KABARBURSA.COM- Eramet dan ESDM rencana berburu litium di Jawa Tengah, kenaikan yield picu beban utang RI makin bengkak dan JP Morgan melakukan PHK terhadap karyawan akibat ekonomi Asia morat-marit, menjadi fokus utama pemberitaan redaksi Kabar Bursa hari ini, Rabu 8 Mei 2024, dalam Kabar Bursa Hari ini (KBHI).
Eramet dan ESDM Rencana Berburu Litium di Jateng
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi mengonfirmasi kerja sama dengan Eramet Indonesia dalam mengeksplorasi mineral kritis, salah satunya litium, bakal mulai diimplementasikan pada Agustus 2024.
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengatakan pemerintah dan Eramet Indonesia bakal mulai menyusun rencana kerja (plan of action) pada Agustus 2024.
Adapun, kerja sama dilakukan karena Eramet Indonesia memiliki teknologi untuk eksplorasi, sementara Indonesia memiliki wilayah dengan potensi litium di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya di Bledug Kuwu, Jawa Tengah.
“Di seluruh wilayah potensi yang kira-kira ada, kerja sama bilateral seperti itu payungnya bukan hanya ditemukan di lokasi mana, tetapi apa yang akan dilakukan secara bersama,” ujar Wafid di Jakarta Selatan, Selasa 7 Mei 2024.
Kerja sama untuk eksplorasi litium dinilai potensial untuk mewujudkan target Indonesia sebagai produsen untuk baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Terlebih, potensi litium itu bakal digunakan untuk kebutuhan Indonesia.
Wafid mengatakan Indonesia selama ini sudah memiliki bahan baku untuk baterai EV berupa nikel dan kobalt, tetapi belum memiliki litium.
Nantinya, bila kerja sama tersebut berhasil menemukan potensi litium di berbagai wilayah di Indonesia, maka izin untuk kegiatan eksploitasi bakal diserahkan kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Pertambangan (Diten Minerba).
“Ini komoditas, kayak emas, izin nanti di Minerba, nanti ke depan mau dilelang atau penugasan, kita lihat,” ujarnya.
Wafid tidak menjelaskan dengan lengkap ihwal besaran potensi litium di Indonesia karena masih harus dieksplorasi, di mana teknologi yang digunakan bakal menentukan besaran parts per million (PPM) dan kandungan litium yang dimiliki Indonesia.
“[Potensi litium] di Bledug Kuwu ada, tinggal nanti kalau sudah bicara bisnis nilai keekonomian seperti apa, kontinuitas apakah mencukupi, lifetime-nya berapa lama,” ujarnya.
Sekadar catatan, Badan Geologi dan Eramet Indonesia sudah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama pada Senin 6 Mei 2024. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Kementerian ESDM Irwandy Arif mengatakan kemitraan antara Badan Geologi dan Eramet Indonesia ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang dilakukan Pemerintah Prancis dan Indonesia di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2011.
Adapun, kemitraan ini mencakup studi bersama mengenai mineral kritis di Indonesia, termasuk di antaranya studi potensi sumber daya litium.
Berbagai aspek mulai dari studi teknis, eksplorasi hingga pengembangan kapasitas sumber daya manusia menjadi bagian dalam kerja sama yang akan berlangsung selama lima tahun tersebut.
Ke depannya, Badan Geologi dan Eramet Indonesia akan bekerja sama dalam pertumbuhan kendaraan listrik berkelanjutan Indonesia.
“Eramet Indonesia berkomitmen akan menjadi mitra utama dalam memposisikan Indonesia sebagai pusat kendaraan listrik global dengan fokus pada pemrosesan sumber daya mineral yang bertanggung jawab,” ujar Irwandy dalam siaran pers, Senin 6 Mei 2024.
Kenaikan Yield Picu Beban Utang RI Makin Bengkak
Imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) di berbagai jangka waktu mengalami kenaikan. Hal ini dipicu oleh goncangan terhadap nilai tukar rupiah sehingga menyebabkan penurunan drastis hingga level psikologis terendah sejak 2020.
Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen sebagai respons terhadap tekanan terhadap rupiah, menegaskan bahwa periode suku bunga tinggi akan berlangsung lebih lama dan akan mempengaruhi tingkat bunga di pasar serta imbal hasil surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah.
Kenaikan imbal hasil terjadi karena investor menjual obligasi negara selama bulan April di pasar SBN dengan total mencapai Rp47,26 triliun. Imbal hasil SBN dengan jangka waktu 10 tahun naik sebesar 50 basis poin, mencapai 7,21 persen. Sementara itu, imbal hasil untuk tenor pendek 1 tahun dan menengah 5 tahun melonjak masing-masing sebesar 78 basis poin dan 50,6 basis poin, menjadi 7,09 persen dan 7,13 persen.
Juga, tenor panjang mengalami tekanan jual. Imbal hasil SBN dengan jangka waktu 15 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun masing-masing naik sebesar 30,9 basis poin, 19,2 basis poin, dan 17,1 basis poin pada bulan April.
Namun, tekanan jual di pasar SBN yang mempengaruhi nilai tukar rupiah telah mengalami penurunan relatif saat ini, dengan kembalinya modal asing dan mengakibatkan imbal hasil kembali ke kisaran 6,88 persen untuk tenor 10 tahun dan 6,89 persen untuk tenor 3 tahun sampai perdagangan Selasa, 7 Mei 2024.
Meskipun imbal hasil SBN sempat tetap tinggi, dan masih ada potensi lonjakan di masa depan karena ketidakpastian global yang masih tinggi, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh emiten obligasi swasta. Pemerintah, yang bertindak sebagai penerbit Surat Berharga Negara, juga menghadapi risiko yang serupa.
Yield yang lebih tinggi berarti biaya dana (cost of fund) lebih besar harus ditanggung oleh pemerintah. Biaya utang jadi lebih besar karena pemerintah harus membayar bunga lebih tinggi pada para investor.
Ini yang terlihat dalam gelar lelang terakhir yang dilakukan pemerintah Senin, 6 Mei. Dalam lelang sukuk negara (SBSN) kemarin, investor masih meminta imbal hasil tinggi meski sentimen di pasar sudah berubah.
Misalnya, untuk tenor pendek PBS032, investor menginginkan yield antara 6,8 persen hingga 7,15 persen, yang lebih tinggi dibandingkan dengan lelang sebelumnya yang berada di kisaran 6,74 persen hingga 7,12 persen. Pemerintah akhirnya berhasil memenangkan lelang dengan yield rata-rata tertimbang sebesar 6,87 persen, meskipun masih tinggi, dibandingkan dengan 6,90 persen untuk seri yang sama pada lelang sebelumnya.
Hal serupa terjadi untuk lelang Surat Utang Negara (SUN) pada 30 April lalu di mana permintaan imbal hasil investor sempat menyentuh 8 persen untuk tenor panjang dan 7,5 persen untuk tenor 10 tahun. Yield tertinggi dimenangkan untuk tenor 5 tahun, FR0101, misalnya, ditetapkan di 7,19 persen dan seri FR0100 dimenangkan tertinggi di 7,28 persen.
Sebelum turbulensi terjadi, yield di seri yang sama hanya di kisaran 6,56 persen–6,70 persen dan dimenangkan tertinggi di 6,61 persem. Begitu juga seri favorit FR0101 dimenangkan tertinggi di 6,51 persen.
Kenaikan imbal hasil itu akan membuat beban utang pemerintah makin besar. “Ini tentu dari Kementerian Keuangan untuk strategi pembiayaan dengan cost of fund yang cenderung mengalami kenaikan, dan nilai tukar kami akan terus melakukan pengelolaan secara hati-hati,” kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Bendahara Negara menyatakan akan terus membangun komunikasi dengan BI selaku pemegang kebijakan moneter untuk mempertahankan stabilitas makro di tengah dinamika global tanpa harus mengorbankan instrumen fiskal.
“Tanpa harus mengorbankan stabilitas, momentum pertumbuhan dan kredibilitas dari instrumen fiskal maupun moneter,” jelas Sri Mulyani.
Tahun ini, pemerintah menargetkan emisi baru (net issuance) SBN tahun ini sebesar Rp666 triliun. Bila menghitung nilai penerbitan SBN jatuh tempo (refinancing), diperkirakan total emisi surat utang RI tahun ini mencapai Rp1.200 triliun.
Sementara selama kuartal 1-2024, pemerintah telah menggaet utang melalui emisi SBN senilai Rp104,6 triliun, setara 16,1 persen dari target utang APBN terdiri atas penerbitan SBN neto Rp104 triliun dan Rp600 miliar pinjaman.
Total utang pemerintah per akhir Maret 2024 mencapai Rp8.262,1 triliun, turun dibanding akhir Februari yang masih sebesar Rp8.319,22 triliun. Namun dibandingkan Maret tahun lalu, posisi utang pemerintah RI naik 4,86 persen. Posisi akhir Maret 2024 membawa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 38,8 persem.
Dari total utang itu, sebesar Rp7.274,95 triliun adalah utang dalam bentuk SBN terdiri atas SBN domestik Rp5.947,95 triliun dari SUN Rp4.797,16 triliun dan SBSN Rp1.150,79 triliun. Sementara global bond atau SBN Valas sebesar Rp1.388,92 triliun.
“Pemerintah terus menjaga agar strategi pembiayaan akan menjaga keseimbangan antara biaya dari funding atau cost of fund dan risiko dari utang,” kata Sri Mulyani.
JPMorgan PHK Karyawan Akibat Ekonomi Asia Morat-marit
JPMorgan Chase & Co kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) di Asia, dengan memangkas setidaknya tujuh staf lagi di bidang investasi perbankan.
Menurut sumber yang tak ingin disebutkan namanya, bank yang berbasis di New York tersebut memulai pengurangan tenaga kerja minggu ini. Terutama berdampak pada level wakil presiden dan associate di sektor konsumen, energi, hingga perawatan kesehatan.
Para pesaing seperti Morgan Stanley, HSBC Holdings Plc, UBS Group AG, dan Goldman Sachs Group Inc juga telah melakukan PHK di unit investasi perbankan Asia mereka selama beberapa tahun terakhir, karena aliran transaksi di China dan Hong Kong mengering. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kelesuan ekonomi dan risiko politik yang terus berlanjut.
Perwakilan dari JPMorgan menolak berkomentar.
JPMorgan sebelumnya telah melakukan dua putaran PHK dengan total sekitar 50 posisi di Asia tahun lalu. Hal ini menandakan adanya tantangan di wilayah tersebut. Namun, bank Wall Street ini baru saja mempromosikan 48 karyawan ke level eksekutif di Asia, serta lebih dari 100 di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
Bank internasional dan China berada di bawah tekanan karena kepercayaan investor yang menurun. Tahun lalu, hasil dari penawaran umum perdana (IPO) di pusat keuangan Hong Kong anjlok ke level terendah dalam dua dekade.