KABARBURSA.COM - Surplus perdagangan Indonesia pada Agustus 2025 diperkirakan hanya bertahan di kisaran USD4 miliar. Penyebabnya, baik ekspor maupun impor masih sama-sama bergerak dalam tren kontraksi.
Pada Juli lalu, surplus tercatat USD4,18 miliar. Lonjakan pengiriman minyak sawit dan mesin menjadi penopang utama kinerja perdagangan. Ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini sendiri masih mampu menjaga surplus bulanan beruntun sejak pertengahan 2020.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, surplus juga terdorong percepatan ekspor menuju Amerika Serikat menjelang penerapan tarif baru. Gelombang pengiriman barang ini memberi tambahan ruang napas bagi neraca perdagangan.
Survei Reuters terhadap 14 ekonom periode 22–30 September menunjukkan, median proyeksi ekspor Agustus hanya tumbuh 5,5 persen year-on-year, jauh melambat dibandingkan kenaikan 9,86 persen di Juli. Sebaliknya, impor diperkirakan tetap tertekan, terkoreksi 1,6 persen setelah bulan sebelumnya terjun hingga 5,86 persen.
Badan Pusat Statistik dijadwalkan merilis data resmi neraca perdagangan Agustus pada Rabu, 1 Oktober, bersamaan dengan pengumuman angka inflasi September.
Dalam survei yang sama, inflasi tahunan pada September diperkirakan mencapai 2,5 persen, naik tipis dari 2,31 persen di Agustus. Sementara inflasi bulanan diprediksi 0,13 persen, berbalik arah dari deflasi 0,08 persen bulan sebelumnya.
Untuk inflasi inti—yang mengecualikan harga pangan bergejolak serta komoditas yang diatur pemerintah—proyeksi berada di 2,2 persen, sedikit meningkat dari 2,17 persen pada Agustus.
Bank Indonesia tetap menargetkan inflasi berada dalam rentang 1,5–3,5 persen sepanjang 2025. Capaian yang masih terkendali ini memberi ruang bagi kebijakan moneter akomodatif, meski potensi tekanan harga dari faktor eksternal dan domestik tetap harus diwaspadai.(*)