KABARBURSA.COM - Komitmen pemerintah terkait transisi energi menuai kritik dari Institute for Essential Services Reform (IESR), terutama terkait target bauran energi baru dan terbarukan (EBT).
Dewan Energi Nasional (DEN) tengah merancang pemutakhiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Revisi target bauran EBT pada 2025 turun menjadi 17-19 persen, dan pada 2030 menjadi 19-21 persen. Sementara target EBT pada 2050 ditingkatkan dari 30 persen menjadi 58-61 persen, dan pada 2060 menjadi 70-72 persen.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menyatakan bahwa periode 2025-2030 seharusnya menjadi tonggak penting bagi transisi energi, memastikan Indonesia mencapai target energi terbarukan lebih dari 40 persen dan mencapai puncak emisi sektor energi pada 2030.
Pengertian transisi energi mengacu pada perubahan sistematis dari satu sumber energi ke sumber energi yang berbeda. Ini mencakup pergeseran dari sumber energi konvensional yang tidak terbarukan, seperti bahan bakar fosil, ke sumber energi yang lebih bersih, terbarukan, dan berkelanjutan, seperti energi matahari, angin, hidro, dan biomassa.
Diskusi tentang transisi energi semakin mendapat fokus di tingkat internasional melalui forum-forum seperti Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan perjanjian global seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris.
Tujuan transisi energi mencakup peningkatan efisiensi energi untuk menciptakan sistem energi yang lebih efisien, akses energi universal untuk mendukung pembangunan ekonomi dan sosial, dan mendorong inovasi teknologi seperti penyimpanan energi, jaringan listrik pintar, dan teknologi energi terbarukan yang lebih efisien.
Meskipun transisi energi menuju sumber daya yang lebih bersih dan berkelanjutan adalah tujuan yang diinginkan, beberapa hambatan melibatkan ketergantungan pada bahan bakar fosil, biaya investasi awal yang tinggi, ketidakpastian kebijakan, tantangan penyimpanan energi, isu teknologi dan inovasi, ketidaksetaraan akses dan pengaruh ekonomi, perlawanan sosial dan politik, serta kurangnya kesadaran dan pendidikan.
Untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan kerja sama yang terkoordinasi antara pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan sektor pendidikan. Kesadaran publik dan edukasi juga menjadi faktor kunci dalam mendukung transisi energi yang sukses.