KABARBURSA.COM – Kepala Center of Sharia Economic Development (CSED) INDEF, Nur Hidayah, menilai bahwa ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan sektor ini dinilai cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Diperkirakan, total aset sektor keuangan syariah nasional akan mencapai kisaran Rp3.157,9 triliun hingga Rp3.430,9 triliun pada tahun 2025. Sebagai perbandingan, pada September 2024 lalu, realisasi aset keuangan syariah masih berada di angka Rp2.744 triliun, atau naik 11,9 persen secara tahunan (year on year/yoy).
“Kita melihat bahwa sejak pendirian Bank Syariah pertama yang menjadi semacam tonggak sejarah bagi perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Karena dinamika dari ekonomi dan keuangan syariah ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif,” ujar Nur dalam konferensi pers Arah Baru Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia Menjelang Muktamar IAEI 2025, Rabu 14 Maret 2025.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa perbankan syariah juga mencatatkan kinerja positif di akhir tahun 2024. Total aset perbankan syariah mencapai Rp980,30 triliun, tumbuh 9,88 persen yoy, dan market share-nya naik menjadi 7,72 persen dari sebelumnya 7,44 persen di Desember 2023.
Dari sisi pembiayaan, bank syariah menyalurkan Rp643,55 triliun atau naik 9,92 persen yoy. Angka ini sejalan dengan pertumbuhan industri perbankan nasional. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun mencapai Rp753,60 triliun atau tumbuh sekitar 10 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan industri perbankan secara umum yang hanya berada di kisaran 4–5 persen.
Penyaluran pembiayaan didominasi sektor perumahan (KPR) sebesar 23 persen, sementara pembiayaan untuk UMKM mencapai 16–17 persen dari total pembiayaan.
Struktur permodalan perbankan syariah juga tergolong kuat. Capital Adequacy Ratio (CAR) berada di angka 25,4 persen. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 154,52 persen dan 32,09 persen—masih jauh di atas ambang batas minimum 50 persen dan 10 persen.
Dari sisi kualitas pembiayaan, rasio Non-Performing Financing (NPF) Gross tercatat sebesar 2,12 persen dan NPF Nett sebesar 0,79 persen. Sementara itu, profitabilitas tetap tumbuh dengan Return-On-Asset (ROA) mencapai 2,04 persen, mencerminkan laju bisnis perbankan syariah yang tetap solid di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.
Namun, meski data-data tersebut menunjukkan tren positif, Nur tetap mengingatkan bahwa masih banyak tantangan besar yang harus dihadapi sektor ini. Salah satunya adalah belum optimalnya potensi ekonomi dan keuangan syariah yang ada saat ini.
“Arahnya perlu dimulai, diarahkan ke arah yang lebih positif dan tentu ini harus dimulai dari perubahan paradigma makro,” tegas Nur.
Ia menilai bahwa yang dibutuhkan bukan hanya reformasi kelembagaan, melainkan penyusunan ulang struktur yang selama ini membatasi kontribusi sektor syariah terhadap perekonomian nasional.
Menurut Nur, Indonesia tidak kekurangan inisiatif untuk membangun ekosistem keuangan syariah. Banyak langkah telah dilakukan oleh akademisi, regulator, pelaku industri, hingga komunitas-komunitas yang peduli terhadap sektor ini.
“Namun sesungguhnya kita masih kekurangan orkestrasi kebijakan dan arah besar yang sistemik yang dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah,” pungkasnya.
BPKH Perkuat Ekonomi Syariah Lewat Kolaborasi Global
Untuk diketahui, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendorong penguatan kerja sama internasional untuk memajukan ekonomi syariah dalam ajang Global Islamic Financial Institutions Forum 2025 yang digelar di Dubai.
Kepala Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menyampaikan bahwa keikutsertaan BPKH dalam forum ini mencerminkan peran strategis lembaga tersebut dalam ekosistem keuangan syariah global.
"Partisipasi BPKH menunjukkan posisi kami sebagai pemain utama dalam dunia keuangan syariah internasional," ujar Fadlul dalam pernyataannya dari Jakarta, Jumat 9 Mei 2025.
Acara ini diselenggarakan oleh Standard Chartered dan menjadi ruang penting untuk membangun sinergi lintas negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi syariah.
Fadlul tampil sebagai pembicara dalam sesi panel CEO bertajuk "Bridging Borders, Fuelling Growth: The Next Era of Cross-Border in Islamic Banking" bersama para pemimpin industri keuangan syariah dari berbagai negara.
Dalam sesi tersebut, ia menekankan pentingnya kerja sama antarnegara dalam memperkuat perbankan syariah serta memudahkan pergerakan dana umat secara global.
Ia juga menegaskan bahwa dana haji yang dikelola oleh BPKH tidak hanya aman, tetapi juga digunakan secara produktif untuk memberi dampak nyata bagi umat.
"Kehadiran kami di forum ini membuktikan bahwa pengelolaan dana umat tidak hanya fokus pada keamanan, tapi juga produktivitas dan manfaat," jelasnya.
Fadlul turut menyampaikan apresiasi kepada para pelaku industri yang berpartisipasi dalam forum tersebut atas kontribusi pandangan dan wawasan yang bermanfaat bagi pengembangan strategi BPKH.
Ia juga menyoroti peran penting BPKH Limited, anak usaha BPKH, dalam memperkuat kemitraan internasional dan mengoptimalkan pemanfaatan dana haji.
Fadlul menegaskan, BPKH akan terus berinovasi dalam pengelolaan keuangan haji dengan prinsip syariah, transparansi, dan akuntabilitas, serta terbuka terhadap peluang kerja sama strategis lintas negara.
Sementara itu, CEO Standard Chartered Islamic Banking, Khurram Hilal, mengungkapkan optimismenya terhadap potensi besar ekonomi syariah di Indonesia.
Ia mengajak lembaga keuangan syariah nasional, termasuk BPKH, untuk menjalin kemitraan dengan institusi keuangan Islam global, khususnya di Timur Tengah, guna memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia.
“Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dengan ekonomi bernilai triliunan dolar, memiliki semua syarat untuk mendorong pertumbuhan keuangan Islam global,” kata Khurram.(*)