Logo
>

Turis Asing Nilai Indonesia Bukan Destinasi untuk Belanja: kenapa?

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Turis Asing Nilai Indonesia Bukan Destinasi untuk Belanja: kenapa?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi oleh bisnis ritel dan industri dalam negeri saat ini, terutama untuk ritel kelas bawah.

    Kesulitan ini disebabkan oleh banyaknya barang impor ilegal yang masuk dengan harga murah, yang berdampak negatif pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lokal.

    "impor ilegal ini mematikan UKM, pasti, karena indonesia bagus, daya belinya masih ada," katanya kepada Kabar Bursa, dikutip, Jakarta, Rabu 11 Maret 2024

    Barang-barang impor tersebut pun tidak memenuhi ketentuan keamanan, merugikan negara dan merusak kompetisi dengan pelaku usaha yang jujur karena tidak membayar pajak.

    "karena pasarnya bagus seharusnya ada pencegahan terhadap barang-barang yang tidak berizin ilegal, tidak bayar pajak,"

    Budihardjo menjelaskan bahwa Hippindo mencakup berbagai kategori ritel, mulai dari kelas bawah hingga atas. Namun, semua kategori ini terimbas oleh masalah impor ilegal.

    "Pemerintah memang berusaha keras untuk membendung ini tapi terimbasnya yang sudah resmi yang buka toko bahkan yang di mal sampai bisa stop atau bisa tidak buka kalo semua nya di press(tekan) atau di sama ratakan," jelas dia.

    Budihardjo juga menyoroti dampak negatif terhadap citra Indonesia sebagai destinasi belanja. Menurutnya, penduduk lokal sering merasa bahwa harga barang di Indonesia 30 persen lebih mahal dibandingkan dengan luar negeri, sehingga banyak yang memilih berbelanja ke luar negeri.

    Turis asing pun menilai Indonesia bukan tempat belanja yang menarik karena harga yang dianggap mahal. Kata dia, para turis sering berkomentar bahwa Indonesia tidak dianggap sebagai destinasi belanja yang layak karena harganya mahal.

    "komentar turis asing tuh indonesia nih its not destination for shopping, mahal nih," terangnya.

    Karena itu dia mengatakan 'Program Belanja Indonesia' yang baru baru ini di launching menjadi solusi agar peredaran uang lebih intens terjadi di dalam negeri. "Ini baru di inisiasi akan kita laporkan dulu ke beberapa menteri untuk dijadikan program," tambahnya.

    Adapun, program tersebut direncanakan untuk memperkuat perdagangan dalam negeri, sekaligus dia mengatakan hippindo tidak hanya menginisiasikan program belanja di Indonesia saja namun juga program berwisata di Indonesia.

    "Agar orang tidak keluar negeri sehingga uang yang beredar di dalam negeri saja," terangnya.

    Sejarah Perkembangan Bisnis Ritel

    Budihardjo Iduansjah menceritakan bagaimana perkembangan bisnis sektor ritel di Indonesia. Katanya, dari yang hanya dianggap bisnis sederhana menjadi industri besar.

    “Awalnya kami sebagai supplier, ya ke Mal Matahari, Ramayana, dan lainnya yang ada di Indonesia,” kata Budihardjo kepada Kabar Bursa, Senin, 9 September 2024.

    Namun, dalam perjalanannya, para supplier menyadari ada potensi besar yang bisa mereka raih jika terjun langsung ke dunia ritel. Jika sebelumnya menjadi supplier, kini memiliki toko sendiri di pusat perbelanjaan.

    “Dulu, kami melihat bagaimana merek-merek seperti Hammer dan Executive yang awalnya hanya supplier, akhirnya membuka toko sendiri di mal-mal,” tuturnya.

    Dia contohkan lagi, Restoran Sari Ratu. Sebelum dikenal sebagai kuliner masakan khas Padang yang berada di dalam mal, Sari Ratu memulai perjalanannya dengan nama Grand Melawai.

    “Jadi, awalnya restoran Padang masuk ke mal,” ungkap Budihardjo.

    Dengan berkembangnya sektor ritel tersebut, berbagai asosiasi mulai berkumpul untuk mendukung ekosistem ini. Asosiasi ponsel, waralaba, garmen, dan lainnya berkumpul di bawah payung HIPPINDO.

    “Semua asosiasi terkumpul dan mereka memandang sektor ritel perlu dikembangkan di Indonesia, yang menghidup itu konsumsi,” jelasnya.

    Kata dia, HIPPINDO dibentuk dengan lima pilar utama, yaitu peritel, mal, supplier, pemerintah, dan karyawan. Menurut dia, tanpa keberadaan lima pilar tersebut, ekosistem ritel tidak akan berjalan dengan baik.

    “Kalau enggak ada lima pilar, ekosistem ritel enggak jalan,” imbuhnya.

    Menurut Budihardjo, mayoritas sektor ritel di Indonesia berawal dari pabrik. Dalam perjalanannya, pabrik-pabrik tersebut membuka toko-toko ritel sendiri.

    Budihardjo Iduansjah kemudian membicarakan soal brand. Menurut dia, brand adalah aset bangsa.

    Dia menyontohkan banyak produk internasional yang tidak memiliki pabrik, tapi hanya memiliki merek yang kuat. Menurutnya, itu menunjukkan bahwa merek adalah aset bangsa.

    “Merek internasional itu enggak punya pabrik, mereka hanya punya merek. Itu yang dimaksud brand merupakan aset bangsa,” jelas Budihardjo.

    Setelah delapan tahun beroperasi, HIPPINDO berharap dengan lima pilar yang dia sebutkan, pihaknya dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia.

    “Dengan membuka toko maka dapat menyerap pakaian lokal dan impor, serta mengintegrasikan berbagai merek global,” imbuhnya.

    Budihardjo pun menekankan, pihaknya tidak memusuhi merek global, tapi sebaliknya. Dia berpendapat, dengan membawa merek internasional ke Tanah Air dan membuka toko akan bisa mengurangi kecenderungan kecenderungan warga Indonesia untuk membeli barang dari luar negeri.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.