Logo
>

Setahun Bursa Karbon Diluncurkan, 94 Pengguna telah Bergabung

Ditulis oleh KabarBursa.com
Setahun Bursa Karbon Diluncurkan, 94 Pengguna telah Bergabung

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, bursa karbon IDXCarbon di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menarik 94 pengguna jasa hingga akhir November 2024.

    Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) Inarno Djajadi menyatakan hingga 29 November 2024, tercatat 94 pengguna jasa yang telah mendapatkan izin untuk berpartisipasi dalam perdagangan IDXCarbon.

    Inarno juga menyebutkan total volume yang tercatat di IDXCarbon mencapai 906.000 ton CO2 ekuivalen, dengan nilai akumulasi perdagangan mencapai Rp50,55 miliar.

    “Total volume perdagangan saat ini sebesar 906.000 ton CO2 ekuivalen, dengan nilai transaksi mencapai Rp50,55 miliar,” ujar Inarno dalam konferensi pers pada Jumat, 13 Desember 2024.

    IDXCarbon, yang resmi diluncurkan oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada 26 September 2023, menyediakan platform bagi perdagangan karbon yang diatur dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan izin yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Selain itu, Inarno mencatatkan pelemahan di pasar saham domestik pada akhir bulan November 2024.

    Pasar modal tercatat mengalami penurunan sebesar 6,07 persen secara bulanan (month to date/MtD), berada di level 7.114. Secara tahunan (Year to Date/YtD), pasar saham domestik mengalami penurunan sebesar 2,18 persen. Nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp12.000 triliun, turun 5,48 persen secara bulanan, namun naik 2,87 persen secara tahunan.

    “Investor non-resident tercatat melakukan net sell sebesar Rp16,81 triliun secara bulanan, sementara secara tahunan tercatat net buy sebesar Rp21,56 triliun,” jelas Inarno.

    OJK Minta Transaksi Bursa Karbon Ditingkatkan

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan transaksi pada bursa karbon yang masih tergolong rendah, yakni hanya mencapai Rp37,06 miliar hingga 30 September 2024. Menanggapi itu, Anggota Komisi XI DPR Puteri Komarudin mendorong OJK untuk meningkatkan volume transaksi di bursa karbon.

    “Kita punya potensi yang besar dan diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun. Tapi, sampai sekarang, bursa ini masih belum berjalan dengan optimal. Hal ini kemudian membuat pemerintah, khususnya, Kementerian Lingkungan Hidup, berencana untuk mengevaluasi bursa karbon tersebut. Oleh sebab itu, apa yang perlu kita diperbaiki agar ekosistem bursa karbon bisa berjalan optimal,” ujar Puteri dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis, 21 November 2024.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan perlunya kebijakan yang terkoordinasi untuk mendorong pasokan dan permintaan di Bursa Karbon.

    “Jualannya ini kami sangat harap datang dari pemerintah. Karena produk karbon itu adalah kewenangan pemerintah. Mulai dari produk karbonnya, registrasinya, sertifikasinya, surveyornya. Itu di sisi pasokan,” ujar Mahendra.

    Lanjutnya, Mahendra menilai juga diperlukan regulasi dari pemerintah yang mengatur permintaan.

    “Sampai saat ini belum ada peraturan terkait batas atas emisi maksimum dari industri, pelaku usaha. Sehingga, tidak ada insentif maupun disinsentif untuk melakukan pengurangan emisi karbon. Jadi ini kebijakan dari pemerintah,” urai Mahendra.

    Perlu Regulasi dan Insentif

    Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengibaratkan bursa karbon atau IDXCarbon seperti “warung’ yang menyediakan fasilitas dan aturan untuk perdagangan karbon, namun produk karbon yang diperdagangkan masih terbatas.

    “Meskipun sudah beroperasi lebih dari setahun, transaksi yang terjadi masih relatif kecil, dengan nilai sekitar Rp50 miliar,” kata Mahendra dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 18 November 2024.

    Mahendra menjelaskan bahwa bursa karbon Indonesia memang telah memiliki infrastruktur yang memadai, termasuk peraturan dan izin. Namun, masalah utama yang dihadapi adalah belum adanya produk karbon yang cukup untuk diperdagangkan.

    Menurutnya, agar bursa karbon Indonesia berkembang, produk-produk karbon harus didorong oleh perusahaan-perusahaan pemerintah, karena produk ini, beserta proses registrasi dan sertifikasinya, merupakan kewenangan pemerintah.

    Lebih lanjut, Mahendra juga menyoroti pentingnya regulasi yang mengatur batas emisi maksimum untuk membentuk ekosistem permintaan bagi pasar karbon.

    Saat ini, belum ada peraturan yang jelas mengenai batas emisi karbon yang bisa dikeluarkan oleh industri, sehingga sulit untuk mendorong pengurangan emisi karbon secara efektif.

    “Dari industri, dari pelaku usaha, tidak ada insentif dan disinsentif untuk melakukan pengurangan emisi karbon,” ujarnya.

    Mahendra berpendapat, tanpa regulasi yang jelas, permintaan di pasar karbon pun belum dapat berkembang maksimal.

    Salah satu langkah penting yang masih perlu dilakukan adalah penerapan kebijakan pajak karbon. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong konsumen, pengusaha, dan seluruh sektor industri untuk mengurangi emisi karbon mereka, atau setidaknya membayar pajak karbon yang relevan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi