Logo
>

WTI Gagal Tembus Support, Pola Bullish Tunjukkan Potensi Kenaikan

Ditulis oleh Dian Finka
WTI Gagal Tembus Support, Pola Bullish Tunjukkan Potensi Kenaikan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketegangan yang memanas di Timur Tengah membuat kekhawatiran terhadap dinamika minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) setelah gagal menembus level support penting dan membentuk pola candle bullish yang kuat. Apakah pola ini menandakan potensi kenaikan harga minyak ke depan?

    Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia ⁠Liza Camelia Suryanata mengatakan, meskipun harga WTI gagal menembus level support, yakni pada USD72,5 per barel, pola candle bullish yang terbentuk mengindikasikan potensi kenaikan harga di masa mendatang. 

    Pola bullish ini seringkali dianggap sebagai sinyal positif bagi investor yang mencari peluang untuk membeli pada level harga saat ini.

    “Iya, oke. Gagal tembus support artinya bagus, dong. Berarti bertahan di harga USD72,5 per barel,” jelas Liza kepada Kabar Bursa di Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2024.

    Pertanyaan besar yang muncul di pasar minyak saat ini adalah apakah harga minyak WTI akan mengalami kenaikan. Analisis terbaru menunjukkan bahwa harga WTI menghadapi tantangan untuk menembus level resistance yang signifikan.

    Saat ini, indikator moving average (MA) 10 hari menunjukkan bahwa harga WTI mengalami hambatan pada level MA10 yang berada di harga USD75,2 per barel. Sebelumnya, harga WTI tidak berhasil menembus MA10, dan saat ini, uji coba untuk menembus level ini menjadi fokus utama.

    Keberhasilan harga minyak untuk menembus USD75,2 per barel sepenuhnya bergantung pada beberapa faktor kunci. Pertama, ketidakpastian terkait potensi resesi di Amerika Serikat menjadi perhatian utama.

    "Kami berharap resesi tidak terjadi," ujar Liza.

    Kedua, pemulihan ekonomi di China juga menjadi faktor penting. Setelah melewati periode lockdown COVID-19 selama tiga tahun, pertumbuhan ekonomi China saat ini mengalami perlambatan, bahkan berada di bawah 5 persen. 

    "Untuk negara sebesar China, pertumbuhan ekonomi yang di bawah 5 persen adalah performa yang kurang memuaskan," tambahnya.

    Ketiga, situasi konflik di Timur Tengah harus dipantau dengan cermat. "Kita berharap konflik tidak akan tereskalasi lebih jauh, yang dapat mengganggu pasokan global," ujar Liza.

    Keempat, produksi minyak oleh Amerika Serikat dan OPEC juga berperan. OPEC dijadwalkan untuk mengurangi pemangkasan produksi sukarela mulai Oktober, yang sebelumnya sebesar 2,2 juta barel per hari. "Pengurangan pemangkasan ini akan meningkatkan pasokan minyak ke pasar," paparnya.

    Sementara itu, permintaan minyak global masih menjadi pertanyaan karena ekonomi global tampak lesu. Dengan potensi oversupply dan lesunya ekonomi global, harga minyak mungkin mengalami kesulitan untuk naik.

    Jika harga WTI berhasil menembus level USD75,2 per barel, kemungkinan minyak dapat bergerak menuju level USD77,8 per barel atau bahkan USD79,2 per barel dalam waktu dekat. 

    "Namun, semua ini tergantung pada faktor-faktor yang telah disebutkan," tukas Liza.

    WTI Sempat Turun

    Pada Senin, 5 Agustus 2024, harga berjangka Brent anjlok ke posisi terendah sejak awal Januari, sementara berjangka WTI mencapai titik terendah sejak Februari. 

    Penurunan ini terjadi seiring dengan semakin dalamnya keruntuhan pasar saham global akibat kekhawatiran yang meningkat tentang potensi resesi di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar di dunia

    Namun, Goldman Sachs menyatakan bahwa risiko resesi terlihat terbatas dan memperkirakan harga minyak akan menemukan dukungan dalam beberapa minggu mendatang, didorong oleh permintaan yang kuat di Barat dan India.

    Meskipun begitu, penurunan harga minyak juga dibatasi oleh kekhawatiran bahwa pembalasan Iran atas pembunuhan seorang pemimpin Hamas di Teheran dapat memicu konflik yang lebih luas di Timur Tengah.

    Harga minyak mentah Brent ditutup turun 51 sen atau 0,66 persen menjadi USD76,30 per barel, setelah sebelumnya diperdagangkan di dekat level terendah sejak Januari. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate turun 58 sen, atau 0,79 persen, menjadi USD72,94 per barel.

    Pasar ekuitas jatuh dari Asia ke Amerika Utara karena investor melarikan diri dari aset berisiko sambil bertaruh bahwa pemotongan suku bunga yang cepat oleh The Fed akan diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

    “Pasar saham jatuh karena laporan pekerjaan (Jumat) membuat pasar yakin bahwa Fed sekali lagi tertinggal dari kurva,” tulis Phil Flynn, analis senior dengan Price Futures Group, dalam catatan pagi.

    Kekhawatiran atas kemungkinan gangguan pasokan lebih lanjut dari perang Timur Tengah yang lebih luas membatasi kerugian minyak sepanjang hari.

    Israel dan AS bersiap untuk eskalasi serius di wilayah tersebut setelah Iran dan sekutunya Hamas dan Hezbollah berjanji untuk membalas terhadap Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan komandan militer senior Hezbollah minggu lalu.

    Pedagang minyak mengharapkan respons Iran berumur pendek, membuat futures minyak mentah lebih rentan terhadap ketakutan resesi AS seperti yang mengguncang pasar pada hari Senin, kata John Kilduff, mitra pendiri Again Capital LLC. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.