KABARBURSA.COM - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al Aiyub, menyambut baik masuknya ekonomi dan keuangan syariah ke dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Kiai Ayyub, panggilan akrabnya mengatakan, dicantumkannya ekonomi dan keuangan syariah pada UU 59/2024 merupakan kesadaran bersama akan potensi sektor tersebut untuk memperkuat pilar ekonomi nasional.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) ini menegaskan, masuknya sektor ekonomi dan keuangan syariah ke dalam RPJPN harus dijadikan sebagai momentum para pemangku kepentingan, aktivis ekonomi dan keuangan syariah untuk bekerja keras, bersinergi, dan berkolaborasi mewujudkan apa yang sudah diamanatkan oleh UU tersebut.
“Saatnya para pemangku kepentingan dan aktivis ekonomi dan keuangan syariah bekerja keras, bersinergi, dan berkolaborasi mewujudkan apa yang sudah diamanatkan oleh UU 59/2024 tentang RPJPN tersebut,’’ ucapnya.
Sebagai informasi, UU 59/2024 tentang RPJPN 2025-2045 ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 13 September 2024.
Dikutip dari laman resmi MUI, berkas UU ini yang setebal 371 halaman yang memuat terkait arah pembangunan hingga visi dan misi Indonesia dalam pembangunan 20 tahun ke depan.
Pada halaman 97 disebutkan bahwa penguatan ekonomi dan keuangan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dilakukan melalui antara lain peningkatan posisi keuangan syariah Indonesia di tingkat global dan peningkatan peran keuangan sosial syariah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan sosial ekonomi.
Selain itu, penguatan ekonomi industri halal utamanya makanan minuman, fesyen muslim, industri kosmetik dan obat-obatan, rantai nilai industri, kewirausahaan dan UMKM industri halal, serta penguatan literasi, regulasi, kelembagaan, serta infrastruktur pendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.
Perbankan Syariah Genjot DPK
Sejumlah bank syariah di Indonesia sedang berupaya untuk meningkatkan jumlah simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) guna memastikan likuiditas mereka tetap terjaga menjelang akhir tahun 2024.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan bahwa pertumbuhan DPK pada bank syariah jauh lebih pesat dibandingkan dengan bank konvensional, dengan angka pertumbuhan 10,41 persen untuk bank syariah, sementara bank konvensional hanya tumbuh sebesar 8,43 persen.
Direktur PT BCA Syariah Pranata mengatakan bahwa hingga Agustus 2024, DPK yang berhasil mereka kumpulkan menunjukkan peningkatan sebesar 9,2 persen year on year (yoy), mencapai total Rp10,8 triliun.
Ia menjelaskan, pertumbuhan yang positif ini didukung oleh peningkatan jumlah dana tabungan yang melonjak 21,5 persen yoy, sehingga mencapai Rp2,3 triliun, serta deposito yang meningkat 11,25 persen menjadi Rp6,9 triliun yoy.
Selain itu, jumlah rekening tabungan (NOA) juga mengalami peningkatan yang signifikan, yakni sebesar 23,3 persen secara yoy pada Agustus 2024. Sekitar setengah dari pertumbuhan rekening tabungan baru tersebut berasal dari pembukaan rekening secara online.
Pranata menjelaskan, untuk mendukung pertumbuhan DPK, BCA Syariah baru saja meluncurkan layanan mobile banking baru bernama BSya (bi-sya), yang dilengkapi dengan fitur tambahan yang sebelumnya tidak tersedia, seperti transfer ke virtual account BCA, top up e-wallet, dan setoran biaya haji.
Pengembangan layanan mobile banking ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi, yang pada gilirannya diharapkan dapat mendorong akumulasi dana yang lebih murah.
Pranata optimis bahwa dengan strategi yang diterapkan, DPK dapat tumbuh antara 10 persen hingga 12 persen pada akhir tahun ini.
Sementara itu, PT Bank Syariah Indonesia (BSI) juga melaporkan perkembangan positif dalam hal DPK. Meskipun kondisi likuiditas cukup ketat, per Juni 2024, BSI berhasil mencatatkan DPK sebesar Rp296,70 triliun dengan pertumbuhan yang mencapai 17,50 persen yoy.
Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar menjelaskan bahwa salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah komposisi dana murah (CASA) yang mencapai 62,05 persen.
Ia mengungkapkan bahwa peningkatan ini didukung oleh kinerja tabungan yang berhasil mencapai Rp128,78 triliun, naik 16,09 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Sekitar 39 persen dari dana murah BSI, atau setara dengan Rp49,96 triliun, berasal dari tabungan wadiah, yang tidak memberikan bagi hasil, sehingga mampu menjaga tingkat biaya dana.
Pertumbuhan ini juga beriringan dengan peningkatan jumlah nasabah yang mencapai 20,46 juta per Juni 2024.
Wisnu menambahkan, meskipun likuiditas tetap ketat akibat peningkatan suku bunga acuan, BSI tetap optimis untuk menjaga dan mendorong pertumbuhan DPK di semester kedua tahun 2024 dengan menerapkan berbagai strategi, termasuk penguatan layanan digital.
BSI juga berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan DPK melalui digitalisasi layanan, seperti BSI Mobile, yang semakin diminati oleh nasabah. Hingga Juni 2024, jumlah pengguna BSI Mobile meningkat 12,72 persen (ytd) menjadi 7,12 juta orang, dengan transaksi mencapai 247,32 juta dan total nilai transaksi mencapai Rp298,82 triliun.
Selain itu, BSI secara aktif memperluas jangkauan Merchant QRIS untuk transaksi pembayaran, dengan jumlah merchant QRIS yang bekerja sama dengan BSI mencapai 358.000, mengalami peningkatan sebesar 30,84 persen.
Upaya lain untuk meningkatkan DPK adalah melalui BSI Agen, yang hingga Juni 2024 mencapai 102.000 agen di seluruh Indonesia dengan volume transaksi sebesar 12,7 juta dan nilai mencapai Rp26,89 triliun.
Wisnu menjelaskan bahwa strategi ini tidak hanya meningkatkan akses layanan keuangan syariah, tetapi juga berkontribusi signifikan terhadap peningkatan DPK dengan memperluas jangkauan nasabah, termasuk di daerah-daerah yang sebelumnya belum terjangkau oleh layanan perbankan.
Secara keseluruhan, BSI menargetkan untuk menambah 2,5 juta nasabah baru hingga akhir tahun 2024, sesuai dengan tren pertumbuhan nasabah yang konsisten selama tiga tahun terakhir.
Dengan dukungan berbagai program dan layanan digital yang dihadirkan, BSI berharap dapat mencapai target tersebut, yang sekaligus mendukung pertumbuhan DPK secara berkelanjutan dan memperkuat posisinya sebagai bank syariah terbesar di Indonesia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.