KABARBURSA.COM – PT Vale Indonesia Tbk atau INCO menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk tahun buku 2024 pada Jumat, 16 Mei 2025. Dalam rapat itu ada pembahasan soal pembagian dividen.
Acara berlangsung secara hybrid di Financial Hall, Jakarta dan melalui platform eASY.KSEI.
Corporate Secretary INCO, Vanda Kusumaningrum dalam keterangan resminya menjelaskan, melalui RUPST tersebut, pemegang saham menyetujui laporan tahunan dan laporan keuangan konsolidasian tahun buku 2024, termasuk pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Direksi dan dewan komisaris diberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab atas kinerja selama tahun berjalan (acquit et de charge), sebagai bentuk penerapan tata kelola perusahaan yang baik.
Selain itu ia juga membeberkan di tengah tekanan global dan penurunan harga nikel, INCO berhasil mencatatkan biaya pokok penjualan per ton terendah dalam tiga tahun terakhir, yakni sebesar USD9.374. Perseroan juga mempertahankan kinerja keselamatan kerja yang solid dengan nol kecelakaan fatal dan TRIFR terbaik sepanjang sejarah operasionalnya, dengan lebih dari 13,3 juta jam kerja aman di proyek strategis Morowali, Pomalaa, dan Sorowako Limonite.
INCO juga mencetak pencapaian penting berupa perolehan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa pelepasan lahan. Hal ini menegaskan kepercayaan pemerintah terhadap peran jangka panjang Perseroan dalam mendukung hilirisasi industri dan transisi energi nasional.
Tahun lalu, Vale Indonesia menjadi satu-satunya perusahaan tambang nikel Indonesia yang meraih penghargaan PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Perusahaan juga memperoleh skor Sustainalytics ESG Risk Rating sebesar 29,4 (kategori risiko sedang), menjadikannya perusahaan nikel dengan peringkat ESG terbaik di Indonesia, sekelas dengan perusahaan tambang global ternama.
Di samping itu, Vanda mengatakan RUPST menyetujui pembagian dividen sebesar 60 persen dari laba bersih tahun 2024, setara dengan USD34,656 juta.
Dividen yang dibagikan sebesar USD0,00329 per saham kepada pemegang saham yang tercatat pada 28 Mei 2025 dan akan dibayarkan pada 16 Juni 2025. Sisa laba dicatat sebagai laba ditahan untuk mendukung ekspansi strategis.
RUPST menyetujui pengakhiran masa jabatan Febriany Eddy sebagai Presiden Direktur per 21 April 2025 dan menunjuk Christopher McCleave sebagai Komisaris. Susunan Direksi diperbarui dengan nama-nama seperti Abu Ashar (Wakil Presiden Direktur), Adriansyah Chaniago, Bernardus Irmanto, Rizky Andhika Putra, Muhammad Asril, dan Luke Mahony.
Sementara itu, Dewan Komisaris kini diketuai oleh Muhammad Rachmat Kaimuddin, dengan jajaran komisaris lainnya termasuk Emily Marie Olson, Kristina Janet Gauthier, Rudiantara, Retno LP Marsudi, dan Marita Alisjahbana.
Pemegang saham juga menyetujui remunerasi tetap dan variabel bagi dewan komisaris serta mendelegasikan kewenangan kepada komisaris untuk menetapkan gaji direksi. Untuk audit tahun buku 2025, ditunjuk Kantor Akuntan Publik Rintis, Jumadi, Rianto & Rekan (PwC Indonesia).
2025 Tahun Konsolidasi dan Ekspansi Vale Indonesia
Perseroan juga menegaskan bahwa 2025 akan menjadi tahun percepatan proyek dan kontribusi terhadap visi hilirisasi nasional. Tambang Bahodopi telah memasuki fase ramp-up, dan proyek Pomalaa berjalan sesuai jadwal.
"Dalam membagikan dividen tahun ini, kami menunjukkan komitmen terhadap penciptaan nilai jangka panjang. Di tengah tantangan pasar, kami tetap disiplin dalam belanja modal dan efisiensi operasional," ujar dia.
INCO menutup RUPST dengan menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemegang saham, mitra, dan pemangku kepentingan atas kepercayaan dan dukungan yang berkelanjutan terhadap upaya perusahaan membangun industri nikel yang rendah karbon, inklusif, dan berdaya saing global.
Saham INCO Melejit 3,87 Persen, Ini Sorotan Kinerja dan Valuasinya
Harga saham INCO ditutup menguat signifikan pada perdagangan Jumat, 16 Mei 2025, mencatat kenaikan sebesar 110 poin atau 3,87 persen ke level Rp2.950. Kinerja saham emiten nikel ini turut terdorong oleh kabar adanya aksi korporasi yang mulai terdeteksi di pasar.
Dengan volume transaksi harian mencapai 64,1 juta lembar, jauh melampaui rata-rata harian 21,77 juta lembar, saham INCO menunjukkan lonjakan minat dari pelaku pasar dalam jumlah besar.
Secara teknikal, saham INCO bergerak dalam rentang harian antara Rp2.880 hingga Rp3.080 dengan harga pembukaan di Rp2.900. Nilai transaksi hari itu tercatat sebesar Rp192,6 miliar dengan frekuensi perdagangan mencapai 15.186 kali.
Meski harga rata-rata harian berada di level Rp3.004, posisi saat penutupan menunjukkan pelemahan harga dibanding harga rata-rata, namun masih mencerminkan kekuatan beli yang tinggi pasca pembukaan.
Dari sisi valuasi, saham INCO diperdagangkan pada Price to Earnings (P/E) ratio tahunan sebesar 21,80 kali, dan trailing twelve months (TTM) mencapai 26,46 kali, masih jauh di atas median P/E IHSG yang hanya 8,12 kali. Hal ini mencerminkan ekspektasi pasar yang tinggi terhadap kinerja Vale ke depan. Namun, forward P/E ratio INCO menurun menjadi 17,68 kali, menandakan adanya potensi peningkatan laba ke depan yang telah diantisipasi investor.
Earnings yield saham ini berada di angka 3,78 persen, sedangkan price-to-book value (PBV) cukup rendah di kisaran 0,68 kali. Ini menunjukkan bahwa harga saham INCO relatif murah jika dibandingkan dengan nilai buku perusahaan, yang berada di level Rp4.332,67 per saham.
Namun, metrik lainnya menunjukkan kehati-hatian investor: price to cashflow sebesar 11,10 kali, dan price to free cashflow berada di level negatif -8,24, mengindikasikan arus kas bebas yang masih tertekan.
Dari sisi profitabilitas dan pendapatan, Vale Indonesia mencetak laba per saham (EPS) tahunan sebesar Rp135,31 dan EPS TTM sebesar Rp111,50. Sementara itu, pendapatan per saham mencapai Rp1.408,90 dan kas per saham (kuartalan) sebesar Rp945,25. Namun, free cashflow per saham yang tercatat negatif di angka -Rp358,06 menunjukkan adanya tekanan terhadap kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas bersih dari operasional setelah belanja modal.
Valuasi enterprise terhadap pendapatan operasional juga memberikan sinyal campuran. EV/EBITDA berada di level cukup wajar, yaitu 5,78 kali, tetapi EV/EBIT melonjak tinggi ke angka 22,92 kali. Ini dapat mencerminkan adanya tekanan pada margin laba operasional.
Sementara itu, rasio PEG (Price/Earnings to Growth) juga mengindikasikan pertumbuhan yang kurang menjanjikan dalam jangka pendek, dengan PEG TTM di -0,33 dan PEG 3 tahun di -0,92. Namun, PEG forward justru positif di 0,16, memberi sinyal bahwa valuasi saat ini bisa menjadi peluang apabila ekspektasi pertumbuhan jangka menengah berhasil dipenuhi. (*