KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan signifikan pada perdagangan hari ini, Jumat, 24 Januari 2025, ditutup di level 7.166,06, turun 66,59 poin atau 0,92 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di 7.233. Koreksi ini mencerminkan tekanan yang meluas di sejumlah sektor strategis, khususnya teknologi.
Seperti dilihat dari data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang perdagangan, IHSG sempat mencapai level tertinggi di 7.261,45 sebelum terkoreksi ke titik terendah hari ini di 7.166,06. Volume transaksi tercatat sebanyak 159,905 juta lot dengan nilai transaksi mencapai Rp10,57 triliun. Frekuensi perdagangan mencapai 1.184.938 kali, menunjukkan aktivitas pasar yang cukup tinggi di tengah tren pelemahan.
Tekanan utama terhadap IHSG datang dari sektor teknologi, yang mencatatkan penurunan terdalam sebesar 2,07 persen. Sektor ini menjadi penekan utama indeks di tengah kekhawatiran global terhadap kenaikan suku bunga yang memengaruhi valuasi saham-saham teknologi. Selain itu, sektor infrastruktur turun 1,43 persen, diikuti sektor finansial yang melemah 0,90 persen, menambah sentimen negatif di pasar.
Direktur Utama PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, perununan kinerja saham sektor teknologi berkaitan dengan langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Saham teknologi mengalami penurunan wajar sekali karena Trump pada saat berbicara di Davos, Swiss, dia mengatakan Amerika (Serikat) akan melakukan swasembada energi yang begitu besar, akan menerapkan perang dagang, dengan beberapa negara seperti China kemudian Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko," ujar Ibrahim dalam wawancara bersama Kabar Bursa Hari Ini, di kanal YouTube KabarBursaCom, Jumat, 24 Januari 2025.
Menurut dia, kemungkinan tersebut membuat harga komoditas penunjang produk-produk teknologi naik. Sayangnya, hal ini tidak sejalan dengan performa saham sektor tersebut.
"Mungkin teknologi ini yang tadinya sedikit langka kemudian mengalami satu penurunan, ini salah satu intervensi dari presiden Amerika Serikat yang membuat saham-saham teknologi berguguran," ungkapnya.
Di sisi lain, sektor properti menjadi sorotan positif dengan mencatatkan kenaikan tertinggi sebesar 2,24 persen. Kenaikan ini didorong oleh optimisme terhadap kebijakan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan sektor real estat, seperti penurunan suku bunga kredit properti dan stabilitas harga bahan bangunan. Sektor nonsiklikal juga berhasil bertahan di zona hijau dengan kenaikan moderat sebesar 0,49 persen, didukung oleh konsumsi kebutuhan pokok yang tetap stabil.
Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (foreign net sell) sebesar Rp800 miliar, dengan total pembelian asing mencapai Rp3,1 triliun dan penjualan asing sebesar Rp3,9 triliun. Meski demikian, beberapa analis memperkirakan bahwa tekanan ini kemungkinan bersifat sementara, mengingat volume perdagangan hari ini yang masih cukup tinggi, yakni 15,99 miliar saham, mendekati rata-rata harian sebesar 18,37 miliar saham.
Analis pasar menilai, tekanan di sektor teknologi kemungkinan besar terkait dengan sentimen negatif global, termasuk ketidakpastian kebijakan moneter di Amerika Serikat yang memengaruhi psikologi pasar. Sentimen ini memicu aksi jual di saham-saham teknologi, yang sebelumnya mencatatkan kenaikan tinggi.
Dengan penutupan IHSG di zona merah pada akhir pekan ini, pelaku pasar disarankan untuk mencermati perkembangan ekonomi global serta laporan kinerja emiten yang akan dirilis dalam waktu dekat. Perhatian khusus juga diberikan pada sektor teknologi dan properti, yang menunjukkan volatilitas cukup tinggi dan potensi pergerakan signifikan dalam beberapa hari mendatang.
Pertumbuhan Pasar Modal Indonesia Tahun Ini
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan perkembangan pasar modal di Indonesia dinilai pertumbuhannya cukup optimis di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika preferensi investor saat ini.
“Tahun ini sangat menantang, tetapi kami tetap optimistis bahwa pasar modal Indonesia akan terus berkembang. Memang ada perubahan tren, seperti popularitas crypto yang saat ini lebih menarik dibanding saham, tetapi ini semua ada masanya. Dua tahun lalu, saham lebih baik daripada crypto,” kata Irvan di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.
Dia menjelaskan pentingnya literasi dan edukasi masyarakat untuk mendorong pertumbuhan investasi di pasar modal. Selain itu, juga penting dilakukan diversifikasi portofolio bagi investor. “Investor pasti mempertimbangkan diversifikasi. Popularitas instrumen investasi seperti crypto dan saham akan berfluktuasi sesuai perkembangan ekonomi dan sentimen pasar,” tutur dia.
Terkait kondisi investor asing, Irvan menyebutkan bakal ada kaitan dampak kebijakan ekonomi global, termasuk keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru dilantik, akan menjadi perhatian. “Kami menunggu kebijakan ekonomi Trump dalam beberapa bulan ke depan. Mungkin di kuartal pertama atau kedua, kita akan melihat kejelasan bagaimana hal ini memengaruhi pasar global,” tutur dia.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) memberikan harapan positif bagi peningkatan aktivitas pasar modal domestik.
“Transaksi sudah menunjukkan peningkatan setelah BI menurunkan suku bunga. Namun, kita masih perlu melihat data lebih jauh mengenai pergerakan investor asing pasca kebijakan tersebut,” ucap dia.
Pasar modal Indonesia diharapkan mampu terus menunjukkan pertumbuhan dan daya saing di tengah persaingan global dengan dukungan semua pemangku kepentingan, termasuk regulator, emiten, dan investor.
Pihaknya mengaku bakal in bahwa kondisi pasar akan membaik. “Kita perlu terus menjaga momentum ini dengan kebijakan yang mendukung dan meningkatkan kepercayaan investor.
Sebelumnya, Bank Indonesia baru saja menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,75 persen. Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025 lalu.
Penurunan sebesar 25 basis poin ini, menurut Perry, sejalan dengan upaya memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam pengumumannya, BI juga menyesuaikan suku bunga untuk fasilitas perbankan lainnya.
Suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00 persen, sementara Lending Facility kini berada di level 6,50 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi di sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025 dan 2026. (*)
https://www.youtube.com/live/0Xspotcg99s