KABARBURSA.COM – Di tengah besarnya volume ekspor yang mencapai 95 persen, PT Timah Tbk (TINS) terus berupaya memperkuat pasar domestik agar produk timah dan turunannya lebih banyak dimanfaatkan oleh industri nasional. Saat ini, penyerapan timah di dalam negeri baru mencapai sekitar 5 persen, menunjukkan masih terbatasnya penggunaan timah oleh sektor industri di Indonesia.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk, Rendi Kurniawan, menjelaskan bahwa rendahnya proporsi pasar domestik bukan karena keterbatasan pasokan, melainkan karena belum berkembangnya kebutuhan industri dalam negeri terhadap produk timah.
“Ini sebenarnya persoalan supply dan demand. Kalau kebutuhan di dalam negeri meningkat, kami siap menyesuaikan. Mau 10 persen atau 20 persen untuk pasar domestik, bisa saja selama demand-nya ada,” ujar Rendi di Tins Boutique Resto, Kepulauan Bangka Belitung pada Sabtu, 18 Oktober 2025 malam.
Menurutnya, kemampuan PT Timah untuk memasok pasar lokal sudah sangat memadai. Namun, yang perlu diperhatikan adalah kesiapan sektor hilir untuk menyerap hasil produksi tersebut. Ia menilai, kunci utama peningkatan konsumsi domestik terletak pada berkembangnya investasi industri manufaktur yang menggunakan bahan baku timah.
“Penggunaan produk timah di Indonesia perlu diperbanyak lagi. Ini berkaitan dengan investasi dan pertumbuhan sektor industri. Kalau industrinya tumbuh, demand-nya tinggi, kami pasti mampu untuk melakukan supply di dalam negeri,” ujar Rendi.
PT Timah sendiri terus berupaya mencari peluang agar produk logam dan turunannya bisa lebih banyak digunakan oleh industri nasional. Perusahaan juga membuka ruang kerja sama dengan pelaku industri yang berpotensi menggunakan bahan baku timah, termasuk sektor elektronik, otomotif, dan kimia.
Sementara itu, Direktur PT Timah Industri, Ria Wardhani Pawan, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab rendahnya serapan timah di dalam negeri adalah karena masih terbatasnya industri yang menggunakan produk turunan berbasis timah, seperti tin chemical atau tin stabilizer.
“Untuk produk tin chemical, terutama tin stabilizer, penggunaannya di Indonesia masih kecil, hanya sekitar 15 persen dari total kebutuhan PVC. Saat ini mayoritas penggunaannya ada di shrink film, seperti label botol minuman atau kemasan baterai,” kata Ria ditemui di PT Timah Industri, Cilegon, Jawa Barat pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Menurut Ria, tantangan terbesar terletak pada banyaknya substitusi bahan stabilizer lain yang lebih murah seperti timbal (lead), kalsium zinc, atau kalsium barium. Harga tin stabilizer yang relatif lebih tinggi menjadi salah satu faktor pembatas.
“Tin stabilizer memang lebih mahal karena mengandung logam timah. Mayoritas pabrikan PVC di Indonesia masih menggunakan stabilizer berbasis timbal atau kalsium zinc karena harganya lebih murah,” kata Ria.
Meski demikian, PT Timah Industri tidak tinggal diam. Perusahaan telah menggencarkan inisiatif untuk memperluas penggunaan produk ramah lingkungan di dalam negeri dengan menggandeng sejumlah pelaku industri, termasuk produsen pipa air minum.
“Kami sudah mengajak beberapa pabrikan pipa air minum untuk mulai menggunakan stabilizer bebas timbal. Kami juga berharap produk tersebut nantinya bisa menjadi bagian dari Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga industri pipa air minum diwajibkan menggunakan stabilizer yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Ria menjelaskan, dari total penyerapan domestik yang hanya 5 persen, sektor-sektor pengguna timah di Indonesia meliputi industri shrink film, kemasan, elektronik, dan otomotif.
“Untuk tin chemical, penggunaannya banyak di shrink film, label botol, dan kemasan baterai. Sementara untuk produk solder, lebih banyak diserap oleh industri elektronik dan otomotif,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa peningkatan konsumsi domestik terhadap produk timah sangat penting untuk memperkuat ketahanan industri nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap ekspor. Selain itu, penggunaan timah dalam negeri juga dapat mendorong rantai nilai yang lebih panjang serta membuka peluang investasi baru di sektor hilir.
Ria optimistis, dengan dukungan regulasi pemerintah yang mendorong penggunaan bahan baku ramah lingkungan dan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri, potensi pasar domestik untuk produk berbasis timah akan terus tumbuh.
“Kalau ke depan industri dalam negeri beralih ke bahan baku bebas timbal dan lebih berorientasi pada lingkungan, tentu peluang penyerapan timah di Indonesia akan semakin besar,” katanya.
Melalui langkah-langkah tersebut, PT Timah dan anak usahanya berkomitmen untuk terus memperluas pemanfaatan produk timah di dalam negeri, sejalan dengan agenda hilirisasi mineral nasional yang mendorong peningkatan nilai tambah serta kemandirian industri berbasis sumber daya alam Indonesia.
Menurut laporan Indonesia Tin Exporters Association, ekspor timah olahan Indonesia atau nasional diperkirakan akan mencapai 53.000 metrik ton pada tahun 2025. Sementara dari angka itu, pada 2024 TINS berkontribusi menjual logam timah sebesar 17.507 metrik ton.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.