KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo menjelaskan evaluasi terhadap kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi pada Juli mendatang. Tentunya, langkah ini diambil dengan pertimbangan secara matang.
“Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semuanya akan dilakukan lewat pertimbangan matang, karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak bisa memengaruhi harga, bisa memengaruhi semuanya,” ujar Jokowi dalam keterangannya yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Selasa 28 Mei 2024.
Ia menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi harga-harga lainnya dan, oleh karena itu, setiap langkah harus diperhitungkan dengan hati-hati.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk menahan kenaikan harga BBM hingga Juni 2024.
Keputusan ini didasarkan pada upaya menjaga stabilitas ekonomi dan meringankan beban masyarakat pasca pandemi. Namun, gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS telah membuat beban anggaran subsidi BBM meningkat.
Arifin menambahkan bahwa pemerintah ingin memastikan masyarakat tidak terbebani tambahan biaya di tengah pemulihan ekonomi yang masih berlangsung.
Dengan demikian, evaluasi menyeluruh akan dilakukan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya terkait harga BBM setelah periode penahanan kenaikan berakhir pada Juni 2024.
Penyesuaian Anggaran Subsidi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak naik hingga Juni 2024 setelah adanya konflik Iran-Israel.
“Sampai bulan Juni (BBM) tidak naik,” kata Airlangga kepada wartawan, di Jakarta, Selasa 16 April 2024.
Airlangga mengatakan, dalam satu-dua bulan ke depan pemerintah akan terus memonitor harga minyak dunia guna penyesuaian anggaran subsidi.
Kata dia, jika tidak ada eskalasi harga minyak diharapkan bisa flatten. Tetapi kalau ada eskalasi tentu akan berbeda.
Terkait stabilitas finansial dalam negeri, Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan keadaan finansial aman terkendali.
“Aman, pertumbuhan terjaga, inflasi terkendali, cadangan devisa aman, ekspor positif, apalagi harga nikel naik,” pungkasnya.
Konflik antara Iran-Israel beberapa waktu lalu dikhawatirkan berimbas pada kenaikan Harga bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, mengatakan Iran adalah negara produsen minyak terpenting di dunia. Akibat konflik yang terjadi kemarin, kata dia, harga minyak bisa menjadi lebih besar.
“Sehingga harga minyak saya rasa bisa mencapai USD100 per barel,” ujar Faisal kepada Kabar Bursa, Minggu 14 April 2024.
Faisal bilang, naiknya harga minyak tersebut bakal terdampak ke Indonesia karena keterbatasan dari APBN dalam hal mensubsidi BBM.
“Kemungkinan besar akan diikuti dengan penyesuaian harga minyak bersubsidi seperti pertalite dan solar,” ujar dia.
Pemangkasan Subsidi Energi
Pemerintah mengindikasikan kemungkinan pemangkasan subsidi energi sebesar Rp67,1 triliun pada tahun 2025, sebagaimana tercantum dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Pemangkasan ini diusulkan melalui berbagai langkah efisiensi, termasuk pengendalian subsidi elpiji, penerapan tarif adjustment untuk pelanggan listrik non-subsidi, dan pengendalian subsidi serta kompensasi bahan bakar minyak (BBM).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa potensi efisiensi ini tidak berarti pemangkasan anggaran subsidi energi akan dilakukan secara langsung.
“Ini masih berupa wacana awal,” ujar Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 27 Mei 2024.
Menurutnya, siklus perumusan APBN melibatkan berbagai tahap pembahasan dengan DPR. Oleh karena itu, efisiensi subsidi energi belum bersifat final dan masih akan dibahas lebih lanjut.
“Ini masih postur besar banget, nanti kita lihat dari pandangan fraksi-fraksi,” jelas Sri Mulyani. “Nanti kita makin pertajam posturnya, kita akan diskusikan di Badan Anggaran DPR RI, di situ kita kalibrasi lagi,” tambahnya.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa angka potensi efisiensi subsidi energi yang tertulis dalam KEM-PPKF merupakan hasil perhitungan berdasarkan asumsi APBN saat ini.
Potensi efisiensi tersebut dihitung dengan mempertimbangkan tidak adanya perubahan volume penyaluran subsidi energi, serta mempertahankan kurs rupiah dan harga minyak mentah.
“Itu bisa kita tetapkan, kita kira-kira, nanti kita lihat volumenya supaya tetap disiplin, enggak nambah, tapi ini masih sangat-sangat awal,” tutur Sri Mulyani.
Transformasi Subsidi dan Kompensasi
Dalam dokumen KEM-PPKF 2025, disebutkan bahwa transformasi subsidi dan kompensasi energi perlu terus didorong agar lebih tepat sasaran dan optimal. Subsidi dan kompensasi energi perlu didesain ulang untuk lebih menjangkau masyarakat miskin dan rentan.
Langkah kebijakan transformasi yang dapat diterapkan dalam jangka pendek meliputi pengendalian subsidi elpiji dengan menetapkan target sasaran penerima subsidi elpiji tabung 3 kg, yaitu rumah tangga desil pendapatan 1-7, usaha mikro, nelayan, dan petani sasaran.