KABARBURSA.COM - Harga tiket pesawat diprediksi akan meningkat seiring dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra memastikan maskapai penerbangan akan menyesuaikan harga tiket jika ada kenaikan PPN.
“PPN naik jadi 12 persen tentu akan berdampak pada kenaikan harga tiket pesawat,” kata Irfan di Cengkareng, Tangerang, Jumat, 15 November 2024.
Irfan menjelaskan, PPN adalah salah satu komponen utama dalam perhitungan harga tiket pesawat, selain tarif jarak, harga avtur, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR) untuk asuransi penumpang, dan biaya tambahan (surcharge).
Biaya layanan bandara atau Passenger Service Charge (PSC) juga menjadi bagian dari total harga tiket, yang dibayarkan maskapai kepada pengelola bandara seperti Angkasa Pura.
Menurut Irfan, kenaikan PPN dari 10 persen ke 11 persen, dan kini menjadi 12 persen, akan mendorong maskapai untuk menyesuaikan harga tiket.
“Kenaikan ini pasti dibebankan kepada penumpang, karena maskapai tidak mungkin menanggung sendiri tambahan biaya tersebut,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan tarif PPN menjadi 12 persen akan mulai diberlakukan pada Januari 2025. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kebijakan ini sudah dibahas dengan Komisi XI DPR RI dan dituangkan dalam UU, sehingga tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaannya,” ujar Sri Mulyani.
Kata Sri Mulyani, kenaikan PPN ini dirancang untuk menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meski sempat menuai perdebatan terkait dampaknya terhadap daya beli masyarakat, pemerintah berkomitmen menjalankan kebijakan ini secara terukur.
“PPN memang dapat diatur antara minimal 5 persen hingga maksimal 15 persen, tetapi keputusan ini sudah melalui proses kajian mendalam,” katanya.
Pemerintah berharap, dengan kebijakan ini, kondisi fiskal negara dapat tetap terjaga di tengah tantangan ekonomi global dan domestik.
Tiket Natal dan Tahun Baru
Sementara itu, Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Suntana menargetkan penurunan harga tiket pesawat sebelum akhir tahun 2024. Upaya ini dilakukan setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggelar rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk maskapai penerbangan, untuk membahas langkah-langkah konkret dalam menurunkan harga tiket.
Suntana mengungkapkan bahwa ada indikasi kuat harga tiket pesawat akan turun sebelum libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.
“Target kami adalah penurunan harga tiket sebelum Natal dan Tahun Baru, sebagai bentuk kado akhir tahun bagi masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
Meski begitu, Suntana belum memastikan besaran penurunan harga tiket.
“Kami masih menghitung semua komponen. Yang pasti, fokusnya adalah membuat harga tiket lebih terjangkau,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi juga menyatakan harapannya agar harga tiket pesawat dapat turun menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Hal ini didukung oleh hasil koordinasi Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat yang saat ini masih memfinalisasi kebijakan tersebut.
“Kami menunggu rekomendasi dari Satgas yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian. Harapannya, hasil itu bisa diterapkan sebelum Nataru,” kata Dudy di Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024.
Langkah penurunan harga tiket pesawat ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan selama musim liburan.
Pemerintah Disarankan Tiadakan PPN Tiket
Pengamat penerbangan, Gatot Rahardjo, menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan pembebasan pajak-pajak yang terkait dengan industri penerbangan, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tiket pesawat dan bahan bakar avtur.
Hal ini dianggap perlu untuk mengurangi beban yang dihadapi oleh maskapai dan penumpang, seiring dengan kenaikan tarif pajak.
“Sebaiknya pajak-pajak yang terkait dengan penerbangan dibebaskan saja, termasuk PPN tiket dan PPN avtur,” kata Gatot kepada Kabar Bursa, Selasa, 12 November 2024.
Gatot menambahkan bahwa kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan langsung berdampak pada kenaikan harga tiket pesawat, yang akhirnya akan membebani penumpang.
Selain itu, perubahan ini juga berdampak pada maskapai, karena mereka harus menanggung PPN avtur sebagai pajak keluaran.
“Jangan cuma PPN tiket saja, karena itu justru akan memberatkan maskapai yang harus membayar PPN avtur,” ujarnya.
Menurut Gatot, maskapai penerbangan tidak memiliki ruang untuk menurunkan harga tiket akibat kenaikan biaya yang ditimbulkan oleh PPN tersebut. Satu-satunya pilihan bagi maskapai adalah menaikkan harga tiket untuk menutupi tambahan biaya operasional.
“Maskapai tidak bisa menurunkan harga tiket. Karena dengan kenaikan PPN ini, biaya juga naik. Maskapai mau tidak mau harus menaikkan harga tiket untuk menutupi biaya tersebut. Kalau menurunkan harga tiket, ya pasti rugi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gatot mengingatkan pemerintah untuk melihat industri penerbangan tidak hanya dari sisi pajak, tetapi juga dari dampak luasnya terhadap sektor-sektor lain.
Kenaikan harga tiket pesawat yang disebabkan oleh peningkatan PPN diperkirakan akan mempengaruhi maskapai, penumpang, serta sektor pariwisata, perdagangan (terutama e-commerce), dan kegiatan sosial-budaya.
“Jika harga tiket tinggi, jumlah penumpang akan menurun, yang pada gilirannya akan berdampak pada kunjungan wisatawan dan mengganggu logistik e-commerce,” katanya.
Gatot menyarankan agar pemerintah melakukan perhitungan yang matang terhadap dampak luas dari kebijakan ini, mengingat pengaruhnya terhadap sektor-sektor tersebut.
“Pemerintah harusnya berhitung dari outcome penerbangan, yaitu pengaruhnya terhadap pariwisata, perdagangan terutama e-commerce, sosial budaya, dan lain-lain,” pungkasnya. (*)