Logo
>

Wall Street Lagi Ketar-Ketir Gegara Trump, Bursa Saham AS Ambruk

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Lagi Ketar-Ketir Gegara Trump, Bursa Saham AS Ambruk

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wall Street jeblok pada Jumat, 21 Februari 2025, waktu Amerika atau Sabtu, 22 Februari, dini hari setelah serangkaian laporan ekonomi menunjukkan kekhawatiran terhadap kebijakan Presiden Donald Trump mulai berdampak ke ekonomi.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu 22 Februari 2025, Indeks S&P 500 turun 1,3 persen pada perdagangan sore dan menuju hari terburuknya dalam beberapa pekan. Dow Jones Industrial Average anjlok 665 poin atau 1,5 persen, sementara Nasdaq Composite ikut melemah 1,5 persen. Penurunan ini menambah pelemahan dari hari sebelumnya, di mana Walmart melaporkan proyeksi laba yang lebih rendah dari ekspektasi, langsung bikin pasar ambruk dari rekor tertingginya.

    Pelemahan indeks saham ini terjadi setelah sederet laporan ekonomi yang lebih buruk dari perkiraan. Salah satunya menyebut aktivitas bisnis di AS nyaris stagnan, dengan pertumbuhan turun ke level terendah dalam 17 bulan. Laporan awal dari S&P Global menyebut sektor jasa di AS secara tak terduga menyusut, sementara banyak pelaku usaha mengaku semakin pesimistis gara-gara kebijakan Washington.

    “Banyak perusahaan melaporkan kekhawatiran luas terhadap dampak kebijakan pemerintah federal, mulai dari pemotongan anggaran, tarif, hingga perkembangan geopolitik,” kata kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence, Chris Williamson. Ia juga menambahkan, ketidakpastian politik mulai menghantam penjualan dan memicu kenaikan harga akibat lonjakan biaya impor dari tarif.

    Laporan lain mengungkap konsumen AS kini bersiap menghadapi inflasi lebih tinggi akibat potensi tarif baru. Berdasarkan survei University of Michigan, mereka memperkirakan harga barang bakal naik 4,3 persen dalam 12 bulan ke depan, melonjak drastis dari perkiraan bulan lalu yang hanya 3,3 persen. Tren ini juga membelah opini politik: inflasi diperkirakan meningkat di kalangan independen dan Demokrat, sementara sedikit turun di kalangan Republikan.

    Selain itu, laporan penjualan rumah bekas bulan lalu juga mengecewakan karena lebih lemah dari perkiraan. Tingginya suku bunga KPR masih menjadi biang keladi lesunya pasar properti AS.

    Secara keseluruhan, rangkaian data ini bikin pasar waswas soal kondisi ekonomi AS yang selama ini tampak tangguh meski digempur suku bunga tinggi. The Fed sebelumnya menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi dan mengerem laju ekonomi, tapi data baru ini menunjukkan ketahanan ekonomi mulai diuji.

    Di lantai bursa, saham Akamai Technologies terjun bebas hampir 20 persen meskipun perusahaan cybersecurity dan cloud computing itu melaporkan laba yang lebih baik dari ekspektasi. Investor malah menyoroti proyeksi pendapatan dan keuangan perusahaan untuk tahun ini yang ternyata kurang memuaskan.

    UnitedHealth Group juga jadi salah satu beban terberat bagi pasar setelah sahamnya ambles 7 persen. Ini terjadi setelah laporan The Wall Street Journal menyebut Departemen Kehakiman AS sedang menyelidiki praktik penagihan Medicare oleh perusahaan asuransi kesehatan tersebut. Saat dikonfirmasi, perwakilan UnitedHealth cuma bilang, “Kami akan beri tahu kalau ada yang perlu disampaikan.”

    Di sisi lain, saham Celsius Holdings malah melonjak 27,2 persen setelah mengumumkan akuisisi Alani Nu, perusahaan minuman yang fokus pada konsumen perempuan. Dengan harga akuisisi USD1,65 miliar (Rp26,73 triliun) setelah pajak, analis menilai langkah ini cukup masuk akal dan akan segera menambah laba Celsius, yang juga baru saja merilis laporan keuangan terbarunya.

    Sebelum anjlok pada Jumat ini, S&P 500 sebenarnya hampir mencatat pekan tanpa banyak pergerakan. Selama beberapa waktu, pasar saham ditopang oleh laporan laba perusahaan yang lebih baik dari perkiraan. Namun, bayang-bayang inflasi yang masih tinggi membuat pasar waspada. Jika inflasi tetap bandel, The Fed bisa jadi enggan menurunkan suku bunga lebih cepat.

    Risalah pertemuan terakhir The Fed yang dirilis awal pekan ini menunjukkan bahwa para pejabat bank sentral mungkin masih ingin menahan suku bunga lebih lama karena khawatir inflasi tetap keras kepala. Padahal, suku bunga yang lebih rendah bisa mendongkrak ekonomi, meski di sisi lain berpotensi mendorong inflasi makin naik.

    Imbal Hasil Obligasi AS Turun, Bursa Asia Campur Aduk

    Imbal hasil obligasi AS turun pada Jumat, 21 Februari 2025, setelah laporan ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan memperkuat spekulasi bahwa The Fed mungkin akan menahan suku bunga lebih lama. Imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun merosot menjadi 4,41 persen dari 4,51 persen pada Kamis malam. Sementara itu, imbal hasil obligasi dua tahun—yang lebih mencerminkan ekspektasi pasar terhadap langkah The Fed ke depan—juga turun menjadi 4,20 persen dari 4,27 persen.

    Di pasar saham global, indeks Eropa bergerak beragam setelah sebelumnya bursa Asia mencatat kenaikan di berbagai negara.

    Dari Jepang, indeks Nikkei 225 naik tipis 0,3 persen setelah pemerintah mengumumkan bahwa indikator utama inflasi masih bertahan di atas target Bank of Japan (BoJ) bulan lalu. Kondisi ini bisa membuat bank sentral Jepang terus menaikkan suku bunga, yang sebelumnya sudah dinaikkan dari 0,25 persen menjadi 0,50 persen bulan lalu.

    Sementara itu, Hang Seng Hong Kong melesat 4 persen, mencatat salah satu kenaikan terbesar di dunia. Lonjakan ini dipicu oleh saham Alibaba yang meroket setelah melaporkan laba lebih tinggi dari perkiraan untuk kuartal terakhir 2024. Perusahaan e-commerce raksasa itu juga menyoroti perkembangan mereka di bidang kecerdasan buatan (AI), yang membuat investor makin optimistis.

    Euforia seputar AI dan potensi cuannya memang menjadi salah satu faktor utama yang mendorong indeks saham global mencetak rekor baru belakangan ini.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).