KABARBURSA.COM - Praktik ekonomi syariah dalam aktivitas bisnis dan perekonomian menunjukkan tren peningkatan yang konsisten dari tahun ke tahun. Hal ini tidak hanya mencerminkan pertumbuhan minat terhadap prinsip-prinsip ekonomi yang berbasis pada syariah, tetapi juga menandakan kemajuan yang signifikan dalam penerapan konsep-konsep tersebut di berbagai sektor.
Ekonomi dan keuangan syariah semakin diakui sebagai kekuatan yang dapat memainkan peran strategis dalam mendukung transformasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Dengan prinsip-prinsip yang menekankan keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial, sektor ini memiliki potensi untuk memperkuat inklusi finansial dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang adil.
Selain itu, pengembangan ekonomi hijau untuk mendukung transisi menuju energi rendah karbon telah menjadi salah satu fokus utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Pemerintah Indonesia, dalam upayanya untuk mengatasi perubahan iklim dan mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca, telah menetapkan strategi yang mencakup pengembangan sektor-sektor yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Ke depan, kontribusi ekonomi syariah terhadap penurunan emisi karbon akan semakin diperkuat dengan menjadikan ekonomi hijau sebagai salah satu pilar utama pada Master Plan Ekonomi Syariah 2025-2029," kata Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin saat menghadiri Nusantara acara Sharia Economic Forum (NUSHAF) 2024 di Gedung NT Tower, Jalan Pulomas Selatan No.31, Jakarta Timur, kemarin.
Kontribusi tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Ma'ruf Amin, dapat meliputi penerapan skema pembiayaan keuangan syariah yang dirancang khusus untuk mendukung program-program ekonomi rendah karbon, atau yang sering disebut sebagai green financing.
Skema ini bertujuan untuk menyediakan dana bagi proyek-proyek yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan inisiatif-inisiatif lingkungan lainnya yang mendukung transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan.
"Oleh karena itu, skema pembiayaan syariah dapat menjadi sumber pembiayaan yang sangat tepat bagi berbagai program transisi energi berkelanjutan," tuturnya.
Lebih lanjut, Wapres Ma'ruf Amin meminta kepada seluruh peserta yang hadir dalam forum diskusi ekonomi syariah tersebut agar menggali potensi sumber dan mekanisme pembiayaan syariah yang dapat diterapkan untuk membiayai program transisi energi berkelanjutan.
"Pembahasan ini agar menyentuh langkah konkret terkait pembiayaan bisnis energi dengan tetap memperhatikan prinsip syariah yang sesuai," Ma'ruf Amin mengarahkan.
Sebelumnya, Komisaris NTCORP, Nurdin Tampubolon, menjelaskan bahwa forum ini diadakan sebagai bagian dari komitmen mereka untuk mendukung dan memperkuat strategi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Dengan melibatkan pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta, serta masyarakat umum, forum ini diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dan menciptakan solusi yang efektif untuk tantangan pembangunan yang dihadapi negara ini.
"Forum ini sebagai forum diskusi dan pembelajaran konsep ekonomi berkelanjutan dengan prinsip-prinsip keuangan syariah yang terus berkembang di Indonesia. Ini termasuk dalam mendukung transisi energi menuju ekonomi rendah karbon," ucap Nurdin.
Sebelum forum ini, kata Nurdin Tampubolon, dilenggarakan program Nusantara Sustainability for Environment/Nature Forum dengan topik Embracing Human and Environment in Harmony.
Selain pidato kunci dari Wakil Presiden, peserta yang ikut hadir pada acara ini merupakan pemangku kepentingan yang peduli terhadap keseimbangan antara keuangan syariah dan keberlanjutan juga mengikuti sesi diskusi dan pemaparan dari berbagai sumber, antara lain Direktur Jenderal Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Laksmi Dhewanti, Ketua Lembaga Bahtsul Masali PBNU Mahbub Ma'afi dan Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia (BEI) Irwan Abdalloh.
Sementara itu, turut hadir mendampingi Wapres dalam acara ini yaitu Kepala Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Sapto Harjono W.S, Tim Ahli Wapres Farhat Brachma, dan Staf Khusus Wapres, Mohammad Nasir, Robikin Emhas, dan Masduki Baidlowi.
MUI-BI Kerja Sama di Bidang Keuangan Syariah
MUI dan Bank Indonesia (BI) telah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama, menandai langkah penting dalam upaya memperkuat ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Kepala Departemen Ekonomi, Keuangan, dan Syariah BI, Imam Hartono, menjelaskan bahwa penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini merupakan lanjutan dari memorandum of understanding (MoU) yang sebelumnya telah disepakati antara BI dan MUI. Katanya, kerja sama ini bertujuan untuk memperluas jangkauan dan pengaruh ekonomi keuangan syariah di Tanah Air.
"Kolaborasi antara MUI dan BI sebenarnya sudah terjalin lama, dengan fokus pada penguatan literasi, edukasi, dan sosialisasi mengenai Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Lembaga Perbankan Syariah (LPS), dan Lembaga Bisnis Syariah (LBS) di Indonesia," ujar Imam Hartono saat acara penandatanganan PKS di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin, 29 Juli 2024.
Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambungan, juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan atas kerja sama yang terjalin.
"Ini adalah kerja sama yang sangat penting dan harus dipertahankan serta dikembangkan lebih lanjut," ungkapnya.
Buya Amirsyah menguraikan tanggung jawab MUI dalam mendukung perkembangan LKS, LPS, dan LBS yang meliputi dua belas aspek kunci. Pertama, MUI bertugas menetapkan fatwa yang mendukung pengembangan ekonomi syariah, perbankan syariah, dan bisnis syariah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kedua, MUI melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa fatwa yang ditetapkan diterapkan dengan benar. Ketiga, MUI menyusun pedoman implementasi fatwa agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda dalam pengembangan LKS, LPS, dan LBS.
Keempat, MUI mengeluarkan pemberitahuan (ta’limat) kepada LKS, LPS, dan LBS. Dan, kelima, MUI memberikan rekomendasi atau mencabut rekomendasi terhadap anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau komite Syariah di lembaga-lembaga tersebut.
Selanjutnya, keenam, MUI memberikan rekomendasi calon-calon ASPM (Ahli Syariah Penilai Mudarabah) dan/atau mencabut rekomendasi ASPM serta mengeluarkan opini syariah atas produk yang sesuai dengan ketentuan jasa keuangan syariah.
Ketujuh, MUI menerbitkan pernyataan kesesuaian syariah untuk produk dan ketentuan yang diterbitkan oleh otoritas terkait. Kedelapan, MUI menerbitkan pernyataan kesesuaian syariah atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa yang dikeluarkan oleh LKS, LBS, dan LPS.
Kesembilan, MUI menerbitkan sertifikat syariah bagi LBS dan LPS yang membutuhkannya. Kesepuluh, MUI menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah melalui DSN Institute untuk LKS, LPS, dan LBS.
Kesebelas, MUI melakukan kegiatan literasi, edukasi, dan sosialisasi (LES) terkait ekonomi syariah. Kedua belas, MUI berperan dalam menumbuhkan dan mengembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam perekonomian umum dan keuangan khususnya.
Buya Amirsyah menekankan pentingnya peran Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dalam upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Ia juga menyoroti perlunya penguatan kolaborasi, inovasi, sinkronisasi, dan sinergi (KISS) antara lembaga-lembaga terkait seperti Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) dengan DSN MUI, sebagai upaya untuk menghadapi tantangan geopolitik nasional dan global.
"Penting bagi kita untuk terus berkolaborasi dan berinovasi agar ekonomi syariah dapat berkembang dengan baik dan memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat," pungkas Buya Amirsyah yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf PP Muhammadiyah. (*)