Logo
>

Wall Street Goyah Gegara Tarik Ulur Tarif Trump

Pasar saham Amerika Serikat kembali dihantam ketidakpastian setelah Presiden Donald Trump berencana mengumumkan kebijakan tarif baru. Volatilitas tinggi melanda indeks Wall Street.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Goyah Gegara Tarik Ulur Tarif Trump
Ilustrasi: papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wall Street kembali berguncang pada Rabu, 2 April 2025, WIB dini hari. Ketidakpastian masih tinggi soal apa sebenarnya yang akan diumumkan Presiden Donald Trump ihwal kebijakan tarif yang ia sebut sebagai bagian dari “Hari Pembebasan” pada hari ini.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, Indeks S&P 500 berhasil naik tipis sebesar 0,4 persen setelah sebelumnya sempat terjun hingga satu persen di awal perdagangan. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average justru menyusut 11 poin alias kurang dari 0,1 persen, setelah sebelumnya sempat terpental antara rugi 480 poin hingga untung hampir 140 poin. Indeks Nasdaq berhasil naik lebih solid sebesar 0,9 persen.

    Wall Street memang lagi labil-labilnya belakangan ini. Pergerakan pasar bukan hanya berubah harian, tapi bisa jungkir balik dalam hitungan jam. Penyebabnya tak lain adalah teka-teki seputar rencana Trump soal tarif dagang—dan kekhawatiran bahwa kebijakan itu bisa memperparah inflasi serta memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    Contohnya pada hari Senin lalu, S&P 500 sempat ambruk 1,7 persen di awal sesi sebelum akhirnya berbalik arah dan ditutup menguat 0,7 persen.

    Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS anjlok setelah laporan terbaru menunjukkan aktivitas manufaktur kembali mengalami kontraksi pada bulan lalu, mengakhiri dua bulan pertumbuhan beruntun. Laporan terpisah juga mencatat bahwa jumlah lowongan kerja di AS pada akhir Februari tercatat sedikit di bawah ekspektasi para ekonom.

    Padahal, pengumuman besar dari Trump soal tarif baru baru akan datang hari Rabu ini. Namun beberapa perusahaan sudah merasakan dampaknya lebih dulu.

    “Saat ini pelanggan menahan pesanan karena khawatir dengan kelanjutan tarif dan tekanan harga,” ujar salah satu perusahaan bidang produk komputer dan elektronik dalam survei bulanan Institute for Supply Management (ISM).

    Sementara itu, pelaku industri makanan, minuman, dan tembakau juga mulai waswas. “Penjualan di Kanada mulai melambat dari biasanya. Ada kekhawatiran warga Kanada benar-benar akan memboikot produk asal AS,” kata mereka dalam survei ISM.

    Meski begitu, ekonomi AS sejatinya masih tumbuh, dan pasar tenaga kerja pun tetap relatif kuat, walau jumlah lowongan kerja Februari tak setinggi yang diharapkan.

    Namun kekhawatiran utama pasar adalah, walaupun tarif yang diumumkan Trump nanti ternyata tidak seburuk dugaan, cara pelaksanaannya yang penuh tarik ulur justru bisa bikin rumah tangga dan dunia usaha di AS menahan belanja mereka. Kalau itu terjadi, dampaknya bisa menggerus perekonomian.

    Trump memang ngotot dengan kebijakan tarif demi menarik kembali lapangan kerja manufaktur dari luar negeri ke dalam negeri.

    Kecemasan pasar ini pun bikin harga emas melesat ke rekor baru. Pada Selasa, harga emas sempat menembus USD3.175 per ons (sekitar Rp51,7 juta), padahal awal tahun ini masih di bawah USD2.700 (sekitar Rp44 juta).

    Di lantai bursa, saham Tesla ikut melaju 3,6 persen sehari menjelang laporan pengiriman mobil kuartal pertama tahun ini. Tapi di balik itu, muncul kekhawatiran soal potensi boikot pelanggan. 

    Demonstrasi bahkan sudah ramai terjadi di showroom Tesla, menyusul maraknya kritik terhadap CEO Elon Musk yang dianggap terlalu dekat dengan pemerintah AS dalam agenda pemangkasan belanja negara. Meski sempat naik, saham Tesla masih turun sekitar sepertiga sejak awal tahun.

    Saham PVH Corp., perusahaan induk dari brand Calvin Klein dan Tommy Hilfiger, melonjak 18,2 persen setelah membukukan laba kuartalan yang lebih tinggi dari perkiraan analis. Perusahaan juga mengumumkan rencana menggelontorkan USD500 juta (sekitar Rp8,15 triliun) untuk membeli kembali sahamnya tahun ini.

    Sementara itu, Newsmax—perusahaan media konservatif—terus meroket. Setelah melesat 735 persen pada hari perdana perdagangannya di bursa Senin lalu, saham Newsmax kembali melonjak 179 persen pada hari kedua.

    Sementara itu, saham Johnson & Johnson anjlok 7,6 persen. Ini terjadi setelah hakim pengadilan kebangkrutan AS kembali menolak proposal penyelesaian gugatan soal produk bedak bayi berbahan talk yang diajukan perusahaan. Ini bukan pertama kali. Upaya J&J untuk meredam gugatan besar-besaran lewat jalur kebangkrutan sudah ditolak pengadilan untuk ketiga kalinya.

    Secara keseluruhan, indeks S&P 500 naik 21,22 poin menjadi 5.633,07. Dow Jones Industrial Average turun tipis 11,80 poin ke posisi 41.989,96, sementara Nasdaq composite melonjak 150,60 poin ke level 17.449,89.

    Di pasar saham internasional, indeks-indeks utama di Eropa dan Asia kompak bangkit setelah sebelumnya rontok cukup dalam.

    Di Eropa, indeks DAX Jerman menguat 1,7 persen, dan CAC 40 Prancis naik 1,1 persen setelah Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memberikan pernyataan tegas terhadap tekanan dagang dari AS.

    “Eropa punya banyak kartu as, dari perdagangan, teknologi, sampai ukuran pasar. Tapi kekuatan ini juga dibangun dari kesiapan kita untuk mengambil langkah tegas jika perlu,” kata von der Leyen. “Semua instrumen ada di atas meja.”

    Sementara itu, di Jepang, indeks Nikkei 225 cenderung stabil. Perdana Menteri Shigeru Ishiba—yang belum lama naik ke kursi perdana menteri—diketahui sedang melobi Trump agar tidak menaikkan tarif impor mobil Jepang, mengingat Jepang adalah sekutu lama AS.

    Namun dari sisi domestik, kabar kurang sedap datang dari survei bank sentral Jepang yang menunjukkan sentimen bisnis di kalangan produsen besar semakin memburuk.

    Kembali ke pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang AS bertenor 10 tahun turun ke level 4,16 persen, dari posisi 4,23 persen di akhir perdagangan Senin, dan jauh lebih rendah dibanding puncaknya di Januari yang menyentuh sekitar 4,80 persen.

    Penurunan ini bukan main-main. Pergerakan yield sebesar itu di pasar obligasi biasanya mengindikasikan kekhawatiran mendalam soal potensi pelemahan ekonomi AS.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).