KABARBURSA.COM – Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang bangkit pekan ini, 15 hingga 19 September 2025. Kombinasi katalis global dan domestik diprediksi mendorong laju indeks menembus resistance 8.000 dengan support di 7.650.
Hari mengatakan tekanan tajam pada awal pekan lalu akibat reshuffle Menkeu yang sempat membuat IHSG terkoreksi -3,53 persen dan memicu capital outflow asing hingga Rp6 triliun kini berbalik arah seiring munculnya stimulus pemerintah dan ekspektasi kebijakan The Fed yang lebih dovish.
Ia mengungkapkan peluang masuknya modal asing kembali ke pasar emerging market semakin besar setelah data ketenagakerjaan Amerika Serikat melemah.
“Keputusan suku bunga The Fed yang berpotensi lebih dovish setelah data ketenagakerjaan melemah membuka peluang arus modal masuk kembali ke emerging market serta menjaga momentum penguatan harga emas sebagai salah satu sektor defensif pilihan investor. Jika suku bunga US dipangkas kemungkinan USD akan melemah dan membuat harga emas semakin naik,” kata Hari melalui keterangan resmi yang diterima KabarBursa.com pada Senin, 15 September 2025.
Dari dalam negeri, fokus investor tertuju pada kebijakan Kementerian Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa yang menempatkan dana pemerintah SAL sebesar Rp200 triliun di bank-bank BUMN. Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing memperoleh Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, serta BSI Rp10 triliun. Dana tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito on call berbunga sekitar 4 persen dengan tenor enam bulan. Skema tersebut diklaim ditujukan memperkuat likuiditas perbankan dan mendorong kredit sektor riil.
“Meski kebijakan ini positif bagi likuiditas dan pertumbuhan ekonomi, pasar tetap mencermati tekanan outflow asing dan stabilitas rupiah,” tambah Hari.
Pemerintah juga meluncurkan program magang berbayar enam bulan bagi fresh graduate mulai kuartal IV-2025 untuk menjembatani pendidikan dengan kebutuhan industri.
“Kombinasi sentimen global dan domestik ini memperbesar peluang penguatan IHSG pekan ini,” ucapnya Hari.
IHSG pekan lalu sempat rebound +2,49 persen setelah terkoreksi dalam. Sepanjang pekan, indeks hanya turun -0,17 persen. Hari menekankan sektor-sektor seperti emas, perbankan, hingga real estate berpotensi jadi fokus pelaku pasar. “Bagi pasar negara berkembang termasuk Indonesia, dinamika ini penting dicermati karena mempengaruhi arus modal global dan sentimen investor. Aset safe haven seperti emas dan saham di sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga seperti perbankan hingga real estate diperkirakan akan mendapat perhatian lebih,” katanya.
Di tengah situasi seperti ini Hari merekomendasikan sektor perbankan, saham BTN (BBTN) dinilai menarik setelah menguat 4 persen pada perdagangan Jumat lalu dengan potensi buy di level 1.410, target price 1.545, dan stop loss 1.350. Kebijakan penempatan dana Rp200 triliun pemerintah di bank-bank BUMN diyakini akan menjadi katalis positif bagi kinerja saham perbankan, termasuk BBTN yang sedang berada dalam tren kenaikan.
Selain itu untuk sektor emas, saham MDKA diproyeksikan melanjutkan tren penguatan sejalan kenaikan harga emas global dan rencana IPO anak usahanya EMAS. Potensi buy berada di 2.530 dengan target price 2.910 dan stop loss 2.390. Sementara di sektor real estate, BSDE dinilai berpeluang menguat seiring akses pendanaan yang lebih luas akibat kebijakan pemerintah. Investor dapat mempertimbangkan buy di level 1.095, target price 1.235 dan stop loss 1.035. BSDE juga mengalokasikan belanja modal sebesar Rp3 hingga 4 triliun sepanjang 2025, dengan realisasi Rp2,2 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Bagi investor yang mencari diversifikasi lewat instrumen kolektif. Produk yang fokus pada saham-saham BUMN ini mencatatkan return year-to-date +13,29 persen dan diperkirakan mendapat dorongan positif dari kebijakan pemerintah yang menitikberatkan pada penguatan aktivitas ekonomi nasional.
Dengan beragam katalis positif, pekan ini diperkirakan menjadi momentum kebangkitan IHSG sekaligus peluang bagi investor memanfaatkan sentimen dovish The Fed dan stimulus domestik untuk memperkuat portofolio mereka. (*)
 
      