KABARBURSA.COM - Bursa Asia kembali goyah pada Kamis, 27 Maret 2025, kecuali China, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana menaikkan tarif impor mobil sebesar 25 persen. Alasan Trump cukup klasik, ia ingin mendorong pabrikan untuk lebih banyak memproduksi mobil di dalam negeri. Tapi dampaknya nggak sesederhana itu. Banyak komponen kendaraan yang diproduksi lintas negara, bahkan untuk mobil-mobil yang dirakit langsung di pabrik Amerika.
Efeknya langsung terasa di Jepang. Dilansir dari AP di Jakarta, Kamis, Indeks Nikkei 225 turun satu persen ke level 37.662,36. Saham Toyota ambles 3,2 persen, Honda turun 2,8 persen, dan Nissan loyo 2,6 persen. Sementara Mazda anjlok 6,5 persen, Subaru susut hampir 6 persen, dan Mitsubishi ikut tergelincir 4 persen.
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba kembali mengajukan permohonan agar negaranya dikecualikan dari kebijakan tarif baru itu. “Kami sangat berharap tindakan tarif ini tidak diberlakukan untuk Jepang,” ujarnya. Saat ditanya soal respons Jepang jika tetap kena tarif, dia menjawab diplomatis, “Semua opsi tentu sedang dipertimbangkan.”
Dari pihak Nissan, Ivan Espinosa yang akan menjabat CEO mulai 1 April mendatang bilang pihaknya sedang mempersiapkan berbagai skenario. “Kebijakan Trump bisa berubah sewaktu-waktu,” katanya. Sementara Toyota memilih irit bicara dan menolak berkomentar.
Efek buruk juga menjalar ke Korea Selatan. Indeks Kospi turun satu persen ke 2.616,95. Saham Hyundai turun 4,3 persen dan Kia merosot 3,9 persen di bursa Seoul.
Anehnya, pasar China justru tenang-tenang saja. Indeks Hang Seng di Hong Kong menguat satu persen ke 23.711,97, sedangkan Shanghai Composite naik tipis 0,3 persen ke 3.379,19. Ini karena produsen mobil China memang belum banyak bermain di pasar Amerika, jadi efek tarif ini hanya terasa secara tidak langsung. Namun Taiwan tak seberuntung itu. Taiex anjlok 1,5 persen.
Di Australia, indeks S&P/ASX 200 ikut lesu, turun 0,6 persen ke 7.951,50. Begitu juga di Wall Street. S&P 500 susut 1,1 persen ke 5.712,20 setelah sebelumnya mengalami perdagangan yang relatif tenang.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG memulai perdagangan Kamis dengan koreksi 50,40 poin atau 0,78 persen ke posisi 6.421,96. Sejak pagi, IHSG bergerak dalam kisaran sempit antara 6.419,30 hingga 6.472,72. Volume transaksi tercatat sebanyak 3,68 juta lot dengan nilai perdagangan mencapai Rp407,81 miliar dari total 30.400 transaksi yang berlangsung.
Tekanan paling besar datang dari sektor keuangan dan industri yang masing-masing melemah 0,71 persen dan 0,44 persen. Arah pergerakan indeks masih dibayangi sentimen global, antara lain menyangkut kebijakan suku bunga The Fed serta pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Sementara itu, Dow Jones sempat naik 230 poin di pagi hari, tapi berakhir turun 132 poin atau 0,3 persen ke 42.454,79. Nasdaq memimpin penurunan dengan koreksi dua persen ke 17.889,01.
Penyebabnya adalah saham-saham raksasa teknologi dari kelompok “Magnificent Seven” terus dijual investor. Koreksi ini sudah sempat menyeret S&P 500 jatuh 10 persen dari rekor tertingginya, menjadi koreksi pertama sejak 2023.
Nvidia paling parah. Sahamnya turun 6 persen hanya dalam satu hari, menambah total penurunan sepanjang 2025 jadi 15,5 persen. Ia jadi penekan terberat bagi S&P 500 saat ini.
Saham-saham lain yang berhubungan dengan kecerdasan buatan juga ikut melemah. Misalnya, saham perusahaan perakit server Super Micro Computer anjlok 8,9 persen. Saham perusahaan energi yang berharap bisa mendukung pusat data AI lewat elektrifikasi juga ikut tertekan.
Tesla pun masih bergelut dengan berbagai tantangan. Adabkekhawatiran bahwa kemarahan politik terhadap sang CEO, Elon Musk, bisa menggerus penjualan mobil listrik mereka. Saham Tesla terperosok 5,6 persen hingga memperpanjang penurunan sepanjang 2025 menjadi 32,6 persen.
Pabrikan mobil AS lainnya juga kompak melemah usai pernyataan Trump soal tarif impor mobil. Padahal, banyak dari mereka sudah menyebar lokasi produksi ke berbagai negara di Amerika Utara sejak adanya kesepakatan perdagangan bebas dengan Kanada dan Meksiko. Saham General Motors turun 3,1 persen, sementara Ford Motor sempat bergerak liar—naik di awal, turun di tengah sesi, lalu akhirnya ditutup naik tipis 0,1 persen.
Meski begitu, ekonomi dan pasar tenaga kerja AS masih terlihat cukup solid sejauh ini, meski sentimen konsumen dan pelaku usaha semakin suram. Pesanan barang-barang tahan lama seperti mesin dan pesawat justru tumbuh tak terduga bulan lalu, padahal para ekonom memperkirakan kontraksi. Namun, data turunan yang biasa dijadikan indikator investasi oleh dunia usaha justru berbalik arah dari ekspansi ke kontraksi. Ini bisa jadi sinyal kalau perusahaan mulai menahan belanja sambil menunggu kejelasan soal dampak tarif baru.
Di pasar energi, harga minyak mentah acuan AS naik tipis 10 sen ke USD69,75 per barel. Sementara minyak Brent, acuan global, menguat 7 sen ke USD73,13 per barel. Di pasar mata uang, dolar AS melemah terhadap yen Jepang dari 150,54 menjadi 150,18. Euro menguat dari USD1,0754 menjadi USD1,0776.(*)
Tarif Mobil Trump bikin Bursa Asia Tergelincir
Pasar saham Asia melemah menyusul ancaman tarif baru dari Trump, sementara raksasa teknologi AS kembali terpukul di tengah aksi jual yang belum mereda.
