KABARBURSA.COM – Sebagian besar investor saat ini tengah fokus pada fenomena window dressing, sebuah praktik umum menjelang akhir tahun, khususnya Desember.
Fenomena tersebut ditandai dengan kenaikan harga saham-saham besar (blue chip) akibat upaya manajer investasi untuk mempercantik portofolio mereka. Dengan menjual saham yang merugi dan membeli saham yang sedang naik, aksi manajer investasi bertujuan agar kinerja portofolio tahunan mereka terlihat lebih menguntungkan.
Menurut Wahyu Laksono, seorang analis pasar modal, fenomena yang terjadi di pasar saham dapat diibaratkan seperti cara toko dagang mempercantik tampilannya untuk menarik pembeli. Menjelang momen-momen tertentu, seperti akhir tahun dan tahun baru, banyak toko menghias etalase, menata ulang dagangan, dan menggunakan maneken (mannequin) atau dekorasi menarik untuk meningkatkan daya tarik mereka.
“Demikian pula di pasar saham, perusahaan sering menunjukkan kecenderungan serupa. Menjelang akhir tahun, terjadi fenomena di mana harga saham perusahaan besar, atau blue chip, sering mengalami kenaikan,” ujarnya ketika dihubungi oleh Kabarbursa.com, Selasa, 26 November 2024.
Hal ini pun tampak dari performa LQ45 pada Desember cenderung memiliki return positif (up) dan up probability yang tinggi untuk periode 2019-2023. LQ45 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
Wahyu menambahkan, saham blue chips menjadi emiten yang dipilih oleh banyak perusahaan investasi karena memiliki kinerja keuangan dan bisnis yang konsisten baik dan mampu bertahan serta bangkit dalam kondisi sulit.
“Jadi wajar beberapa emiten terpilih saat window dressing yang blue chips. Ada di LQ45,” tegasnya.
Data Historis Performa LQ45
Berdasarkan data perdagangan dari Stockbit, kinerja pasar saham pada Desember, meskipun tidak selalu mengalami pertumbuhan yang signifikan, menunjukkan tingkat volatilitas yang relatif rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Hal tersebut mengindikasikan adanya stabilitas yang cukup baik pada dua indikator utama yang dianalisis. Tren ini sejalan dengan peningkatan kinerja pasar secara keseluruhan pada kuartal IV, yang mengindikasikan adanya sentimen positif menjelang akhir tahun.
Analisis lebih lanjut oleh Kabarbursa.com terhadap data historis lima tahun terakhir mengungkap pola musiman yang menarik. Hasilnya menunjukkan bahwa probabilitas untuk memperoleh return positif pada Desember mencapai 80 persen.
Temuan ini menunjukkan bahwa Desember cenderung menjadi bulan yang menguntungkan bagi investor, meskipun tidak selalu memberikan return tertinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Sebagai contoh, pada 2022, Desember mencatat return 4,36 persen, bulan tertinggi dalam tahun tersebut, dan secara konsisten memberikan kontribusi positif pada performa tahunan. Namun, secara keseluruhan, tahun terbaik adalah 2022 dengan rata-rata return tahunan sebesar 3,56 persen, sedangkan tahun terburuk adalah 2019, dengan rata-rata minus 8,09 persen, terutama akibat penurunan tajam sebesar minus 21,42 persen pada Maret.
[caption id="attachment_102771" align="aligncenter" width="1452"] Seasonality LQ45 periode 2019-2023 (Foto: Stockbit)[/caption]
Singkatnya, Desember memiliki stabilitas dan konsistensi musiman. Pasar saham cenderung lebih stabil menjelang akhir tahun dan kinerja pasar baik atau buruk sering tetap menunjukkan pola positif pada Desember.
Untuk menguji kinerja pasar pada Desember secara lebih mendalam, dilakukan analisis terhadap lima saham blue chip dengan kapitalisasi pasar terbesar di indeks LQ45, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Astra International Tbk (ASII), Pemilihan saham-saham ini didasarkan pada kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar. Berikut ulasannya.
Return BBCA
Dari enam tahun data yang tersedia, dalam lima tahun, BBCA mencatat return positif pada Desember. Satu-satunya penurunan terjadi pada 2021, dengan return negatif sebesar 8,06 persen, yang menjadi anomali dibandingkan tahun-tahun lainnya. Tahun 2019 menjadi perolehan tertinggi dengan return 9,11 persen, sedangkan positif terendah pada 2020 dengan hanya 0,34 persen.
Rata-rata return saham BBCA Desember sebesar 2,85 persen, mengindikasikan potensi keuntungan yang cukup baik untuk bulan tersebut. Ini menunjukkan bahwa Desember adalah bulan yang relatif menguntungkan.
Kuartal IV 2023 saja pendapatan BBCA pada kuartal IV 2023 adalah Rp87,4 triliun. Pendapatan ini mengalami pertumbuhan 3,6 persen quarter on quarter (qoq) dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hasilnya, laba kotor tercatat sebesar Rp87,4 triliun, yang menunjukkan margin laba kotor 100 persen, sama dengan total pendapatan. Namun laba bersih BBCA pada kuartal IV 2023 sebesar Rp48,6 triliun.
[caption id="attachment_102769" align="aligncenter" width="1463"] Seasonality BBCA periode 2019-2023 (Foto: Stockbit)[/caption]
Return BBRI
Bagi BBRI, Desember bukan merupakan bulan dengan probabilitas terbaik, tidak seperti BBCA. Dari data yang tersedia, bulan dengan probabilitas kenaikan return tertinggi adalah Juni (80 persen), Oktober (80 persen), dan Desember (80 persen), yang masing-masing menunjukkan kemungkinan besar return positif. terutama pada tahun 2020, 2022, dan 2023, di mana probabilitasnya mencapai 80 persen.
Ketika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, Desember seringkali memiliki probabilitas kenaikan yang setara atau bahkan lebih tinggi. Namun, pada 2019, Desember mencatat probabilitas kenaikan yang sangat rendah yaitu 21,72 persen, jauh di bawah bulan-bulan lainnya seperti November yang mencapai 21,72 persen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa bulan Oktober dan Februari secara konsisten mencatat probabilitas kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya. Misalnya, pada tahun 2021 dan 2022, Oktober mencatatkan probabilitas kenaikan hingga 80 persen. Temuan ini mengisyaratkan adanya pola musiman pada kinerja saham BMRI.
Melihat data tersebut, Desember tidak selalu menjanjikan. Berbeda dengan ekspektasi umum bahwa akhir tahun menjadi periode yang baik untuk investasi, kinerja saham BMRI pada bulan Desember justru cukup bervariasi. Meskipun pada tahun 2020 dan 2022 Desember memberikan hasil yang positif, namun pada tahun 2021 dan 2019, bulan ini justru mencatat penurunan yang signifikan.
Return BMRI
Meskipun ada beberapa tahun di mana bulan Desember mengalami penurunan (seperti tahun 2021 dengan 5,70 persen), secara keseluruhan, BMRI sering kali menunjukkan kinerja yang baik di bulan Desember, dengan probabilitas naik sekitar 60-80 persen pada sebagian besar tahun.
Desember cenderung menjadi bulan yang menguntungkan bagi investor, terutama pada tahun-tahun seperti 2018, 2019, dan 2022, yang menunjukkan return yang signifikan dan positif di bulan ini.
Meskipun ada fluktuasi tahunan, kecenderungan umum adalah bahwa BMRI mengakhiri tahun dengan return positif pada bulan Desember.
Return TLKM
Selanjutnya adalah TLKM. Bulan Desember menunjukkan fluktuasi yang signifikan di antara tahun-tahun tersebut, dengan kinerja positif di tahun 2022 (5,05 persen) dan penurunan signifikan di 2021 (7,18 persen). Tahun 2023 berada di tengah-tengah dengan kinerja yang lebih moderat di 0,52 persen.
Desember sering menjadi bulan yang lebih baik bagi TLKM, dengan kecenderungan return positif pada 2020 dan 2019, tetapi tidak selalu menjamin kinerja yang konsisten setiap tahun.
Pergerakan return di bulan Desember mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti sentimen pasar, hasil akhir tahun perusahaan, serta potensi penyesuaian portofolio oleh investor.
Return ASII
Pada sebagian besar tahun (2019, 2020, 2022, 2023), Desember menunjukkan return positif. Di tahun 2020, return Desember sangat tinggi (13,68 persen), sementara di 2019 dan 2022 return-nya juga relatif kuat dengan masing-masing 6,54 persen dan 4,63 persen.
Namun, pada 2021, Desember menunjukkan kinerja negatif dengan penurunan sebesar negatif 1,30 persen. Meskipun ini adalah pengecualian, secara keseluruhan, Desember sering kali merupakan bulan yang lebih baik untuk saham ASII dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Secara keseluruhan, probabilitas kenaikan di bulan Desember dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa empat dari lima tahun menunjukkan hasil positif. Ini memberikan indikasi bahwa bulan Desember sering kali menjadi bulan yang baik untuk saham ASII, meskipun ada pengecualian pada 2021.
Jadi, apa yang dialami para emiten tersebut pada Desember? Singkatnya, bulan Desember cenderung memberikan peluang positif bagi sebagian besar saham unggulan itu, yang sejalan dengan performa LQ45. Tercatat, BBCA, BMRI, dan ASII, mengalami peningkatan, meskipun fluktuasi tetap ada, sedangkan saham seperti BBRI dan TLKM menunjukkan kinerja yang lebih bervariasi.
Peluang Window Dressing Tahun ini
Lalu, bagaimana dengan Desember 2024 ini? Senior Equity Research Analyst NH Korindo Sekuritas Indonesia Ezaridho Ibnutama memperkirakan bahwa peluang terjadinya window dressing tahun ini cukup kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk perubahan dalam mekanisme pasar saham Indonesia.
Apa artinya bagi investor? Jika window dressing tidak terjadi, maka kenaikan harga saham yang biasanya terjadi di akhir tahun mungkin tidak akan terjadi. Investor diimbau untuk lebih waspada terhadap potensi pergerakan pasar pada Desember kali ini. Bahkan, indikasi seperti Santa Claus Rally kemungkinan besar tidak akan hadir tahun ini karena sektor teknologi, consumer cyclicals, dan energi saat ini sedang berada dalam tren bearish atau diperkirakan akan mengalaminya.
“Jadi harga saham blue chip untuk adanya window dressing di akhir tahun, kemungkinan tidak akan terjadi dan kita tidak bisa, we cannot count, we cannot rely on brand untuk meningkatkan lagi,” kata dia kepada Kabarbursa.com, Selasa, 26 November 2024.
Ia juga menambahkan bahwa saat ini Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG lebih dipengaruhi oleh faktor free float dan kapitalisasi pasar (market cap), yang mencerminkan sentimen pasar secara lebih akurat. “Tidak cuma untuk waiting dalam market cap yang besar-besar saja,” imbuhnya.
Ezaridho pun menegaskan kembali, “Window dressing kemungkinan besar tidak terjadi tahun ini, seperti yang telah saya jelaskan. Bahkan, Januari 2025 mungkin akan melanjutkan tren penurunan. Namun, saya memprediksi Februari bisa menjadi periode dengan peluang untuk rebound.”
[caption id="attachment_102772" align="aligncenter" width="1466"] Seasonality Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode 2019-2023 (Foto: Stockbit)[/caption]
Saham Blue Chip Terkait Window Dressing
Lebih lanjut Ezaridho mengatakan prospek saham-saham blue chip untuk mengalami kenaikan akibat window dressing pada akhir tahun tampaknya sangat kecil. Beberapa sektor agresif, seperti IDX Technology, IDX Consumer Cyclicals, dan IDX Energy, menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Bahkan, sektor keuangan (IDX Finance) juga diperkirakan menghadapi tekanan downtrend.
"Dengan kondisi seperti ini, kita tidak bisa terlalu mengandalkan indikator teknikal maupun fundamental untuk memprediksi kenaikan saham blue chip melalui window dressing," ujar dia.
Pada 2024, IDX Technology mengalami fluktuasi signifikan, dengan kinerja terbaik tercatat pada September (17,57 persen), sedangkan penurunan tajam di Februari (10,18 persen) serta Maret (3,44 persen). Secara keseluruhan, sektor ini mencatatkan penurunan 5,87 persen sepanjang tahun.
Sektor IDX Consumer Cyclicals menunjukkan kinerja yang lebih bervariasi. Agustus menjadi bulan terbaik dengan pengembalian 20,41 persen, sementara Februari (1,27 persen) dan Maret (3,11 persen) mengalami penurunan. Namun, sektor ini tetap mencatatkan pengembalian positif sebesar 2,31 persen untuk tahun berjalan.
IDX Energy tampil lebih solid, dengan pengembalian yang signifikan, termasuk 8,63 persen pada Agustus dan 5,88 persen di Juli. Meski ada sedikit penurunan di November (2,35 persen), sektor ini mencatatkan rata-rata pengembalian tahunan yang luar biasa sebesar 27,99 persen.
Sementara itu, IDX Finance menghadapi tantangan berat, dengan penurunan terbesar terjadi pada April (6,28 persen) dan Mei (5,60 persen). Namun, sektor ini mampu mencatatkan pengembalian positif di bulan Juli (2,70 persen) dan Agustus (5,11 persen), meskipun rata-rata pengembalian tahun berjalan hanya 0,23 persen.
Melihat hal tersebut, Ezaridho menyebut Februari akan menjadi salah satu periode bahwa akan ada kesempatan saham-saham blue chip untuk memantul (rebound). "Soalnya di Februari memang mendekati Idulfitri dan lain-lain. Jadi that window of time Februari," pungkasnya. (*)
Hutama Prayoga, reporter KabarBursa.com, ikut berkontribusi pada tulisan ini.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.