KABARBURSA.COM - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengungkapkan kekhawatiran atas langkah importir ubin keramik yang telah menumpuk stok besar-besaran untuk membanjiri pasar domestik. Strategi ini diambil mengingat Agustus hingga November adalah masa puncak permintaan keramik di Indonesia.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, menyebutkan bahwa langkah para importir tersebut dilakukan untuk mengantisipasi penerapan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) yang diusulkan oleh Kementerian Perdagangan dengan besaran 45-50 persen.
“Importir berusaha menghindari pemberlakuan BMAD sebesar 45-50 persen sebelum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait resmi diterapkan. Ini berpotensi membuat kebijakan BMAD kurang efektif dalam beberapa bulan ke depan karena pasar domestik sudah dibanjiri stok produk keramik yang melimpah, bertepatan dengan peak season permintaan dari Agustus hingga November,” ujar Edy dalam pernyataan resminya di Jakarta, Kamis 10 Oktober 2024.
Edy menambahkan bahwa salah satu faktor utama yang melemahkan kinerja industri keramik nasional dari tahun ke tahun adalah gempuran produk impor asal China. Produk tersebut terbukti melakukan praktik perdagangan tidak sehat melalui tindakan dumping. Dumping sendiri merujuk pada praktik menjual barang di pasar luar negeri dengan harga lebih rendah dibandingkan harga di negara asalnya.
Sebagai respons, pemerintah menerapkan kebijakan anti-dumping melalui pengenaan bea masuk tambahan untuk produk impor yang terbukti melakukan dumping. Asaki pun mendesak Kementerian Keuangan untuk segera menerbitkan peraturan teknis guna membatasi aliran produk impor ubin keramik ke dalam negeri. Pasalnya, sejak Agustus, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah merekomendasikan penerapan BMAD dengan besaran hingga 50 persen.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya menjelaskan bahwa investigasi oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terkait praktik impor keramik telah selesai. Hasil penyelidikan tersebut mengusulkan penerapan BMAD sebesar 45-50 persen.
"Untuk keramik, KADI telah menyelesaikan penyelidikannya dan sudah disampaikan ke saya. Saat ini, saya sedang mempelajarinya. Rata-rata BMAD yang diajukan berada di kisaran 45-50 persen," ungkap Zulkifli di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Dengan adanya tantangan ini, Asaki menilai percepatan penerapan BMAD sangat penting untuk menjaga daya saing industri keramik domestik, yang selama ini tertekan oleh banjirnya produk impor murah yang merusak harga pasar.
Pengajuan Surat Kepada Menkeu
Derita pengusaha keramik berlanjut. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) mengatakan, hingga saat ini para pengusaha masih menunggu peluncuran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk keramik atau ubin asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau China.
Ketua ASAKI, Eddy Suyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mendesak agar PMK BMAD segera disahkan. Menurut Eddy, sudah lebih dari 30 hari sejak Surat Keputusan Menteri Perdagangan tentang Pengenaan BMAD atas Impor Ubin Keramik dari RRT diterbitkan, tetapi PMK BMAD belum juga dikeluarkan.
Eddy menekankan bahwa penurunan kinerja industri keramik nasional disebabkan oleh serbuan produk impor dari RRT yang terbukti melakukan praktik perdagangan tidak adil berupa dumping. ASAKI menyesalkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, belum memprioritaskan kepentingan industri nasional yang saat ini sedang terpuruk, seperti terlihat dari data PMI Juli dan Agustus yang menunjukkan kontraksi.
Keterlambatan dalam penerapan PMK BMAD memungkinkan importir untuk terus melakukan impor dalam volume besar, yang menurut Eddy, dapat membuat kebijakan BMAD kurang efektif dalam beberapa bulan ke depan. Volume impor ubin keramik dari Tiongkok pada semester I 2024 meningkat sebesar 11,6 persen menjadi 34,9 juta m², sebagai upaya importir menghindari pengenaan BMAD yang diperkirakan sebesar 40 persen-50 persen.
Penurunan tingkat utilisasi produk keramik nasional juga mencolok, dengan pabrik-pabrik hanya beroperasi pada level 62 persen pada semester I 2024, turun dari 69 persen pada tahun 2023 dan 78 persen pada tahun 2022. Defisit transaksi ekspor-impor keramik selama lima tahun terakhir mencapai USD1,24 miliar, meskipun industri keramik nasional memiliki kapasitas produksi 625 juta m² per tahun yang cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Selain itu, ASAKI juga mencatat bahwa lebih dari enam perusahaan di industri keramik telah terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak mampu beroperasi lagi, mengakibatkan penutupan operasi dan kehilangan pekerjaan bagi banyak tenaga kerja.
Raja Keramik Masih Raup Cuan
Meskipun ASAKI mengatakan sudah banyak perusahaan keramik yang melakukan PHK dan gulung tikar, namun raja keramik PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) masih meraup cuan tinggi. Dari kinerja perusahaan sebulan lalu, PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA), yang didirikan oleh Tandean Rustandy, salah satu tokoh terkemuka dalam industri keramik Indonesia, diproyeksikan akan mengalami peningkatan volume penjualan pada tahun ini berkat tambahan kapasitas produksi.
Perusahaan ini menambah kapasitasnya sebesar 4,4 juta meter persegi di segmen porselen, yang mulai beroperasi secara komersial pada Maret 2023. Dengan target pemanfaatan penuh mencapai 7,4 juta meter persegi pada akhir 2024, Arwana Citramulia berharap dapat meningkatkan utilisasi porselen hingga 107 persen.
Pada semester I 2024, ARNA mencatatkan volume penjualan bulanan rata-rata sebanyak 1,7 juta meter persegi, yang berkontribusi sekitar 11 persen dari total volume penjualan sebesar 31 juta meter persegi, tumbuh 2 persen dibandingkan tahun lalu. Meskipun total volume penjualan pada kuartal II 2024 mencapai 15 juta meter persegi, mengalami penurunan 6 persen secara kuartalan namun meningkat 10 persen secara tahunan, pencapaian ini dipengaruhi oleh periode Lebaran pada April. Pemulihan signifikan terlihat pada bulan Mei dan Juni, dengan volume penjualan mencapai 5,7 juta meter persegi per bulan, yang 14 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata bulanan 2023.
RHB Sekuritas memperkirakan bahwa peningkatan aktivitas di pasar properti akan mendukung permintaan bahan bangunan, dengan ARNA diproyeksikan mencatatkan total volume penjualan sebanyak 63,7 juta meter persegi pada 2024, meningkat 3,4 persen dibandingkan tahun lalu, dan 66,6 juta meter persegi pada 2025, meningkat 4,5 persen dibandingkan tahun lalu. Penyesuaian harga jual rata-rata (average selling price/ASP) diharapkan dapat terjadi setelah perang harga mereda.
Survei RHB menunjukkan bahwa beberapa pengecer memberikan diskon harga porselen yang signifikan, terutama dari China, sebesar 15-30 persen, sehingga produk tersebut sekitar 10-15 persen lebih murah dibandingkan produk ARNA.
ARNA mencatatkan kenaikan biaya pengiriman signifikan dari China, yang diperkirakan akan mendorong penyesuaian ASP produk impor, khususnya dari China, naik sekitar Rp10.000 per meter persegi atau 5-10 persen. Meskipun importir masih memiliki persediaan untuk 1-3 bulan ke depan, ARNA diharapkan dapat menaikkan ASP setelah periode ini.
Sebenarnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) menjadi angin segar bagi perusahan-perusahaan keramik untuk bertumbuh kembali. Namun, peraturan tersebut tak kunjung diluncurkan, sehingga banyak perusahaan keramik lokal yang terpaksa mem-PHK karyawannya.
Sementara itu, ternyata masih ada peluang cuan di balik industri keramik. Terbukti ARNA masis mencatatkan laba positif di sektor industri ini.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.