KABARBURSA.COM - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian penting dalam arsitektur keuangan syariah global.
Hal tersebut diungkap karena ekonomi dan keuangan syariah dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi jangkar stabilitas ekonomi dunia melalui penguatan instrumen likuiditas, pemanfaatan teknologi digital, dan kolaborasi lintas negara, dalam membangun industri keuangan syariah yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Perry menegaskan bahwa keuangan syariah harus dikembangkan dengan pendekatan berbasis nilai dan keyakinan, yang mengintegrasikan prinsip sosial dan etika dengan keuntungan.
"Inovasi yang berlandaskan nilai, sinergi antarotoritas, serta transformasi digital diyakini dapat membangun sistem keuangan global yang benar-benar inklusif, berketahanan, dan berkelanjutan," ujar dia dalam keterangannya dikutip pada Minggu, 5 Oktober 2025.
Menurutnya, pandangan tersebut sejalan dengan bahasan seminar yang berfokus pada pemanfaatan teknologi digital dan instrumen syariah inovatif untuk memperluas inklusi, sekaligus menegaskan kembali peran sektor syariah sebagai kekuatan stabilisasi bagi pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, Sukuk International Islamic Liquidity Management Corporation (IILM) dinilai berperan penting sebagai solusi praktis dan etis bagi manajemen likuiditas lintas batas.
RI Diyakini Bisa Jadi Pusat Industri Halal Dunia
Beberapa waktu lalu Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang mengatakan pasar halal dunia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pada tahun 2023, konsumsi umat Muslim di enam sektor ekonomi syariah telah menembus USD2,43 triliun.
"Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi USD3,36 triliun pada tahun 2028,” ujar dia dalam keterangannya dikutip, Jumat, 26 September 2025.
Agus menuturkan, potensi pasar di dalam negeri cukup menjanjikan. Konsumsi rumah tangga Indonesia tercatat mencapai Rp3.226,1 triliun pada semester II tahun 2025, yang didorong oleh jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, yakni mencapai 245,97 juta jiwa.
“Ini adalah modal utama kita, sehingga Indonesia bukan hanya sekadar pasar, tetapi juga harus menjadi produsen dan pemain utama industri halal global,” ungkapnya.
Sementara itu, Berdasarkan State of The Global Islamic Economy Report (SGIER) 2024/25, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam ekosistem industri halal dunia, setelah Malaysia dan Arab Saudi, dilanjutkan UEA dan Bahrain di peringkat keempat dan kelima.
Menariknya, meskipun tetap di posisi ketiga, Indonesia mencatat kenaikan skor tertinggi dibanding tahun 2022, yakni naik 19,8 poin. Sebaliknya, Malaysia yang berada di peringkat pertama justru mengalami penurunan skor sebesar 28,1 poin.
Pemeringkatan SGIER sendiri didasarkan pada lima indikator utama, yaitu finansial, regulasi halal, kesadaran masyarakat, sosial, dan inovasi.
Agus menyebut, kinerja industri halal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren yang menggembirakan. Hingga saat ini, terdapat 140.944 perusahaan industri halal di Indonesia.
Angka ini didominasi oleh sektor makanan halal sebanyak 130.111 industri, diikuti oleh industri minuman halal dengan 10.383 industri, serta farmasi dan obat dengan 1.633 industri.
“Jumlah produk yang telah tersertifikasi halal mencapai 584.522 produk dengan total 162.111 sertifikat halal. Ini menandakan semakin tingginya kesadaran industri dan masyarakat akan pentingnya sertifikasi halal,” imbuhnya.
Selain itu, investasi di sektor terkait industri halal, termasuk keuangan syariah, pada periode 2023–2024 mencapai USD5,8 miliar. Dari jumlah tersebut, Indonesia menjadi penerima investasi terbesar dengan nilai USD1,6 miliar.
Berikutnya, ekspor produk halal Indonesia ke negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 2023 baru mencapai USD12,33 miliar dan menempatkan Indonesia di urutan ke-9. Sedangkan impor produk halal Indonesia dari negara-negara OKI pada periode yang sama sebesar USD29,64 miliar.
“Kondisi ini memberi pesan penting bahwa pekerjaan rumah kita masih banyak, terutama untuk memperkuat kapasitas produksi dalam negeri agar mampu menekan ketergantungan impor. Namun, inilah momentum yang harus kita kelola agar Indonesia bisa bangkit sebagai pusat industri halal dunia,” tegas Agus.