Logo
>

Saham TLKM Merosot usai Laporan Keuangan, Apa yang Terjadi?

Ditulis oleh Syahrianto
Saham TLKM Merosot usai Laporan Keuangan, Apa yang Terjadi?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pada perdagangan Selasa, 30 Juli 2024, saham TLKM atau PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk terjun bebas hingga mencapai Rp2.880 per saham. Penurunan drastis ini terjadi setelah rilis laporan keuangan perseroan.

    Laporan keuangan menunjukkan laba bersih TLKM turun sebesar 7,8 persen menjadi Rp11,76 triliun. Kondisi ini tentu menyisakan pertanyaan bahwa apakah menjadi pertanda buruk bagi saham telekomunikasi pelat merah.

    Secara bisnis inti, penurunan laba bersih ini tidak sepenuhnya buruk. Pendapatan keseluruhan TLKM masih naik sebesar 2,47 persen menjadi Rp75,29 triliun, menunjukkan pertumbuhan dalam bisnis inti.

    Pertumbuhan terbesar secara persentase berasal dari bisnis lainnya yang mencakup layanan call center, e-payment, manage service, terminal, e-health, dan lainnya, yang meningkat 26,5 persen menjadi Rp3,69 triliun. Bisnis jaringan juga tumbuh 26,4 persen menjadi Rp1,53 triliun.

    Secara nominal, pendorong utama pendapatan TLKM tetap Telkomsel yang tumbuh 8,5 persen menjadi Rp47,11 triliun, serta bisnis interkoneksi yang meningkat 8,58 persen menjadi Rp4,84 triliun.

    Namun, TLKM juga memiliki beberapa tantangan. Bisnis telepon, yang dianggap sebagai bisnis yang sudah menurun, turun 37,59 persen menjadi Rp3,5 triliun pada semester I 2024. Selain itu, bisnis Indihome yang telah diintegrasikan dengan Telkomsel juga mencatat penurunan sebesar 9,85 persen menjadi Rp12,97 triliun.

    Secara keseluruhan, bisnis inti TLKM masih menunjukkan pertumbuhan. Namun, apa yang menyebabkan penurunan laba bersih?

    Kenaikan beban karyawan menjadi salah satu faktor utama penurunan laba bersih TLKM pada semester I 2024, dengan peningkatan sebesar 20,92 persen menjadi Rp9,48 triliun. Selain itu, beban interkoneksi juga meningkat sebesar 14,65 persen menjadi Rp3,54 triliun, lebih tinggi daripada pertumbuhan pendapatan.

    Kenaikan beban karyawan dipicu oleh tiga faktor utama, yang pertama adalah program pensiun dini senilai Rp1,24 triliun, yang sebelumnya tidak ada, kenaikan gaji dan tunjangan sebesar 5,6 persen menjadi Rp5,27 triliun, yang lebih besar daripada persentase kenaikan pendapatan, dan kenaikan beban cuti, insentif, dan lainnya sebesar 5,11 persen menjadi Rp1,87 triliun, juga lebih besar dari kenaikan pendapatan.

    Meskipun demikian, di luar beban karyawan dan interkoneksi, TLKM cukup efisien dalam mengelola biayanya. Misalnya, biaya pemasaran dikurangi 5,13 persen menjadi Rp1,57 triliun, dan kenaikan beban operasi hanya 1,53 persen menjadi Rp19,46 triliun, di bawah pertumbuhan pendapatan sebesar 2,47 persen.

    Investasi Bermasalah di TLKM

    TLKM juga menghadapi tantangan dari beberapa investasi yang kurang berhasil, seperti akuisisi PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).

    Pada tahun 2014, TLKM mengakuisisi sekitar 24 persen saham TELE melalui PT PINS Indonesia, dengan biaya sekitar Rp500 miliar. Namun, harga saham TELE per 31 Juli 2024 hanya tersisa Rp5 per saham, sehingga nilai investasi TLKM di TELE menyusut drastis menjadi Rp8,75 miliar. TELE telah menghadapi berbagai masalah sejak Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 2020 dan kini masuk dalam notasi khusus.

    Saham GOTO juga mengalami penurunan nilai, meskipun kerugian tersebut dianggap wajar mengingat harga saham GOTO sudah rendah pada tahun sebelumnya. Pada semester I/2024, kerugian TLKM pada saham GOTO tercatat sebesar Rp854 miliar. Sejak IPO, nilai investasi jangka panjang TLKM di ekuitas telah menyusut 48,46 persen, dari Rp12,96 triliun pada 2021 menjadi Rp6,68 triliun pada Juni 2024.

    Meskipun investasi di GOTO mungkin tidak berdampak langsung pada operasional bisnis TLKM, investasi di TELE lebih berisiko. TLKM bukan pemegang mayoritas emiten tersebut, namun investasinya tetap memberikan tantangan tersendiri.

    Permasalahan ARPU dan Tantangan

    TLKM juga menghadapi tantangan dari penurunan ARPU (Average Revenue per User) Telkomsel sebesar 4,8 persen menjadi Rp45.200. Penurunan ini menunjukkan bahwa TLKM belum berhasil menarik pelanggan berkualitas tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan.

    Ini akan menjadi tantangan bagi manajemen TLKM, khususnya Telkomsel, untuk memperbaiki kinerja ke depan. Meskipun Telkomsel Lite yang diluncurkan akhir 2023 menambah jumlah pengguna, kualitas transaksi masih terbatas.

    Secara valuasi, saham TLKM sudah berada pada level yang menarik. Proyeksi untuk akhir tahun 2024 menunjukkan laba bersih TLKM akan naik tipis 0,92 persen menjadi Rp24,65 triliun, dengan perkiraan pertumbuhan 12 persen menjadi Rp27,6 triliun pada 2025.

    Per 31 Juli 2024, harga saham TLKM berada di area PBV standard deviasi -2 5 tahunnya sebesar 2,2 kali. Dengan asumsi konservatif PBV standard deviasi -1 sebagai harga wajarnya di 2,75 kali, maka harga wajarnya dengan book value per share Rp1.314 per saham menjadi Rp3.613 per saham.

    Dengan harga saham saat ini dan asumsi dividen payout ratio 2024 sebesar 65 persen, tingkat dividen per saham diperkirakan sekitar Rp161,78 per saham, dengan dividen yield sekitar 5,58 persen. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.