Logo
>

Suku Bunga The Fed Tak Tentu Arah, Wall Street Ditutup Terperosok

Ditulis oleh KabarBursa.com
Suku Bunga The Fed Tak Tentu Arah, Wall Street Ditutup Terperosok

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks utama Wall Street merosot pada penutupan pasar Jumat 6 September 2024, setelah laporan pekerjaan dari Departemen Tenaga Kerja AS gagal memberikan kejelasan mengenai seberapa besar pemangkasan suku bunga yang akan dilakukan oleh Federal Reserve dalam pertemuan mendatang.

    Laporan tersebut mengungkapkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja di AS pada bulan Agustus lebih rendah dari ekspektasi, namun penurunan tingkat pengangguran menjadi 4,2 persen menandakan bahwa perlambatan di pasar tenaga kerja masih dalam kendali.

    Para pedagang kini memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September mencapai 53 persen, berdasarkan alat FedWatch dari CME Group. Sementara itu, peluang pemangkasan sebesar 50 basis poin turun menjadi 47 persen, setelah sebelumnya sempat mencapai 51 persen menyusul rilis data terbaru.

    Saham-saham teknologi, yang sangat rentan terhadap perubahan suku bunga, memperlihatkan kinerja yang bervariasi. Saham Apple Inc. (AAPL.O) naik 1 persen, sementara Tesla Inc. (TSLA.O) merosot 2,9 persen dan Nvidia Corp. (NVDA.O) tertekan 1,5 persen.

    Menurut Gennadiy Goldberg, kepala strategi suku bunga di TD Securities, "Pasar benar-benar berada dalam kebingungan... ini adalah situasi yang bisa mendukung argumen pemangkasan suku bunga sebesar 25 atau 50 basis poin."

    John Williams, Presiden Federal Reserve Bank of New York, menyebutkan bahwa ekonomi yang lebih seimbang memberikan peluang untuk pemotongan suku bunga, meskipun langkah selanjutnya akan bergantung pada performa ekonomi di masa mendatang.

    Pasar tenaga kerja menjadi sorotan utama setelah lonjakan tak terduga dalam tingkat pengangguran hampir sebulan yang lalu menimbulkan kekhawatiran akan resesi, mendorong indeks Nasdaq yang didominasi saham teknologi turun lebih dari 10 persen hingga masuk ke wilayah koreksi, serta memicu aksi jual di pasar global.

    Kinerja Indeks Wall Street

    Pada pukul 10:23 pagi waktu setempat, Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 27,15 poin atau 0,07 persen menjadi 40.728,60. Sementara itu, S&P 500 (.SPX) melemah 29,02 poin atau 0,54 persen menjadi 5.473,70, dan Nasdaq Composite (.IXIC) terpangkas 171,46 poin atau 0,99 persen menjadi 16.956,20.

    Sebagian besar sektor di S&P 500 tertekan, dipimpin oleh penurunan 1,6 persen pada saham-saham teknologi (.SPLRCT).

    Ketiga indeks utama Wall Street diproyeksikan mencatatkan kerugian mingguan. S&P 500, sebagai acuan, sedang menuju penurunan mingguan lebih dari 2 persen, terbesarnya dalam hampir lima bulan, dengan saham-saham teknologi (.SPLRCT) memimpin penurunan lebih dari 5 persen.

    Tekanan pada Saham Teknologi dan Semikonduktor

    Secara historis, September memang bulan yang lemah bagi ekuitas AS, dengan rata-rata penurunan sebesar 1,2 persen untuk S&P 500 sejak 1928.

    Saham Broadcom Inc. (AVGO.O) anjlok 9,3 persen setelah produsen chip itu memperkirakan pendapatan kuartal keempat sedikit di bawah ekspektasi, tertekan oleh penurunan belanja di sektor broadband.

    Saham-saham semikonduktor lainnya seperti Marvell Technology Inc. (MRVL.O) turun 3 persen, sementara Advanced Micro Devices Inc. (AMD.O) merosot 1,5 persen, menyebabkan indeks Philadelphia SE Semiconductor (.SOX) turun hampir 2 persen.

    Indeks semikonduktor tersebut berada di jalur untuk mencatatkan penurunan mingguan terbesarnya dalam lebih dari sebulan.

    Super Micro Computer Inc. (SMCI.O) jatuh 4,5 persen setelah perusahaan broker J.P. Morgan menurunkan peringkat saham pembuat server AI ini dari overweight menjadi netral.

    Di NYSE, saham yang turun lebih banyak daripada yang naik dengan rasio 1,15 banding 1, sementara di Nasdaq rasionya 1,68 banding 1. S&P 500 mencatatkan 14 level tertinggi baru selama 52 minggu dan tiga level terendah baru, sedangkan Nasdaq Composite mencatatkan 19 level tertinggi baru dan 81 level terendah baru.

    Data Tenaga Kerja

    Perekrutan tenaga kerja di Amerika Serikat mengalami penurunan signifikan pada Agustus, melampaui ekspektasi sebelumnya, seiring dengan revisi data penggajian Juli yang menunjukkan penurunan.

    Perkembangan ini semakin memicu perdebatan sengit mengenai sejauh mana Federal Reserve perlu menurunkan suku bunga untuk merespons kondisi ekonomi yang sedang berlangsung.

    Menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja yang dirilis pada Jumat, 6 September 2024, penggajian non-pertanian meningkat hanya sebesar 142.000. Sebelumnya, angka ini mengalami revisi ke bawah.

    Tingkat pengangguran turun menjadi 4,2 persen, menandai penurunan pertama dalam lima bulan terakhir. Di sisi lain, pendapatan rata-rata per jam meningkat sebesar 0,4 persen.

    Penurunan ini memperkuat spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin harus mempertimbangkan pemangkasan suku bunga hingga setengah poin persentase pada pertemuan mendatang, guna melindungi ekonomi dari dampak melemahnya laju perekrutan.

    Imbal hasil Treasury mengalami penurunan, kontrak berjangka S&P 500 tetap tertekan, dan nilai dolar terus merosot.

    Laporan tambahan menunjukkan tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja. Meskipun gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai mereda, banyak perusahaan masih menahan diri dari ekspansi, terhambat oleh biaya pinjaman yang tinggi dan ketidakpastian menjelang pemilihan presiden yang akan datang.

    Laporan terbaru dari Federal Reserve tentang bisnis regional, yang dirilis pada hari Rabu, mengungkapkan bahwa pemberi kerja kini semakin selektif dalam proses perekrutan, dengan beberapa perusahaan mengurangi jam kerja dan membiarkan posisi kosong tanpa pengisian.

    Perekrutan terbesar terjadi di sektor kesehatan dan bantuan sosial, diikuti oleh konstruksi dan pemerintahan. Indeks difusi, yang mengukur penyebaran pertumbuhan pekerjaan, menunjukkan adanya peningkatan.

    Namun, tingkat partisipasi tenaga kerja persentase populasi yang bekerja atau aktif mencari pekerjaan—tetap stagnan di angka 62,7 persen pada bulan Agustus. Untuk pertama kalinya sejak Maret, jumlah pekerja usia produktif, yaitu mereka yang berusia antara 25 hingga 54 tahun, mengalami penurunan kecil. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi