Logo
>

Wall Street Terguncang, Laporan Ketenagakerjaan Memupus Harapan Suku Bunga

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Terguncang, Laporan Ketenagakerjaan Memupus Harapan Suku Bunga

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wall Street melemah pada Jumat waktu Amerika atau Sabtu, 11 Januari 2025 dini hari WIB, setelah laporan ketenagakerjaan AS menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini meredam ekspektasi pasar untuk penurunan suku bunga oleh The Fed tahun ini.

    Dilansir dari Consumer News and Business Channel di Jakarta, Sabtu, Dow Jones anjlok 696,75 poin atau 1,63 persen ke level 41.938,45, sementara S&P 500 turun 1,54 persen ke 5.827,04. Indeks Nasdaq Composite ikut ambles 1,63 persen ke 19.161,63. Pelemahan ini membuat seluruh indeks utama AS mencatatkan kerugian sejak awal 2025.

    Laporan menunjukkan payroll atau penambahan tenaga kerja tumbuh sebesar 256 ribu pada Desember, jauh di atas proyeksi ekonom yang hanya 155 ribu. Tingkat pengangguran yang diperkirakan bertahan di 4,2 persen justru turun menjadi 4,1 persen. Imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun pun melonjak ke level tertinggi sejak akhir 2023 setelah laporan ini dirilis.

    “Berita bagus buat ekonomi, tapi enggak buat pasar, setidaknya untuk saat ini,” ujar analis pasar senior di Wells Fargo Investment Institute, Scott Wren. “Meski hasilnya mengejutkan, kami tetap melihat pasar tenaga kerja akan melambat dalam beberapa kuartal ke depan.”

    Pelaku pasar kini menilai kemungkinan The Fed menahan suku bunga acuan pada pertemuan Januari mencapai 97 persen, dan langkah serupa diproyeksikan terjadi pada Maret. Berdasarkan alat prediksi CME FedWatch, probabilitas pemangkasan suku bunga di Maret turun menjadi 25 persen dari 41 persen sehari sebelumnya. Sebagai pengingat, The Fed terakhir kali memangkas suku bunga sebesar 0,25 persen pada Desember lalu.

    Kabar inflasi semakin memanaskan situasi setelah University of Michigan merilis indeks kepercayaan konsumen yang mencatat angka 73,2 untuk Januari, di bawah ekspektasi 74. Ekspektasi inflasi setahun ke depan naik dari 2,8 persen menjadi 3,3 persen, sedangkan proyeksi inflasi lima tahun naik ke level tertinggi sejak Juni 2008.

    Saham teknologi menjadi sektor yang paling tertekan oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga. Saham Nvidia terkoreksi 3 persen, sementara AMD dan Broadcom turun masing-masing 4,8 persen dan 2,2 persen. Bahkan, saham Palantir melemah lebih dari 1 persen.

    Indeks Russell 2000 yang mencerminkan saham perusahaan berkapitalisasi kecil—sensitif terhadap kenaikan suku bunga—turun lebih dari 2 persen.

    “Imbal hasil naik terlalu cepat, dan pasar saham jadi panik,” jelas analis teknikal dari LPL Financial, Adam Turnquist. “Tapi yang sering dilupakan adalah alasan di balik kenaikan ini: ekonomi yang lebih baik dari ekspektasi.”

    Menurut Turnquist, kondisi tersebut seharusnya menjadi indikasi positif untuk pertumbuhan laba dan mengurangi risiko resesi dalam jangka panjang, meskipun pasar hari ini terlihat defensif.

    Secara mingguan, ketiga indeks utama mencatat kerugian berturut-turut. S&P 500 melemah 1,9 persen, Nasdaq Composite turun 2,3 persen, dan Dow Jones terkoreksi hampir 1,9 persen selama sepekan terakhir.

    Waspada Risiko Inflasi AS

    [caption id="attachment_108849" align="alignnone" width="1200"] Orang-orang mengantre di luar Kentucky Career Center sebelum dibuka untuk mencari bantuan terkait klaim pengangguran mereka di Frankfort, Kentucky, AS, 18 Juni 2020. Foto: REUTERS/Bryan Woolston Beli[/caption]

    Wall Street bergerak stagnan pada perdagangan Kamis dini hari WIB, 9 Januari 2025. Pelaku pasar tampak berhati-hati sambil mencermati risiko inflasi di tengah ketidakpastian kebijakan ekonomi yang akan diterapkan Donald Trump.

    Pergerakan indeks saham utama cenderung flat, karena investor terjebak antara data ketenagakerjaan yang simpang siur dan laporan bahwa Trump tengah mempertimbangkan untuk mendeklarasikan darurat ekonomi nasional guna merespons inflasi.

    Masalah inflasi menjadi perhatian utama pasar sepanjang 2025. Charlie Ripley, ahli strategi investasi senior Allianz Investment Management, menilai ada berbagai faktor yang dapat kembali mendorong kenaikan inflasi. Risalah rapat Federal Reserve Desember lalu pun mengindikasikan kekhawatiran terhadap tekanan harga yang berpotensi tetap tinggi, apalagi dengan rencana kebijakan pemerintahan Trump.

    Kondisi pasar semakin rapuh setelah CNN melaporkan Trump berencana memberlakukan tarif baru berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Darurat Ekonomi Internasional. Aturan ini memberi kewenangan presiden untuk mengendalikan impor dalam situasi darurat nasional. Kekhawatiran muncul, kebijakan tarif tersebut ditambah isu deportasi massal dapat memicu gelombang inflasi baru.

    Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun menyentuh level tertinggi sejak April di angka 4,73 persen sebelum turun tipis ke 4,681 persen pada sore hari. Kenaikan tersebut mencerminkan ketegangan pasar menjelang pelantikan Trump, di tengah kekhawatiran apakah tarif baru yang lebih luas benar-benar akan diterapkan dan memicu lonjakan inflasi.

    Indeks S&P 500 naik tipis 0,13 persen ke posisi 5.917,52, sementara Nasdaq Composite melemah 0,06 persen ke level 19.478,72. Di sisi lain, Dow Jones mencatat penguatan sebesar 0,22 persen menjadi 42.622,11. Dari 11 sektor yang ada di S&P 500, sektor kesehatan mencatat kenaikan tertinggi, sementara saham perusahaan kecil dalam indeks Russell 200 mengalami penurunan.

    Performa saham raksasa teknologi beragam; Microsoft mencatat penguatan, sedangkan Alphabet dan Meta tertekan. Sementara itu, eBay melesat setelah Meta mengumumkan rencana menguji fitur baru yang memungkinkan daftar produk eBay muncul di Facebook Marketplace.

    Di sisi lain, saham Edison International merosot tajam menyusul keputusan anak perusahaannya di California yang melakukan pemadaman listrik untuk mencegah kebakaran hutan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).