KABARBURSA.COM - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) telah mengajukan permohonan untuk peninjauan ulang dan keringanan terkait kemungkinan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga akhir 2024. Saham SRIL diharapkan dapat kembali diperdagangkan tahun depan.
Menurut Direktur Sritex, Welly Salam, permohonan ini dilakukan seiring dengan proses restrukturisasi entitas bisnis di Singapura. "Insya Allah, tahun depan kita bisa kembali diperdagangkan di Bursa. Semoga kami segera menyelesaikan restrukturisasi di Singapura," ujarnya pada Rabu, 24 Juli 2024.
Welly menjelaskan bahwa pihaknya tetap berkomunikasi dengan Bursa Efek Indonesia mengenai suspensi dan potensi delisting. Permintaan keringanan telah diajukan sejak tahun lalu, kata Welly, dengan kelonggaran yang diminta diperpanjang hingga akhir tahun 2024.
Namun, ia mengakui bahwa proses restrukturisasi masih belum mencapai kesepakatan dengan para kreditur. Pelambatan dalam proses restrukturisasi terjadi karena ada pertimbangan dan negosiasi yang harus diselesaikan dengan para kreditur tersebut.
"Kami akan melakukan komunikasi kembali dengan BEI dan juga memberikan transparansi kepada publik. Terkait PKPU, sudah selesai," katanya.
Adapun BEI kembali mengumumkan sejumlah emiten yang berpotensi delisting. Salah satunya adalah emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk.
Pada pengumuman Bursa per 30 Juni 2024, sebanyak 50 emiten telah disuspensi lebih dari 6 bulan. Sementara itu, secara regulasi suspensi saham hanya berlaku maksimal 24 bulan.
Sritex telah disuspensi sejak 19 Mei 2021, yang berarti saham SRIL telah disuspensi selama 37 bulan hingga saat ini. Harga terakhir ketika disuspensi adalah Rp146 per saham.
Suspensi saham oleh BEI telah mengakibatkan potensi delisting saham SRIL. Suspensi tersebut didasarkan pada penundaan pembayaran pokok dan bunga Medium Term Notes (MTN) Tahap III Sritex Tahun 2018, serta kasus PKPU dan restrukturisasi. Kondisi ini menyebabkan BEI menetapkan notasi M, E, X, L dan memasukkannya ke dalam daftar saham tidak likuid dengan kriteria 5 dan 7.
Kriteria tersebut menunjukkan bahwa emiten memiliki ekuitas negatif dalam laporan keuangan terbaru. Kemudian likuiditas rendah dengan nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5 juta dan volume transaksi rata-rata harian kurang dari 10.000 kali dalam 6 bulan terakhir di pasar reguler.
Sementara itu Berdasarkan Peraturan Bursa No. I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, Bursa dapat menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat apabila:
a. Ketentuan III.3.1.1, Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
b. Ketentuan III.3.1.2, Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Investor Bisa Apa?
Terdapat dua hal yang bisa dilakukan oleh investor jika saham yang dimiliki akan delisting, melansir laman sikapiuangmu.ojk.go.id.
Pertama, investor dapat menjual saham miliknya di pasar negosiasi. Pasar negosiasi adalah pasar di mana efek diperdagangkan secara negosiasi atau tawar menawar.
Negosiasi dilakukan secara individu, namun proses jual dan beli tetap harus melalui perusahaan sekuritas. Pasar negosiasi memiliki aturan tersendiri yang tentunya tetap berada di bawah pengawasan bursa.
BEI akan memberikan kesempatan dengan membuka suspensi saham yang akan delisting dalam waktu tertentu. Namun hanya dibuka di pasar negosiasi dalam beberapa hari.
Pada waktu tersebut investor disarankan menjual saham yang akan delisting paksa. Akan tetapi yang perlu dikhawatirkan adalah harga anjlok karena saham akan delisting, tapi setidaknya kepemilikan terjual.
Kedua, investor bisa membiarkan sahamnya. Beberapa perusahaan yang delisting biasanya tetap menjadi perusahaan publik dan bisa saja melakukan pencatatan di bursa kembali atau relisting.
Hanya saja kemungkinan ini terlalu kecil, meskipun kepemilikan masih tercatat sehingga saham tidak hilang.
OJK sebagai regulator di sektor jasa keuangan telah mengeluarkan POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang bertujuan untuk melindungi investor ritel di pasar modal, mendisiplinkan emiten dan mengakomodir hal-hal baru maupun perkembangan industri sektor jasa keuangan secara global.
Salah satu bentuk perlindungan bagi investor ritel yang tercakup dalam POJK tersebut adalah emiten wajib membeli kembali (buyback) saham dari para investor apabila akan delisting sehingga terdapat jalur/sarana bagi investor untuk menjual kembali saham yang dimiliki. (*)