KABARBURSA.COM - Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji untuk mengevaluasi berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Langkah ini diambil setelah Timwas Haji DPR RI mengidentifikasi banyak kebijakan yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji.
Anggota Timwas Haji DPR RI, Diah Pitaloka, menyatakan bahwa Pansus Haji akan menangani berbagai aspek penting dalam manajemen haji, seperti kuota, anggaran, dan petugas haji.
"Ini bukan hanya normatif, tetapi juga banyak aspek praktis dan teknis. Misalnya, manajemen kuota haji, manajemen petugas haji, dan manajemen keuangan haji. Setiap tahun, waktu pembahasannya sangat terbatas," ujar Diah di Makkah, Arab Saudi.
Menurut Diah, Pansus Haji akan menggunakan pendekatan lintas sektor dalam mengatasi berbagai permasalahan. Hal ini dikarenakan kebijakan haji melibatkan berbagai kementerian dan instansi terkait.
"Untuk perubahan kebijakan, kita butuh masukan dari berbagai variabel dan ruang untuk penyelenggaraan haji. Misalnya, masukan untuk Kemenlu dalam hal diplomasi, atau untuk Kemendag mengenai kompetisi makanan Indonesia dengan makanan impor. Masukan-masukan ini perlu kita telaah," jelas politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Lebih lanjut, Diah menyatakan bahwa evaluasi oleh Pansus Haji akan mencakup hingga efisiensi anggaran. Ia berharap dengan adanya Pansus, perbaikan yang dilakukan dapat lebih mendalam dan komprehensif.
"Bisa jadi masukan untuk UU perubahan haji. Evaluasi ini akan mencakup efisiensi anggaran, atau kita bisa melihat lebih dalam kalau sifatnya Pansus," ujarnya.
Pansus juga akan membahas tentang maraknya jemaah yang menjalani ibadah haji dengan visa non-haji. Kasus ini menimbulkan banyak dampak buruk, seperti kelebihan kapasitas pada layanan bagi jemaah haji di Indonesia yang disiapkan di Arafah dan Mina. Timwas sebelumnya menyoroti jumlah jemaah haji pada sebuah tenda yang bisa mencapai 400 orang, padahal kuota seharusnya untuk 200 orang.
Di sisi lain, ibadah haji ilegal berpotensi dijerat hukum oleh pemerintah Arab Saudi. Para pelaku dan jemaah akan mendapat sanksi larangan memasuki daerah Arab Saudi hingga 10 tahun, serta denda sekitar 10 ribu riyal atau sekitar Rp34 juta.
Masalah ini diduga berawal dari lamanya waktu tunggu ibadah haji yang bisa mencapai 40 tahun. Hal ini membuka ruang potensi pelanggaran karena jemaah memiliki keinginan segera menunaikan ibadah haji.
Dengan pembentukan Pansus Haji, diharapkan berbagai masalah ini dapat diatasi melalui kajian mendalam dan langkah-langkah perbaikan yang terkoordinasi dengan baik antar lembaga terkait.
Wacana Kementerian Haji
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, belum tentu akan memisahkan Kementerian Agama dan Kementerian Haji pada pemerintahan mendatang. Dasco menjelaskan bahwa tim sinkronisasi masih perlu melakukan kajian mendalam untuk mengukur tingkat urgensi dan dasar hukumnya.
"Mungkin perlu kajian yang mendalam. Saya belum bisa menjawab secara kepartaian atau sebagai perwakilan dari tim sinkronisasi," kata Dasco di Kompleks Parlemen.
Menurut Dasco, sesuai dengan Undang-Undang Kementerian Negara, terdapat 46 urusan yang bisa dikembangkan menjadi lembaga atau kementerian. Saat ini, urusan haji masih dianggap sebagai bagian dari urusan keagamaan yang berada di bawah Kementerian Agama.
"Belum masuk ke teknis kementerian haji. Jika kita ingin melakukan perubahan untuk membentuk kementerian haji, berarti kita harus terlebih dahulu mengubah UU Kementerian Negara," jelas Dasco.
Sebelumnya, usulan pembentukan Kementerian Haji muncul dari Komisi VII DPR yang menilai adanya dualisme pengelolaan antara Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Untuk meningkatkan pelayanan, ada usulan agar pemerintah meningkatkan status BPKH menjadi kementerian sehingga dapat menangani seluruh urusan teknis hingga pembiayaan ibadah haji.
Kementerian Haji Menyita Perhatian
Pengamat kebijakan publik menyatakan salah satu isu yang cukup menyita perhatian publik di tengah pelaksanaan ibadah haji 2024 adalah berkembangnya wacana pembentukan Kementerian Haji terpisah dari Kemenag RI.
“Ada banyak hal yang melatarbelakangi munculnya wacana ini. Kuota haji Indonesia tahun ini adalah kuota terbesar sepanjang sejarah, yakni lebih dari 200 ribu jamaah. Indonesia juga menempati posisi teratas kuota haji di dunia,” ujar Pengamat kebijakan publik, Boy Anugerah.
Menurut Boy, ada dualisme dalam pengelolaan ibadah haji di Indonesia antara Kemenag RI yang mengurusi pendaftaran, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan, dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang fokus pada pengelolaan dana.
Menurutnya, kompleksitas pada dua faktor tersebut menjadi reasons munculnya wacana pembentukan Kementerian haji untuk tata kelola haji yang lebih baik ke depan.
“Dari sudut pandang kebijakan publik, wacana ini perlu direspons secara serius oleh pemerintah, khususnya tim transisi Prabowo yang akan menerima estafet kepemimpinan pada Oktober ini. Semua aspirasi yang berkembang perlu dicerna dengan baik, apakah bersumber dari nalar kritis publik atau sekedar wacana elite,” ujarnya.
Ada tiga kelemahan dalam pengelolaan haji selama ini. Pertama, persoalan haji bukan sekedar berada pada dimensi agama saja, tapi juga berdimensi hukum dan diplomatik.
“Banyaknya jamaah haji yang dipulangkan karena tidak menggunakan visa haji tahun ini adalah buktinya. Ada sinergi dan kerja sama yang kurang solid antar institusi dalam kasus tersebut,” jelasnya. (*)