KABARBURSA.COM – Indeks-indeks utama bursa saham Amerika Serikat mulai tergelincir dari rekor tertingginya pada Rabu, 30 Juli 2025, dini hari WIB, seiring padatnya agenda ekonomi dan keuangan yang menanti investor sepanjang pekan ini.
Dilansir dari AP, Indeks S&P 500 melemah 0,2 persen pada sesi perdagangan siang setelah mencetak rekor tertinggi selama enam hari berturut-turut. Dow Jones Industrial Average turun 176 poin atau 0,4 persen, sementara Nasdaq terkoreksi 0,2 persen dari rekor sebelumnya.
Di tengah fluktuasi pasar, saham SoFi Technologies justru melesat 14,8 persen. Sebaliknya, Merck ambles 3,5 persen dan United Parcel Service (UPS) anjlok 9,8 persen usai laporan laba kuartalan mereka dirilis. Ratusan perusahaan Amerika akan melaporkan kinerja keuangannya pekan ini, termasuk hampir sepertiga anggota indeks S\&P 500.
Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun ke level 4,35 persen dari 4,42 persen pada penutupan Senin lalu. Penurunan ini terjadi menjelang keputusan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed), yang tengah menggelar pertemuan selama dua hari.
Meski mantan Presiden Donald Trump terus melobi agar suku bunga dipangkas demi mendongkrak ekonomi, pasar menilai The Fed akan menunggu lebih banyak data—khususnya terkait dampak tarif dagang terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi—sebelum mengambil langkah lanjutan.
Ekonomi Amerika sejauh ini memang masih bertahan meski ditekan oleh beban tarif. Namun, sejumlah data mulai menunjukkan perlambatan. Salah satu laporan pada Selasa menyebut jumlah lowongan kerja di akhir Juni lebih sedikit dibandingkan bulan sebelumnya, meski masih di atas ekspektasi analis.
Laporan lain mencatat adanya peningkatan kepercayaan konsumen. Namun, ekspektasi publik terhadap prospek jangka pendek masih berada di bawah ambang yang biasanya menjadi penanda resesi.
"Kepercayaan konsumen telah stabil sejak Mei, pulih dari kejatuhan pada April, namun masih berada di bawah level tinggi tahun lalu," ujar Stephanie Guichard, ekonom senior untuk indikator global di The Conference Board.
Sementara itu, pasar saham di China bergerak variatif. Investor mencermati perundingan dagang hari kedua antara dua negara ekonomi terbesar dunia. Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng bertemu di Stockholm menjelang tenggat 12 Agustus. Jika tak ada kesepakatan atau perpanjangan gencatan tarif sebelum itu, tarif tinggi berpotensi kembali diberlakukan.
Pekan ini juga diwarnai tenggat lain terkait rencana tarif tambahan oleh Trump terhadap sejumlah negara. Selain itu, data ekonomi penting seperti laporan ketenagakerjaan bulanan juga akan dirilis.
Situasi ini bisa menjadi penentu apakah pasar saham AS akan terus menanjak ke rekor baru, atau justru mengalami koreksi akibat penilaian pasar yang mulai dianggap terlalu mahal.
Salah satu cara perusahaan meredam sentimen negatif itu adalah dengan mencatat pertumbuhan laba yang solid. Cadence Design Systems menjadi contoh. Saham perusahaan perangkat lunak komputasional ini menguat 9,1 persen setelah menaikkan proyeksi pendapatan tahunannya, seiring meningkatnya permintaan di industri kecerdasan buatan (AI). Sejak awal tahun, saham Cadence sudah naik 11,1 persen.
Namun pasar juga tak segan menghukum emiten yang gagal memenuhi ekspektasi.
Saham UnitedHealth Group merosot 5,3 persen setelah laporan laba kuartal II yang tak sesuai prediksi analis. Perusahaan juga memproyeksikan laba 2025 hanya sebesar USD16 (sekitar Rp260.800) per saham, padahal konsensus analis mematok ekspektasi mendekati USD20 (sekitar Rp326.000), menurut data FactSet.
Tak kalah mengejutkan, saham Novo Nordisk yang diperdagangkan di Amerika rontok 21,8 persen. Perusahaan asal Denmark ini memangkas proyeksi pertumbuhan penjualan tahun ini, sebagian karena persaingan ketat di pasar obat pelangsing Wegovy. Novo Nordisk juga mengumumkan pergantian CEO.
Di pasar global, indeks Nikkei Jepang turun 0,8 persen, sementara mayoritas indeks saham di Asia dan Eropa justru mencatat penguatan.(*)