Logo
>

Target Produksi di RKAB Kurang, Masa Kita Akan Impor Nikel?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Target Produksi di RKAB Kurang, Masa Kita Akan Impor Nikel?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indonesia berpotensi untuk mengimpor bijih nikel dari Filipina dan Australia guna memenuhi kebutuhan smelter dalam negeri, menyusul keluhan dari para penambang tentang kurangnya produksi dalam 107 Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tambang nikel yang disetujui oleh pemerintah.

    Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Djoko Widajatno, kebutuhan bijih nikel untuk pengolahan di smelter dalam negeri mencapai 234,5 juta ton per tahun. Namun, total kapasitas produksi dari 107 RKAB nikel yang disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya sebesar 152,61 juta ton untuk periode 2024—2026.

    Djoko menyatakan bahwa meskipun kebutuhan bijih nikel akan meningkat, namun masih ada kelebihan produksi global pada tahun 2023 sebesar 275 juta wet metric ton (wmt), yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, Indonesia telah melakukan impor bijih nikel beberapa waktu yang lalu.

    Namun, Djoko tidak memberikan detail mengenai perkiraan volume impor nikel yang diperlukan oleh Indonesia untuk memenuhi kebutuhan smelter setiap tahunnya selama periode 2024—2026.

    Rizal Kasli, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), juga membagikan pandangan serupa. Menurutnya, meskipun telah disetujui 107 RKAB pertambangan nikel oleh Kementerian ESDM hingga Maret, hal ini masih belum cukup untuk mencegah potensi defisit pasokan nikel pada tahun 2024.

    Rizal menjelaskan bahwa kebutuhan nikel untuk smelter yang telah beroperasi di Indonesia sekitar 200 juta ton, sementara total kapasitas produksi dari 107 RKAB nikel yang disetujui hanya mencapai 152,61 juta ton untuk periode 2024—2026.

    "Jika hanya ada kuota sebesar 152,6 juta ton yang disetujui, maka pasar nikel akan mengalami defisit karena kurangnya pasokan bahan baku bijih nikel untuk smelter. Dapat diprediksi bahwa suplai nikel akan mengalami defisit, yang kemungkinan akan menyebabkan kenaikan harga nikel," ujar Rizal, Kamis, 21 Maret 2024.

    Macquarie Group Ltd juga telah mengingatkan bahwa pasar nikel global bisa mengalami defisit yang tidak terduga tahun ini jika pertumbuhan produksi di Indonesia terganggu oleh keterlambatan persetujuan izin RKAB.

    Meskipun pada dasarnya Macquarie masih mempertahankan perkiraan bahwa pasar nikel dunia akan mengalami surplus sekitar 40.000 ton tahun ini, namun proyeksi tersebut dapat berubah jika Pemerintah Indonesia lambat dalam memberikan persetujuan untuk RKAB pertambangan.

    Analis Macquarie, Jim Lennon, mengindikasikan bahwa pertumbuhan produksi nikel di Indonesia berisiko turun di bawah 13persen pada tahun ini akibat dari keterlambatan izin RKAB.

    "Mengingat perubahan besar ini dari perkiraan kami sebelumnya," tulis mereka.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi