Logo
>

Tiga Saham IDX30 Lesu, Cocok Buat Strategi Sell in May?

Saham-saham ini bisa menjadi kandidat buat investor yang ingin menerapkan strategi jual di bulan Mei. Apa saja?

Ditulis oleh Yunila Wati
Tiga Saham IDX30 Lesu, Cocok Buat Strategi Sell in May?
Ilustrasi. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - Strategi investasi "Sell in May and Go Away" kembali jadi bahan obrolan hangat di kalangan pelaku pasar, apalagi saat kita melihat data kinerja saham hingga April 2025. 

Strategi ini menyarankan investor untuk melepas saham-saham yang cenderung loyo saat memasuki musim panas dan kembali masuk pasar di akhir tahun.

Nah, dari daftar 30 saham unggulan di indeks IDX30, ada tiga nama besar yang mencuri perhatian karena performanya kurang memuaskan sejak awal tahun. 

Saham-saham ini bisa menjadi kandidat buat investor yang ingin menerapkan strategi jual di bulan Mei. Apa saja?

1. Bank Jago (ARTO) - Saham Bank Digital yang Lagi Diuji

Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) kembali mencuri perhatian para pelaku pasar. Setelah sempat menjadi primadona di era booming bank digital, performa saham ARTO dalam beberapa waktu terakhir tampaknya sedang mengalami fase penuh tantangan. 

Namun, seperti pepatah di pasar saham: yang naik bisa turun, dan yang turun bisa saja bangkit lagi. Jadi, apakah ARTO masih layak dipertahankan, atau saatnya ambil ancang-ancang?

Mari kita bedah bersama pergerakan saham ARTO secara lebih menyeluruh.

Sumber: Stockbit
Pada perdagangan terakhir, harga saham ARTO ditutup di level Rp1.895, naik 2,43 persen dari hari sebelumnya. Ini bisa jadi sinyal teknikal jangka pendek yang menarik, tapi jika kita tarik garis waktu lebih panjang, performanya masih menunjukkan gejala fluktuatif yang perlu diwaspadai.

Sejak awal tahun 2025, harga saham ARTO telah mencatatkan penurunan sebesar 22,02 persen year-to-date. Angka ini cukup mencolok dan mengindikasikan bahwa investor masih belum sepenuhnya optimis terhadap prospek jangka pendek bank digital ini. 

Bahkan jika dilihat dalam rentang waktu 6 bulan ke belakang, ARTO sudah melemah hingga 32,32 persen, menunjukkan tren penurunan yang cukup tajam. 

Penyebab utamanya tentu berkaitan dengan perubahan sentimen terhadap saham teknologi dan bank digital secara global, termasuk penyesuaian suku bunga serta ketatnya persaingan sektor fintech di Indonesia.

Namun menariknya, dalam 1 bulan terakhir justru terjadi lonjakan signifikan, di mana saham ARTO naik 29,35 persen. Ini bisa diartikan sebagai potensi teknikal rebound atau koreksi sehat setelah penurunan panjang sebelumnya. 

Pergerakan tajam dalam waktu singkat ini patut dicermati, karena bisa menjadi sinyal adanya minat beli dari investor jangka pendek yang ingin memanfaatkan momentum.

Jika melihat data historis lebih dalam, selama 1 tahun terakhir ARTO masih mencatatkan kinerja negatif sebesar -8,01 persen, dan dalam 3 tahun terakhir, penurunannya cukup drastis yaitu mencapai -83,73 persen. 

Namun jika dilihat dalam horizon yang lebih panjang, yakni 5 tahun terakhir, saham ARTO masih memberikan return positif sebesar 162,47 persen. Artinya, bagi investor awal yang masuk saat valuasinya masih rendah, ARTO tetap menyisakan keuntungan yang signifikan meski jalannya terjal.

Secara teknikal, harga ARTO saat ini masih jauh dari level tertingginya di 52 minggu terakhir yaitu Rp3.220, dan lebih dekat ke titik terendahnya yaitu Rp1.225. Ini menunjukkan bahwa saham ini sedang berada di zona bawah, yang sering kali dianggap sebagai “harga diskon” oleh sebagian investor. 

Namun tentu saja, diskon tidak selalu berarti murah secara fundamental — terutama jika belum ada perbaikan signifikan dalam kinerja perusahaan atau prospek industrinya.

Dari sisi aktivitas transaksi, saham ARTO juga terbilang aktif dengan volume sebesar 91.990 lot, nilai transaksi Rp17,1 miliar, dan frekuensi perdagangan lebih dari 2.100 kali. 

Menariknya, data foreign flow menunjukkan minat investor asing masih cukup besar, dengan foreign buy mencapai Rp9,7 miliar, sementara foreign sell hanya Rp1,9 miliar. Ini bisa menjadi sinyal awal bahwa investor besar mulai kembali melirik saham ini.

Jadi, bagaimana kesimpulannya? Saham ARTO memang sedang berada di persimpangan jalan. Setelah mengalami tekanan selama beberapa bulan terakhir, sinyal teknikal jangka pendek mulai menunjukkan tanda pemulihan. 

Namun secara fundamental, tantangan tetap ada, terutama terkait profitabilitas, pertumbuhan aset, dan persaingan di sektor digital banking yang semakin ketat.

Bagi kamu yang mempertimbangkan strategi "Sell in May and Go Away", ARTO bisa jadi salah satu kandidat yang patut dipantau. 

Dengan volatilitas tinggi dan tren yang masih belum sepenuhnya pulih, menjual sementara di bulan Mei bisa menjadi langkah taktis sambil menunggu sentimen membaik. Tapi tentu saja, semua kembali pada strategi dan profil risiko masing-masing investor.

2. Merdeka Copper Gold (MDKA) - Terjebak Volatilitas Harga Komoditas

Saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) kembali jadi buah bibir di kalangan investor, terutama mereka yang rajin berburu peluang dari sektor pertambangan logam mulia. 

MDKA dikenal sebagai salah satu emiten tambang emas dan tembaga terkemuka di Indonesia, dan tak jarang menjadi incaran karena pergerakan harganya yang tajam—baik naik maupun turun.

Sumber: Stockbit
Saat ini, harga saham MDKA berada di level Rp1.690, naik tipis 1,20 persen dalam sehari terakhir. Sekilas terlihat tenang, tetapi jika kita tarik garis pergerakan harga dalam berbagai periode waktu, MDKA ternyata menyimpan kisah volatilitas yang cukup ekstrem.

Dalam sepekan terakhir, saham ini mencatat kenaikan sekitar 3,68 persen, memperlihatkan bahwa ada sedikit sentimen positif jangka pendek yang mulai masuk. 

Namun lonjakan paling mencolok terjadi dalam sebulan terakhir, di mana saham MDKA melonjak hingga 38,52 persen. Ini bukan angka main-main dan cukup untuk menarik perhatian trader momentum yang ingin memanfaatkan reli cepat.

Tapi jangan buru-buru terbawa euforia. Bila melihat kinerjanya dalam rentang waktu yang lebih panjang, yaitu enam bulan terakhir, MDKA justru turun 27,16 persen. 

Artinya, meski bulan ini tampak kuat, saham ini sedang dalam fase recovery dari penurunan yang cukup dalam. Bahkan jika ditarik dari puncak tertingginya dalam 52 minggu terakhir, yaitu Rp2.970, harga saat ini masih jauh tertinggal. 

Saham ini sempat jatuh hingga titik terendah di Rp1.040, menjadikannya salah satu saham tambang dengan ayunan harga paling tajam.

Untuk kamu yang suka data, sejak awal tahun 2025 (YTD), saham MDKA mengalami kenaikan sekitar 5,96 persen. Ini adalah angka yang cukup sehat, meski belum terlalu mengesankan jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang mulai rebound lebih cepat. 

Tapi bagi sebagian investor yang melihat potensi jangka panjang, pergerakan naik ini bisa menjadi sinyal awal bahwa MDKA sedang menuju fase konsolidasi yang sehat.

Satu hal yang menarik, MDKA saat ini belum memiliki rasio P/E (price to earnings) karena kemungkinan masih mencatatkan rugi bersih atau belum menghasilkan laba bersih yang signifikan. 

Selain itu, tidak ada dividen yang dibagikan, yang menjadikan saham ini kurang menarik bagi investor yang mencari pendapatan pasif. Artinya, MDKA lebih cocok untuk kamu yang berorientasi pada capital gain dan siap menghadapi volatilitas tinggi.

Dengan kapitalisasi pasar mencapai lebih dari Rp40 triliun, MDKA tetap menjadi salah satu saham tambang papan atas di Bursa Efek Indonesia. 

Kombinasi antara eksposur terhadap logam mulia dan proyek-proyek ekspansi di sektor hilirisasi tambang menjadikan saham ini sangat sensitif terhadap sentimen global—baik dari sisi harga komoditas, kebijakan suku bunga, maupun geopolitik dunia.

Jadi, apakah MDKA masih layak dikoleksi? Jika kamu adalah tipe investor yang siap menghadapi naik-turunnya harga saham dan melihat potensi jangka menengah hingga panjang, MDKA bisa menjadi kandidat menarik.

 Namun untuk kamu yang tidak nyaman dengan pergerakan liar dan lebih mengutamakan stabilitas, saham ini mungkin terlalu menantang.

Bagi mereka yang menerapkan strategi "Sell in May and Go Away", MDKA bisa dipertimbangkan sebagai saham yang dijual sementara. 

Mengingat karakteristiknya yang sangat responsif terhadap perubahan sentimen global dan rawan koreksi teknikal, keluar di bulan Mei bisa jadi langkah taktis untuk mengamankan keuntungan.

Namun seperti biasa, semua kembali pada strategi pribadi dan tingkat toleransi risiko masing-masing. MDKA adalah saham yang bisa sangat menguntungkan dalam kondisi pasar yang mendukung, tapi juga bisa menyulitkan jika pasar sedang dalam tekanan. 

Maka penting untuk terus mengikuti perkembangan harga komoditas global, laporan keuangan perusahaan, dan prospek jangka panjangnya.

3. GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) — Teknologi yang Masih Mencari Arah

Saham GOTO, yang merupakan gabungan dari dua raksasa digital Indonesia—Gojek dan Tokopedia—terus jadi perbincangan hangat di kalangan investor ritel. 

Sebagai pemain besar di sektor teknologi, kinerja saham GOTO kerap kali jadi cerminan bagaimana sentimen investor terhadap sektor digital di Indonesia. 

Sumber: Stockbit
Harga sahamnya saat ini berada di level Rp82, turun tipis 3,53 persen dalam sehari, menandai pelemahan jangka pendek yang cukup terasa di tengah volatilitas pasar.

Dalam jangka waktu satu minggu terakhir, saham GOTO turun sekitar 2,38 persen, sedangkan dalam rentang satu bulan juga mencatatkan penurunan 1,20 persen. 

Ini menunjukkan bahwa meskipun tekanan jual masih terasa, pelemahannya cenderung moderat dan tidak terjun bebas seperti di masa-masa sebelumnya. 

Yang cukup mengejutkan adalah kinerja dalam enam bulan terakhir: GOTO justru berhasil mencetak kenaikan sebesar 20,59 persen, yang disusul dengan performa tahunan yang juga positif, yakni 30,16 persen. Ini menjadi sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap masa depan GOTO perlahan mulai pulih.

Namun jangan lupakan cerita masa lalu. Dalam tiga tahun terakhir, harga saham GOTO tercatat anjlok 69,85 persen, menjadikannya salah satu saham teknologi yang sempat mengalami koreksi besar-besaran pasca-IPO. 

Tapi, seperti layaknya perusahaan teknologi yang masih dalam fase pengembangan dan penyesuaian model bisnis, fase ini bisa dimaklumi oleh investor yang mengincar potensi jangka panjang. 

Setidaknya, dalam tahun berjalan 2025 ini (YTD), GOTO telah tumbuh sekitar 17,14 persen, menambah alasan bagi sebagian investor untuk mulai melirik kembali saham ini.

Dari sisi volume dan transaksi, GOTO masih tergolong sangat likuid. Dengan lebih dari 26 juta lot ditransaksikan dan nilai perdagangan harian mencapai Rp218,5 miliar, ini menjadi bukti bahwa minat terhadap saham ini masih tinggi. 

Bahkan, aliran dana asing juga cukup aktif, dengan foreign buy sebesar Rp128,6 miliar dan foreign sell Rp115,5 miliar, menunjukkan bahwa investor institusi masih berada dalam radar pergerakan saham ini.

Harga tertinggi GOTO dalam 52 minggu terakhir berada di angka Rp89, sementara level terendahnya di Rp50. Ini artinya, saat ini GOTO masih berada dalam kisaran menengah yang bisa jadi area konsolidasi sebelum bergerak lebih tinggi—atau bisa juga menjadi jebakan jika sentimen pasar memburuk.

Secara umum, saham GOTO sedang berada dalam masa transisi. Di satu sisi, ada momentum positif yang menunjukkan pemulihan. Tapi di sisi lain, investor masih menunggu realisasi nyata dari potensi bisnis yang terus dijanjikan. 

Profitabilitas dan efisiensi operasional masih menjadi sorotan utama, dan selagi itu belum tercapai secara konsisten, pergerakan sahamnya akan tetap fluktuatif.

Bagi kamu yang tertarik menerapkan strategi "Sell in May and Go Away", GOTO bisa jadi salah satu kandidat untuk dipertimbangkan. Setelah mencatat kenaikan signifikan dalam beberapa bulan terakhir, ada kemungkinan terjadi aksi ambil untung di bulan Mei yang dapat menekan harga. 

Namun bagi investor jangka panjang yang percaya pada potensi transformasi ekonomi digital Indonesia, GOTO tetap menyimpan prospek cerah jika perusahaan berhasil membuktikan kinerjanya ke depan.

Saatnya Evaluasi Portofolio Jelang Musim Panas?

Strategi "Sell in May and Go Away" bukan sekadar mitos musiman. Dalam kondisi seperti awal tahun 2025 ini, ada benarnya juga untuk menghindari saham-saham yang sedang tidak prima. 

ARTO, MDKA, dan GOTO adalah contoh nyata saham IDX30 yang mengalami tekanan cukup besar dan bisa menjadi kandidat untuk dijual sementara waktu.

Namun perlu diingat, strategi ini bukan jaminan mutlak. Pastikan kamu mempertimbangkan tujuan investasi, profil risiko, dan pantau terus perkembangan pasar. Kalau kamu ragu, diskusikan dengan analis atau penasihat keuangan.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79