KABARBURSA.COM – Saham-saham di bursa Amerika Serikat atau Wall Street kompak naik pada Rabu, 30 April 2025 dini hari WIB, seiring laporan laba perusahaan yang terus menunjukkan performa di atas ekspektasi analis. Tapi di balik euforia itu, para direktur utama justru mengaku waswas. Penyebabnya tak lain karena Presiden Donald Trump dan jurus zig-zag perangnya soal tarif dagang.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, indeks S&P 500 naik 0,7 persen, menyusul reli lima hari sebelumnya. Dow Jones Industrial Average juga ikut menanjak 374 poin atau 0,9 persen, sementara Nasdaq terkerek 0,6 persen. Kenaikan ini sebagian besar ditopang oleh hasil laporan keuangan kuartalan sejumlah emiten besar yang melebihi ekspektasi pasar.
Salah satunya datang dari UPS, raksasa logistik yang dikenal sebagai jendela pengintip kondisi ekonomi global. Perusahaan ini membukukan laba yang lebih kinclong dari perkiraan untuk kuartal I 2025. Namun, mereka enggan memperbarui proyeksi kinerja untuk sisa tahun ini karena ketidakpastian ekonomi makro yang disebut “sangat besar”.
CEO UPS, Carol Tome, bahkan mengumumkan rencana pemangkasan 20.000 karyawan dan penutupan 73 gedung. “Langkah ini tidak bisa datang di waktu yang lebih tepat,” ujarnya. Saham UPS cuma naik tipis 0,1 persen.
Investor mulai cemas kalau kebijakan tarif Trump dibiarkan liar karena bisa memicu resesi. Tarif bisa bikin perdagangan global beku dan harga barang melonjak, dari mobil hingga mayones. Apalagi kebiasaan Trump yang bolak-balik soal tarif bikin perusahaan dan rumah tangga kesulitan menyusun strategi jangka panjang.
Di sisi lain, laporan dari Conference Board menunjukkan bahwa rumah tangga Amerika makin pesimis. Harapan mereka soal pendapatan, bisnis, dan kondisi kerja turun ke titik terendah sejak 2011—dan itu biasanya pertanda resesi mengintip di tikungan.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, malah menyebut ketidakpastian ini sebagai “senjata negosiasi”. “Presiden Trump menciptakan apa yang saya sebut ketidakpastian strategis dalam negosiasi,” kata Bessent kepada wartawan di Gedung Putih.
Sementara itu, dunia otomotif AS mulai terguncang. Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengonfirmasi bahwa Trump akan menandatangani perintah eksekutif pelonggaran tarif otomotif sebesar 25 persen. Meski begitu, saham General Motors justru turun 1 persen, meskipun laba kuartalannya mengalahkan ekspektasi. Mereka bahkan menunda rapat investor sampai Kamis karena harus menyesuaikan dengan “update kebijakan perdagangan terbaru”.
JetBlue Airways sempat goyah di sesi perdagangan. CEO JetBlue, Joanna Geraghty, menyatakan mereka mencabut proyeksi keuangan untuk 2025 karena situasi ekonomi yang tidak menentu. Meski demikian, laba kuartalan JetBlue tetap di atas ekspektasi, dan sahamnya menguat 4,3 persen.
Saham Honeywell terbang 5,4 persen usai membukukan laba dan pendapatan yang mengalahkan prediksi analis. Lebih penting lagi, mereka juga menaikkan proyeksi laba setahun penuh. CEO Honeywell International, Vimal Kapur, menyebut bahwa perusahaannya sadar betul bahwa permintaan global bisa berubah sewaktu-waktu. “Kami akan bekerja keras memanfaatkan semua sumber daya yang kami punya demi pelanggan dan pemegang saham,” ucapnya.
Dari sektor cat, Sherwin-Williams juga bikin kejutan. Perusahaan ini naik 5,6 persen karena mencatatkan laba kuartal pertama yang mantap. CEO Sherwin-Williams, Heidi Petz, mengingatkan permintaan dari pelanggan bisa tetap lemah hingga paruh kedua tahun ini. Tapi untungnya, mayoritas bahan baku mereka berasal dari wilayah produksi sendiri, jadi efek tarif bisa diredam.
Coca-Cola juga tersenyum tipis. Laba kuartal pertama mereka di atas ekspektasi dan pengaruh tarif dinilai masih bisa dikendalikan. Mereka memperbarui beberapa proyeksi keuangan tapi tetap mempertahankan panduan soal pertumbuhan pendapatan inti. Sahamnya naik 1,1 persen.
Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS ikut turun. Imbal hasil obligasi 10 tahun jatuh ke level 4,17 persen dari 4,23 persen sehari sebelumnya. Ini terjadi karena laporan keyakinan konsumen dan data lowongan kerja ternyata lebih lemah dari prediksi. Hal ini bisa mendorong The Fed kembali mempertimbangkan pemangkasan suku bunga demi menjaga mesin ekonomi tetap menyala.
Imbal hasil obligasi AS memang sempat naik drastis awal bulan ini, bikin pasar deg-degan. Lonjakan itu sempat menandakan bahwa investor global mulai ragu terhadap reputasi obligasi AS sebagai pelabuhan dana yang aman.
Di bursa luar negeri, indeks pasar saham di Eropa dan Asia tercatat bergerak campuran dengan fluktuasi ringan yang masih dalam batas wajar.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup di level 6.749 atau menguat 0,39 persen pada perdagangan Selasa, 29 April 2025. Mengutip RTI Business, pada hari ini indeks bergerak konsisten di rentang 6.724 dan 6.763. Seiring menguatnya IHSG, 383 saham di zona hijau, 230 saham melemah, dan 192 saham stagnan.
Adapun volume perdagangan ditutup mencapai 21.231 miliar lembar saham, sedangkan nilai transaksi tercatat Rp10.058 triliun. Adapun, hampir seluruh sektor mencatatkan penguatan, dengan sektor kesehatan menjadi pendorong utama, melonjak hingga 1,65 pesen. Di sisi lain, sektor industri justru mengalami koreksi sebesar -0,95 persen, menjadi satu-satunya sektor yang melemah.(*)