistisnya. 

Sementara laba bersih yang masih negatif membuat rasio PER (price to earnings ratio) tidak dapat dihitung karena belum mencerminkan profitabilitas.

Pergerakan harga saham yang tidak sejalan dengan kinerja bisnis menunjukkan bahwa kenaikan SDMU lebih banyak digerakkan oleh sentimen pasar dan spekulasi terhadap aksi restrukturisasi. 

BEI juga masih menempatkan SDMU di papan Pemantauan Khusus (Notasi X), yang menandakan adanya risiko terkait kelangsungan usaha atau kepatuhan pelaporan. (*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Syahrianto

Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.