KABARBURSA.COM – Wall Street kembali menorehkan rekor pada Rabu, 23 Juli 2025, dini hari WIB, namun penguatan itu berlangsung hati-hati. Di tengah laporan keuangan perusahaan besar, kekhawatiran soal tarif impor yang digagas Presiden Donald Trump masih menjadi beban.
Dilansir dari AP, Indeks S&P 500 hanya naik tipis 0,1 persen, memperpanjang rekor hari sebelumnya. Indeks Dow Jones bertambah 179 poin (0,4 persen), sementara Nasdaq justru tergelincir 0,4 persen setelah sempat menyentuh rekor.
Saham General Motors (GM) ambruk 8,1 persen meski membukukan laba kuartalan yang melampaui ekspektasi analis. GM memperkirakan dampak tarif terhadap bisnisnya tahun ini mencapai USD4 miliar–USD5 miliar. Perusahaan otomotif itu hanya bisa mengurangi sekitar 30 persen dari beban tersebut dan memperingatkan tekanan tarif akan lebih terasa pada kuartal berjalan.
Sementara itu, sektor perumahan justru mencatat kejutan positif. Saham D.R. Horton melesat 17 persen dan PulteGroup terbang 11,5 persen setelah mencatatkan laba kuartalan yang lebih tinggi dari perkiraan. Meski demikian, kedua perusahaan mengakui bahwa pembeli rumah masih bergulat dengan suku bunga tinggi dan prospek ekonomi yang tidak pasti.
Secara umum, ekonomi AS sejauh ini masih bertahan dari dampak tarif yang diterapkan secara sporadis oleh Trump. Sejumlah tarif saat ini ditangguhkan, dengan tenggat baru jatuh pada 1 Agustus. Pemerintah juga tengah merundingkan kesepakatan dagang dengan beberapa negara untuk meredakan potensi lonjakan tarif.
Trump mengklaim telah menjalin kesepakatan dagang dengan Filipina setelah pertemuan di Gedung Putih. Kesepakatan itu membuat AS sedikit menurunkan tarif untuk ekspor Filipina tanpa membebani negara itu dengan pajak impor.
Sejumlah perusahaan mulai merevisi proyeksi bisnis. Genuine Parts, perusahaan suku cadang berbasis di Atlanta, memangkas target laba setahun penuh untuk mengakomodasi tarif yang berlaku. Meski begitu, sahamnya naik 7,6 persen setelah membukukan laba kuartalan di atas proyeksi.
Saham RTX turun 1,6 persen setelah menurunkan estimasi laba tahun ini meski menaikkan target pendapatan. CEO Chris Calio menyebut perubahan itu mencerminkan dampak tarif serta perubahan pajak besar yang baru saja disahkan di Washington.
Coca-Cola turun 0,6 persen walau mencatatkan laba lebih tinggi dari proyeksi. Perusahaan ini mencatat kenaikan pendapatan yang terbantu oleh harga jual yang lebih tinggi, meski volume penjualan menurun selama musim semi.
Adapun saham Opendoor Technologies — yang sempat dispekulasikan sebagai “meme stock” baru — terjun 10,3 persen ke level USD2,88. Sahamnya sempat menyentuh USD3,99 pagi harinya, lima kali lipat dari harga dua pekan lalu.
Secara keseluruhan, S&P 500 ditutup naik 4,02 poin ke level 6.309,62. Dow Jones menguat ke 44.502,44, sementara Nasdaq turun ke 20.892,68.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury 10 tahun melemah ke 4,34 persen dari sebelumnya 4,38 persen. Investor masih memperkirakan The Fed baru akan menurunkan suku bunga paling cepat September, sembari menunggu dampak tarif Trump terhadap inflasi dan ekonomi secara menyeluruh.
Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan masih butuh lebih banyak data sebelum mengambil langkah berikutnya—meski kerap mendapat desakan keras dari Trump agar penurunan bunga dipercepat.
Dari pasar Asia, bursa Tokyo sempat menguat sebelum kembali melemah pasca Pemilu Jepang akhir pekan lalu. Indeks Nikkei 225 turun 0,1 persen. Kemenangan oposisi membuat koalisi Perdana Menteri Shigeru Ishiba kehilangan mayoritas di parlemen atas, dan menambah ketidakpastian politik. Ishiba menyatakan tetap akan menjabat, tapi kekuatannya untuk mendorong legislasi kini kian terbatas.
Perdagangan Jepang juga belum menemukan titik terang. Jika negosiasi dagang dengan AS tidak kunjung selesai, tarif tinggi atas ekspor Jepang bakal mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang.(*)