Logo
>

Syarat bikin Perusahaan Asuransi, Modalnya Harus Besar

Ditulis oleh KabarBursa.com
Syarat bikin Perusahaan Asuransi, Modalnya Harus Besar

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan ketentuan baru mengenai modal disetor bagi pendirian perusahaan asuransi dan reasuransi melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

    Dalam peraturan ini, modal disetor untuk pendirian perusahaan asuransi dinaikkan menjadi Rp 1 triliun.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memperkuat kapasitas industri perasuransian di Indonesia.

    Penyempurnaan ketentuan ini diharapkan dapat mendukung penguatan kelembagaan serta memberikan kepastian hukum dalam mekanisme proses perizinan yang lebih efisien dan praktis, sekaligus mempermudah proses bisnis.

    Peraturan baru ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan asuransi yang baru berdiri, tetapi juga untuk perusahaan yang sudah memiliki izin usaha.

    Ogi menambahkan bahwa ketentuan modal disetor bagi berbagai jenis perusahaan asuransi dan reasuransi adalah sebagai berikut:

    • Perusahaan Asuransi: Rp1 triliun
    • Perusahaan Reasuransi: Rp2 triliun
    • Perusahaan Asuransi Syariah: Rp500 miliar
    • Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp1 triliun

    “Untuk perusahaan yang akan mengajukan pendirian, ketentuan modal disetor telah ditetapkan seperti di atas. Sementara itu, bagi perusahaan yang telah memiliki izin usaha, ketentuan ini akan berlaku dalam dua tahap penyesuaian,” kata Ogi dalam acara Indonesia Re International Conference 2024 pada Rabu, 24 Juli 2024.

    Pada tahap pertama, perusahaan diberikan waktu hingga 30 Desember 2026 untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum yang baru. Ketentuan tersebut adalah:

    • Perusahaan Asuransi: Rp290 miliar
    • Perusahaan Reasuransi: Rp500 miliar
    • Perusahaan Asuransi Syariah: Rp100 miliar
    • Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp200 miliar

    Untuk tahap kedua, yang harus dipenuhi paling lambat pada 30 Desember 2028, ketentuan ekuitas minimum ditetapkan berdasarkan kelompok perusahaan reasuransi (KPPE). Ogi menjelaskan bahwa ketentuan ekuitas minimum untuk masing-masing kelompok adalah sebagai berikut:

    KPPE 1:

    • Perusahaan Asuransi: Rp500 miliar
    • Perusahaan Reasuransi: Rp1 triliun
    • Perusahaan Asuransi Syariah: Rp200 miliar
    • Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp400 miliar

    KPPE 2:

    • Perusahaan Asuransi: Rp1 triliun
    • Perusahaan Reasuransi: Rp2 triliun
    • Perusahaan Asuransi Syariah: Rp500 miliar
    • Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp1 triliun

    Ogi menambahkan bahwa perusahaan yang berada di KPPE 1 tidak diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha atau produk asuransi selain yang bersifat sederhana. Sementara itu, perusahaan di KPPE 2 dapat menjalankan seluruh kegiatan usaha dan produk asuransi yang lebih kompleks.

    Dengan adanya ketentuan baru ini, diharapkan industri asuransi dan reasuransi di Indonesia akan semakin kuat dan dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.

    Selektif Pilih Saham Asuransi

    Para investor diminta untuk selektif dalam memilih saham di sektor asuransi seiringnya muncul wacana peraturan yang mewajibkan seluruh kendaraan bermotor memiliki asuransi third party liability (TPL).

    Wacana iuran terhadap kendaraan bermotor membuat saham asuransi menjadi sorotan. Emiten di sektor ini diprediksi akan terkena dampak positif adanya rencana kebijakan ini.

    Menanggapi hal tersebut, Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta meminta agar para investor agar selektif atau mencari informasi terlebih dulu sebelum menentukan saham yang akan dipilih.

    “Saran saya investor lebih selektif ya untuk menentukan pilihan saham,” ujar Nafan Aji kepada  Kabar Bursa, Selasa, 23 Juli 2024.

    Hal tersebut diungkapkan karena Nafan melihat saham di sektor asuransi tidak terlalu likuid meski ada peluang peningkatan permintaan pada tahun depan.

    “Emiten asuransi kurang likuid. Bisa naik, juga bisa turun cukup dalam dari kenaikan. Jadi lebih baik hanya untuk jangka pendek saja terlepas ada potensi terjadinya peningkatan demand terhadap kepemilikan asuransi di tahun depan,” jelas dia.

    Secara market cap, lanjut Nafan, asuransi tidak terlalu besar untuk perusahaan. Beda halnya dengan bank yang memiliki anak usaha di sektor asuransi seperti BNI, Mandiri, hingga BCA.

    “Tapi kalau untuk emiten-emiten lain karena kurang likuid dan tingkat likuiditas tidak setinggi dibandingkan dengan dari anak usaha bank besar,” pungkasnya.

    Sebelumnya diberitakan, pemerintah sedang mempersiapkan peraturan baru yang mewajibkan seluruh kendaraan bermotor memiliki asuransi third party liability (TPL). Aturan ini diharapkan mulai berlaku pada Januari 2025.

    Di sisi lain, pemerintah juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, sejalan dengan upaya mendorong penggunaan kendaraan listrik yang lebih luas. Pertanyaan yang muncul adalah apakah aturan ini juga akan berlaku untuk kendaraan listrik.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa pihaknya saat ini belum membedakan asuransi untuk kendaraan listrik dan kendaraan non-listrik. Namun, mengingat dorongan pemerintah terhadap penggunaan kendaraan listrik, OJK berencana untuk membedakan asuransi antara kedua jenis kendaraan tersebut.

    “Ekspektasi dari produsen dan masyarakat adalah, dengan semakin berkembangnya jumlah kendaraan listrik, maka fitur asuransi untuk kendaraan non-listrik dan listrik harus dibedakan,” kata Ogi, Rabu, 17 Juli 2024.

    Salah satu pertimbangan utama, lanjut Ogi, adalah komponen kendaraan listrik yang lebih mahal dibandingkan kendaraan konvensional. Misalnya, baterai kendaraan listrik yang cukup mahal dapat berkontribusi sebesar 30-40 persen dari total harga kendaraan. Ogi berharap regulasi terkait asuransi kendaraan listrik nantinya berbeda dan terpisah dari kendaraan konvensional.

    “Komponen baterainya cukup mahal, sekitar 30-40 persen. Jika terjadi kerusakan, bagaimana pertanggungannya? Untuk bodi kendaraan sekitar 60 persen. Harapannya, regulasi berbeda dari segi asuransi,” jelasnya.

    Saat ini, asuransi kendaraan masih bersifat sukarela. Namun, dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), disebutkan bahwa asuransi kendaraan dapat menjadi wajib bagi seluruh pemilik mobil dan motor.

    Pemerintah saat ini tengah menyiapkan aturan turunan dari UU PPSK tersebut, termasuk aturan terkait asuransi wajib bagi kendaraan bermotor.

    “Diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib sesuai dengan UU, paling lambat dua tahun sejak UU PPSK diundangkan. Artinya, mulai Januari 2025 setiap kendaraan wajib memiliki TPL,” ujar Ogi.

    Di sisi lain, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menolak rencana kewajiban asuransi bagi kendaraan bermotor. Pasalnya, kewajiban asuransi kendaraan bermotor dinilai akan menambah beban pengeluaran para pengemudi ojek online (ojol).

    Ketua SPAI Lily Pujiati menegaskan, kewajiban asuransi TPL akan sangat membebani pekerja angkutan online, baik ojol, taksi online, maupun kurir. Apalagi, kata Lily, para pekerja memiliki pendapatan dan tarif yang tidak menentu akibat status kemitraan dengan pihak aplikator.

    “Sehingga kami tidak memperoleh pendapatan yang layak berupa upah minimum seperti halnya mereka yang bekerja dengan status pekerja,” kata Lily kepada KabarBursa, Sabtu, 20 Juli 2024.

    Kehadiran asuransi TPL, kata Lily, jelas sangat membebani para pelaku ojol. Di samping menambah beban pengeluran, dia juga meyakini pihak aplikator tidak akan menanggung kewajiban tersebut.

    “Sudah banyak biaya yang kami tanggung seperti BBM, pulsa, parkir, cicilan kendaraan atau biaya sewa motor listrik, spare parts, cicilan HP,” tegasnya.

    Kerenanya, Lily menolak kewajiban asuransi TPL dan regulasi lainnya yang mewajibkan para pekerja membayar iuran sebagaimana rencana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Di sisi lain, dia juga menuntut pemerintah untuk segera menaikan status pengemudi ojol sebagai pekerja sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi