KABARBURSA.COM - Teknologi manajemen rantai pasok alias SCM semakin diminati perusahaan di Indonesia karena bisa membuat cuan semakin besar. Menurut Jansen Jumino, Chief Business Officer (CBO) Mekari, perusahaan software as a service (SaaS) peningkatan cuan ini didapat dari pengendalian biaya operasional, meminimalisasi efek dari ketidakstabilan pasar, dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan cepat.
"Tren digitalisasi rantai pasok di tingkat global semakin luas, karena teknologi terbukti memperkuat kemampuan perusahaan untuk mengontrol dan mengamati proses di setiap titik rantai pasok," kata Jansen, Jumat, 14 Juni 2024.
Penggunaan teknologi SCM semakin menunjukkan dampak positif yang signifikan bagi perusahaan di berbagai sektor. Teknologi SCM membantu perusahaan mengelola rantai pasok dengan lebih efisien, meningkatkan produktivitas, serta mengurangi biaya operasional.
Supply Chain Management (SCM) adalah pendekatan strategis untuk mengelola aliran barang, informasi, dan uang dari pemasok ke pelanggan akhir. Dengan kemajuan teknologi, SCM telah berkembang menjadi sistem yang lebih canggih dan terintegrasi, memungkinkan perusahaan untuk merespons permintaan pasar dengan lebih cepat dan akurat.
Menurut laporan terbaru dari Asosiasi Logistik Indonesia, penerapan teknologi SCM mampu meningkatkan efisiensi operasional hingga 30 persen dan mengurangi biaya operasional hingga 20 persen. Hal ini disebabkan oleh kemampuan teknologi SCM dalam mengotomatisasi proses manual, mengurangi kesalahan, serta meningkatkan visibilitas dan transparansi dalam rantai pasok.
Tidak hanya itu, teknologi SCM juga memberikan keuntungan dalam hal pelacakan dan pelaporan. Dengan sistem yang terintegrasi, perusahaan dapat memantau pergerakan barang secara real-time, mengidentifikasi potensi masalah lebih awal, serta mengambil tindakan korektif dengan cepat.
Selain meningkatkan efisiensi internal, teknologi SCM juga berdampak positif pada hubungan perusahaan dengan pemasok dan pelanggan. Dengan visibilitas yang lebih baik dalam rantai pasok, perusahaan dapat membangun kerjasama yang lebih erat dengan pemasok, memastikan kualitas bahan baku, serta meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pengiriman yang tepat waktu.
Dalam sektor ritel, penerapan teknologi SCM juga menunjukkan hasil yang mengesankan. PT ABC, sebuah perusahaan ritel besar di Indonesia, melaporkan peningkatan penjualan sebesar 15 persen setelah mengimplementasikan sistem SCM yang terintegrasi dengan manajemen persediaan dan analisis data pelanggan.
Namun, penerapan teknologi SCM bukan tanpa tantangan. Investasi awal yang besar, perubahan budaya organisasi, dan kebutuhan akan pelatihan bagi karyawan merupakan beberapa hambatan yang perlu diatasi. Meski demikian, manfaat jangka panjang yang diperoleh dari teknologi SCM jauh lebih besar dibandingkan dengan tantangan tersebut.
Dari laporan dan studi kasus yang ada, jelas bahwa teknologi SCM memiliki potensi besar untuk meningkatkan keuntungan dan daya saing perusahaan. Dengan terus berkembangnya teknologi dan inovasi di bidang SCM, perusahaan yang cepat beradaptasi dan mengintegrasikan teknologi ini dalam operasional mereka akan memiliki keunggulan kompetitif di pasar yang semakin dinamis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teknologi SCM merupakan investasi strategis yang menguntungkan bagi perusahaan. Dalam era digital ini, penerapan teknologi SCM bukan lagi sebuah pilihan, melainkan kebutuhan untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan global.
Diketahui, perusahaan yang memanfaatkan solusi SCM berbasis awan untuk mengelola rantai pasok, dengan mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 45 persen, tentunya lebih tinggi dibandung sebelum menggunakan teknologi ini.
Begitu pula dengan kenaikan biaya produksi dan logistik, di mana perusahaan-perusahaan dapat menekannya hingga 43 persen. Mereka juga bisa mencegah dampak lingkungan dari aktivitas rantai pasok sebesar 37 persen, serta memitigasi dampak dari disrupsi eksternal, seperti keterlambatan dan kekurangan pasokan sebesar 36 persen.
Mayoritas perusahaan saat ini berada dalam tahap adopsi teknologi untuk mengotomatisasi proses utama di rantai pasok. Hanya sekitar enam persen perusahaan yang telah maju ke tahap berikutnya, yaitu menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mengelola rantai pasok mereka. Namun, tren ini diprediksi akan berubah dalam beberapa tahun ke depan.
“Sebanyak 43 persen dari perusahaan yang belum menggunakan AI saat ini berencana untuk mengadopsi teknologi tersebut dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Ini berarti bahwa potensi transformasi digital, baik di tahap otomatisasi maupun di tahap pengimplementasian AI, masih sangat luas,” ungkap Jansen.
DIa menambahkan bahwa tren digitalisasi manajemen rantai pasok akan terus bertumbuh karena transformasi digital telah menjadi bagian dari perencanaan strategi jangka panjang di berbagai perusahaan. Kehadiran AI membuka peluang baru bagi perusahaan untuk mendongkrak bisnis dengan teknologi.
“Perusahaan-perusahaan di Indonesia harus mulai mempersiapkan diri untuk bisa menggunakan teknologi masa depan,” lanjut Jansen.
Bagi perusahaan yang masih menggunakan metode konvensional, fokus transformasi digital harus dititikberatkan pada pengadopsian solusi digital yang akan mengotomatisasi proses-proses bisnis dasar. Langkah ini penting untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kesalahan dalam operasional sehari-hari.
Sementara itu, bagi perusahaan yang sudah lebih maju karena telah memanfaatkan solusi digital, tugas berikutnya adalah memperdalam pemanfaatan solusi yang ada untuk mengotomatisasi pengelolaan data. Hal ini akan memberikan fondasi yang kuat untuk penerapan AI di masa depan.
“Perjalanan menuju adopsi AI memang panjang dan bertahap, namun semua diawali oleh digitalisasi data dan proses untuk meningkatkan visibilitas. Setelah itu, otomatisasi terus dijalankan agar perusahaan dapat memanfaatkan AI di masa depan,” tutup Jansen.
Dengan demikian, langkah pertama dalam transformasi digital adalah memastikan bahwa data dan proses telah terdigitalisasi dengan baik. Setelah mencapai visibilitas yang baik, perusahaan dapat melanjutkan ke tahap otomatisasi dan akhirnya menuju adopsi AI. Transformasi ini diharapkan dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Transformasi digital tidak hanya tentang adopsi teknologi terbaru, tetapi juga tentang mengubah cara kerja dan budaya organisasi. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mempersiapkan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai agar dapat memanfaatkan teknologi secara optimal. Dengan strategi yang tepat, perusahaan di Indonesia dapat meraih manfaat besar dari digitalisasi dan AI dalam manajemen rantai pasok mereka.(*)