KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penguatan signifikan sebesar 2,05 persen dalam sepekan terakhir, menutup perdagangan di level 6.815 pada Jumat, 2 Mei 2025. Kemudian pada pagi ini, Senin, 5 Mei 2025 IHSG dibuka menguat di level 6.846.
Sepanjang pekan, pasar saham Indonesia membukukan inflow di pasar reguler senilai Rp300,4 miliar, di tengah derasnya sentimen global dan domestik yang beragam.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, menegaskan bahwa kombinasi faktor eksternal dan internal mendorong reli pasar pekan lalu.
Imam memaparkan enam sentimen global yang memengaruhi pergerakan IHSG pada 28 April hingga 2 Mei 2025. Di antaranya adalah data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan Job Openings turun menjadi 7,192 juta, terendah dalam enam bulan terakhir.
"Penurunan ini menandakan perusahaan semakin selektif dalam rekrutmen akibat ketidakpastian ekonomi. Data NPF yang hanya mencatat 177.000 penambahan pekerjaan, serta CB Consumer Confidence yang turun ke 86,0 juga memperkuat sinyal pelemahan," kata Iman dalam keterangan resminya pada Senin, 5 Mei 2025.
Harapan Kebijakan Moneter The Fed Akan Tetap Dovish
Ia mengatakan Initial Jobless Claims yang melonjak menjadi 241.000 turut memperkuat sentimen negatif terhadap ekonomi AS. Sementara itu, inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) April 2025 melandai di bawah ekspektasi pasar, memberi harapan kebijakan moneter The Fed akan tetap dovish.
Data sektor manufaktur juga tidak kalah penting. US ISM Manufacturing PMI turun ke 48,7, menandai kontraksi dua bulan berturut-turut, dengan tekanan terbesar pada indeks produksi dan ekspor. Lebih lanjut, GDP Growth Rate AS untuk kuartal pertama 2025 tercatat minus 0,3 persen, kontraksi pertama sejak awal 2022, dipicu lonjakan impor yang merespons kebijakan tarif baru. Dari China, NBS Manufacturing PMI jatuh ke 49,0, menandai kontraksi pertama sejak Januari 2025 dan memperlihatkan dampak signifikan dari ketegangan dagang dengan AS.
Dari dalam negeri, Indonesia Manufacturing PMI anjlok ke 46,7 pada April 2025, penurunan terdalam sejak gelombang Delta pada 2021. Kontraksi ini terjadi di tengah lemahnya pesanan baru dan permintaan ekspor.
"Penurunan ini mencerminkan pelemahan menyeluruh, ditandai dengan merosotnya output, pesanan baru, dan permintaan ekspor. Sektor tenaga kerja juga terdampak, dengan penurunan jumlah pekerja untuk pertama kalinya dalam lima bulan," kata dia.
Sementara itu, inflasi domestik melonjak menjadi 1,95 persen secara tahunan, tertinggi dalam delapan bulan, dengan inflasi inti mencapai 2,50 persen. Imam menilai lonjakan ini mencerminkan pemulihan daya beli masyarakat meski tekanan global masih membayangi.
Memasuki pekan 5 hingga 9 Mei 2025, Imam menyoroti beberapa sentimen kunci yang patut dicermati investor.
"Dari global, perhatian tertuju pada pengumuman suku bunga Federal Reserve. Konsensus memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga di level 4,5 persen, namun potensi kejutan tetap terbuka setelah rilis data ekonomi yang lebih lemah dari ekspektasi," tutur dia.
Di dalam negeri, data Produk Domestik Bruto (PDB) Kuartal I-2025 yang akan dirilis Badan Pusat Statistik, serta Indonesia Consumer Confidence April 2025 menjadi sorotan utama. Konsensus memprediksi pertumbuhan ekonomi melambat ke 4,91 persen secara tahunan, di tengah dampak perang dagang global dan penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Di tengah kondisi tersebut Imam merekomendasikan sejumlah saham dan reksa dana untuk investasi pekan ini.
Pertama ada, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk dengan kode saham EMTK yang bergerak di sektor media menjadi salah satu pilihan utama Indo Premier Sekuritas pekan ini. Rekomendasi diberikan untuk strategi buy on pullback dengan rentang entry pada harga Rp570 hingga Rp575, target jual di Rp600, dan stop loss jika turun di bawah Rp555. EMTK dinilai memiliki potensi kenaikan seiring kinerja yang baik pada kuartal I-2025 serta efisiensi operasional yang memperbesar margin keuntungan, sementara sektor media dinilai tidak terlalu terdampak perang dagang saat ini.
Selanjutnya, PT Cinema XXI Tbk atau CNMA dari sektor hiburan juga direkomendasikan untuk strategi buy on pullback dengan rentang entry Rp147 hingga Rp149, target jual di Rp158, dan stop loss di bawah Rp142. Meski mencatat kerugian pada kuartal I, CNMA berhasil membukukan rekor 14 juta penonton pada April 2025 yang diharapkan akan mengerek kinerja pada kuartal II.
Di sektor pertambangan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mendapatkan rekomendasi buy on breakout dengan rentang entry di Rp2.310 hingga Rp2.340, target jual Rp2.450, dan stop loss di bawah Rp2.240. Meskipun harga emas global mulai terkoreksi, perlambatan ekonomi AS berpotensi melemahkan USD terhadap XAU, sementara akumulasi asing serta prospek kinerja solid sepanjang 2025 dinilai akan menopang kenaikan lanjutan saham ANTM.
IPOT juga merekomendasikan investasi pada Reksa Dana Saham Premier ETF PEFINDO i-Grade (kode XIPI) yang berfokus pada perusahaan-perusahaan dengan fundamental kuat di sektor keuangan. Rekomendasi diberikan untuk buy on pullback dengan entry di rentang Rp200 hingga Rp203, target jual di Rp210, dan stop loss di bawah Rp196. Produk ini dianggap cocok untuk menghadapi ketidakpastian global karena berisi emiten yang memiliki likuiditas kuat dan kemampuan membayar utang yang sehat.(*)