KABARBURSA.COM - Isu penggantian Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) kini menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku pasar dan para pemangku kepentingan industri perbankan.
Pasar cenderung memperhatikan apakah pergantian ini akan membawa perubahan besar dalam strategi dan visi jangka panjang bank, yang sudah menjadi pemain utama di sektor perbankan syariah Indonesia.
Sejak akhir tahun lalu, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) menunjukkan tren yang semakin melejit, menarik perhatian para investor dan pelaku pasar. Kenaikan harga saham ini tidak lepas dari momentum positif pasca merger besar yang melibatkan tiga bank syariah milik BUMN, yakni BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah.
Proses konsolidasi yang rampung pada 1 Februari 2021 menjadikan BRIS sebagai entitas baru dengan nama Bank Syariah Indonesia (BSI), sekaligus memperkuat posisinya sebagai bank syariah terbesar di Indonesia.
Pasar melihat langkah ini sebagai strategi jangka panjang yang solid untuk memperkuat industri keuangan syariah nasional, serta memperluas akses layanan perbankan syariah yang lebih modern dan inklusif.
Kinerja perseroan pun menjadi sorotan setelah merger. Dengan dukungan modal kuat dan jaringan luas yang dimiliki oleh ketiga bank induknya, BSI berhasil mencatat pertumbuhan yang positif, baik dari sisi pembiayaan, aset, hingga peningkatan laba bersih.
Sebelum menjadi BSI, entitas utama BRIS berasal dari BRI Syariah yang berdiri pada 3 April 1969, dahulu bernama Bank Jasa Arta sebelum diakuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia pada 19 Desember 2007. Kemudian pada Mei 2018, BRI Syariah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham BRIS.
Saat ini, komposisi pemegang saham BRIS mencerminkan sinergi antarbank Himbara, dengan PT Bank Mandiri Tbk menguasai 51,47 persen, diikuti oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 23,24 persen, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk sebesar 15,38 persen.
Struktur kepemilikan ini menunjukkan komitmen kuat negara dalam mendukung penguatan sektor perbankan syariah, serta menjadi fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan jangka panjang BRIS di tengah tantangan dan dinamika ekonomi yang terus berkembang.
Kinerja Keuangan Solid dan Menjanjikan
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) menunjukkan performa keuangan yang kuat dan pertumbuhan signifikan selama beberapa tahun terakhir, mencerminkan posisinya sebagai bank syariah terbesar di Indonesia.
Dalam laporan keuangannya hingga kuartal IV 2024, BRIS mencatat laba bersih sebesar Rp7,006 miliar, meningkat tajam dari Rp5,704 miliar di tahun 2023 dan Rp4,260 miliar pada tahun 2022.
Kinerja ini didukung oleh pendapatan yang juga terus meningkat, dengan total revenue mencapai Rp25,298 miliar, di mana gross profit mencapai Rp17,409 miliar dan EBITDA sebesar Rp10,328 miliar.
Laba per saham (EPS) saat ini berada di angka 151,88, mencerminkan efisiensi operasional yang cukup baik dengan net profit margin sebesar 27,8 persen. Hal ini turut didukung oleh gross profit margin yang tinggi di angka 69,95 persen, dan operating profit margin sebesar 36,68 persen.
Dari sisi valuasi, BRIS memiliki Price to Earnings (PE) Ratio TTM sebesar 17,91 dan forward PE sebesar 14,28. Meskipun PE ini terlihat lebih tinggi dibanding median PE IHSG (8,04), hal ini masih tergolong wajar mengingat potensi pertumbuhan BRIS ke depan yang cukup menjanjikan, tercermin dari PEG Ratio sebesar 0,78 dan bahkan lebih rendah lagi pada 3 tahun terakhir yakni 0,65.
Dari sisi valuasi pasar, kapitalisasi BRIS mencapai Rp125,472 miliar dengan jumlah saham beredar sebesar 46,13 miliar. Rasio Price to Book Value berada di angka 2,79, yang menandakan saham ini diperdagangkan di atas nilai buku, tetapi hal ini lazim untuk bank dengan prospek pertumbuhan tinggi.
Sementara itu, rasio Price to Sales (P/S) yang berada di level 4,96 menunjukkan valuasi yang cukup tinggi terhadap pendapatan, namun kembali didukung oleh margin laba yang solid.
Dari sisi solvabilitas, BRIS memiliki struktur modal yang cukup agresif, tercermin dari rasio Total Liabilities terhadap Ekuitas sebesar 8,07 dan Financial Leverage sebesar 9,07.
Meskipun ini menunjukkan ketergantungan pada liabilitas cukup tinggi, perusahaan masih mampu mencetak Return on Equity (ROE) sebesar 15,55 persen, Return on Assets (ROA) 1,71 persen, dan Return on Invested Capital (ROIC) sebesar 16,23 persen. Hal ini menunjukkan efisiensi pengelolaan modal yang cukup baik.
Cash flow operasional BRIS juga berada dalam kondisi sehat dengan arus kas dari operasi sebesar Rp6,812 miliar dan free cash flow sebesar Rp3,877 miliar. Meskipun rasio Price to Free Cash Flow relatif tinggi di angka 32,37, angka ini masih dapat diterima untuk perusahaan dengan pertumbuhan tinggi dan ekspansi berkelanjutan seperti BRIS.
Perusahaan juga memiliki posisi kas yang kuat sebesar Rp8,081 miliar, yang akan mendukung likuiditas dan fleksibilitas keuangan dalam jangka pendek.
Salah satu indikator penting lainnya adalah Altman Z-Score BRIS yang berada pada 0,48, menandakan area kewaspadaan terhadap risiko finansial jangka panjang. Meskipun begitu, indikator ini lebih banyak digunakan pada perusahaan manufaktur dan bisa memiliki keterbatasan ketika diterapkan pada sektor perbankan.
Dari sisi pembagian keuntungan kepada pemegang saham, BRIS telah menunjukkan konsistensi dengan membagikan dividen sebesar Rp18,55 per saham dalam tiga tahun terakhir, dengan dividend yield 0,70 persen dan payout ratio yang konservatif sebesar 12,21 persen.
Ini menunjukkan komitmen manajemen dalam memberikan imbal hasil kepada investor, sembari tetap mempertahankan dana untuk ekspansi usaha.
Kinerja saham BRIS juga menunjukkan pergerakan yang dinamis. Dalam 1 bulan terakhir, sahamnya mengalami kenaikan signifikan sebesar 30,77 persen, meskipun secara year-to-date masih mencatatkan penurunan tipis sebesar 0,37 persen.
Selama 3 tahun terakhir, BRIS telah memberikan imbal hasil yang luar biasa sebesar 81,7 persen, dan dalam 5 tahun bahkan mencapai lebih dari 1.300 persen, menandakan kepercayaan pasar yang kuat terhadap prospek jangka panjang emiten ini.
Secara keseluruhan, kinerja keuangan BRIS mencerminkan kekuatan fundamental yang solid, manajemen risiko yang relatif terjaga, dan potensi pertumbuhan yang menjanjikan di sektor perbankan syariah Indonesia.
Meski memiliki leverage yang tinggi dan valuasi yang cukup premium, BRIS tetap menarik untuk dikaji lebih lanjut oleh investor jangka panjang yang mencari pertumbuhan berkelanjutan di sektor perbankan berbasis nilai-nilai syariah.
Konsisten Bagikan Dividen
Pembagian dividen PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mencerminkan kebijakan perusahaan yang cukup konsisten dalam memberikan imbal hasil kepada pemegang saham, meskipun nilai dividen relatif konservatif dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan.
Pada tahun buku 2023, BRIS membagikan dividen tunai sebesar Rp18,55 per saham, dengan ex-date pada 30 Mei 2024 dan tanggal pembayaran pada 20 Juni 2024. Nilai ini lebih tinggi dari dividen tahun sebelumnya, yakni Rp9,24 per saham untuk tahun buku 2022 yang dibayarkan pada Juni 2023.
Sebelumnya, pada tahun buku 2021, BRIS juga membagikan dividen sebesar Rp18,41 per saham.
Dengan laba bersih tahun 2023 sebesar Rp7 triliun dan jumlah saham beredar sekitar 46,13 miliar lembar, total dividen yang dibayarkan perusahaan pada 2024 diperkirakan mencapai sekitar Rp855 miliar.
Ini mencerminkan payout ratio sebesar 12,21 persen—artinya hanya sekitar 12 persen dari laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham, sementara sisanya kemungkinan besar digunakan untuk memperkuat permodalan dan ekspansi bisnis.
Meskipun dividend yield BRIS hanya berada di level 0,70 persen, yang relatif kecil, hal ini dapat dimaklumi mengingat BRIS berada dalam fase pertumbuhan dan konsolidasi pasca-merger tiga bank syariah milik Himbara.
Perusahaan tampaknya lebih mengutamakan reinvestasi laba untuk memperkuat posisi di industri perbankan syariah nasional, ketimbang membagikan dividen besar-besaran.
Secara historis, pembagian dividen BRIS bersifat fluktuatif dan menyesuaikan dengan kinerja tahunan. Namun, tren dalam tiga tahun terakhir menunjukkan kecenderungan untuk menjaga kebijakan dividen yang stabil, sekaligus menjaga keseimbangan antara imbal hasil kepada investor dan kebutuhan pembiayaan internal.
Kombinasi ini dapat menjadi sinyal positif bagi investor jangka panjang yang mengincar pertumbuhan nilai saham alih-alih hanya return tunai tahunan.
Prospek Cerah tak Terganggu
Sepanjang 2024, saham BRIS mencatatkan performa yang luar biasa dan menjadikannya bintang di antara emiten perbankan di pasar modal Indonesia. Mengakhiri perdagangan tahun 2024 di harga Rp2.730 per saham, BRIS mencatatkan lonjakan nilai sebesar 56,9 persen year to date (YTD).
Kinerja luar biasa ini menjadi sinyal kuat atas kepercayaan pasar terhadap masa depan BRIS, yang lahir dari penggabungan tiga bank syariah milik Himbara dan baru beroperasi kurang dari empat tahun.
Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp125,93 triliun, BRIS resmi masuk ke dalam jajaran lima besar emiten bank dari sisi nilai pasar, bersanding dengan nama-nama raksasa di industri perbankan nasional.
Valuasi saham BRIS juga tergolong premium, dengan rasio price-to-book value (PBV) sebesar 2,90 dan price-to-earning (P/E) ratio mencapai 19,05. Ini menandakan bahwa investor bersedia membayar lebih untuk setiap unit laba dan ekuitas BRIS, karena optimisme terhadap pertumbuhan jangka panjang dan strategi ekspansi bank ini.
Di antara bank syariah, BRIS jauh mengungguli kompetitornya seperti Bank BTPN Syariah (BTPS) maupun Bank Panin Dubai Syariah (PNBS), baik dari sisi valuasi maupun pengembalian saham.
Salah satu pendorong utama kepercayaan investor terhadap BRIS adalah kemampuannya dalam memadukan prinsip-prinsip keuangan syariah dengan pendekatan digital dan layanan berkualitas tinggi.
Dalam kondisi ekonomi global yang penuh tantangan, BRIS justru menunjukkan bahwa inovasi yang selaras dengan nilai-nilai syariah dapat menjadi kekuatan pendorong utama.
Manajemen perusahaan, di bawah kepemimpinan Hery Gunardi, berkomitmen untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ini dengan fokus pada inklusi keuangan, penguatan teknologi, dan pengembangan ekosistem keuangan syariah nasional yang lebih luas.
Dari sisi pembagian keuntungan kepada pemegang saham, BRIS tetap menjaga kebijakan yang konservatif namun stabil. Pada tahun buku 2023, perusahaan membagikan dividen sebesar Rp18,55 per saham, naik dari tahun sebelumnya dan mencerminkan payout ratio sebesar 12,21 persen.
Dengan dividend yield sekitar 0,70 persen, investor tidak sepenuhnya mengandalkan dividen sebagai sumber return, melainkan lebih tertarik pada potensi pertumbuhan nilai saham seiring dengan ekspansi bisnis BRIS.
Prospek cerah BRIS ini tidak serta-merta akan terganggu oleh isu pergantian direktur utama, selama transisi kepemimpinan dilakukan dengan baik dan strategi bisnis tetap konsisten.
Selama direksi baru memiliki visi yang sejalan, menjaga kesinambungan program kerja, serta mampu mempertahankan sinergi dengan induk usaha dan para stakeholder, prospek BRIS masih sangat menjanjikan.
Memang, perubahan pucuk pimpinan bisa menimbulkan kekhawatiran jangka pendek di kalangan investor, terutama terkait arah kebijakan ke depan. Namun, BRIS adalah bank hasil merger strategis tiga bank syariah milik negara dan memiliki peran penting dalam ekosistem keuangan syariah nasional.
Artinya, stabilitas manajemen dan dukungan dari pemerintah serta Himbara tetap menjadi kekuatan utama yang akan menjaga kelangsungan dan arah pertumbuhannya.
Kesimpulannya, pergantian dirut bisa menjadi tantangan kecil dalam jangka pendek, tapi tidak cukup kuat untuk membayangi prospek cerah BRIS—selama proses transisinya dilakukan secara profesional dan tetap berpijak pada rencana jangka panjang yang telah terbukti berhasil.
Nah, bagi calon investor, langkah bijak adalah memulai investasi secara bertahap. Membeli saham BRIS dalam jumlah kecil di awal bisa menjadi strategi cerdas, sambil memantau perkembangan kinerja keuangan dan kondisi ekonomi makro.
Evaluasi menyeluruh terhadap laporan keuangan, strategi bisnis, dan rekam jejak aksi korporasi dalam beberapa tahun terakhir juga sangat penting untuk memastikan keputusan investasi yang optimal.
Keberhasilan BRIS tidak hanya menjadi simbol kebangkitan bank syariah nasional, tetapi juga penegasan bahwa model bisnis syariah memiliki tempat yang strategis dalam sistem keuangan modern Indonesia.
Dengan visi yang kuat dan pelaksanaan strategi yang konsisten, BRIS kini berdiri tegak sebagai salah satu pilar utama penggerak ekonomi nasional yang berbasis nilai-nilai syariah yang inklusif, inovatif, dan kompetitif.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.