Logo
>

Surplus BI Tembus Rp52 Triliun: Bukan Tanda Ekonomi Stabil

Lonjakan ini didorong oleh peningkatan tajam pada pos pendapatan, yang mencapai Rp228,37 triliun

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Surplus BI Tembus Rp52 Triliun: Bukan Tanda Ekonomi Stabil
ILustrasi Surplus Keuangan. Foto: dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) membukukan surplus keuangan tertinggi dalam sembilan tahun terakhir. 

    Laporan tahunan keuangan menunjukkan bahwa surplus sebelum pajak mencapai Rp67,35 triliun, dan setelah dikurangi pajak, tercatat sebesar Rp52,19 triliun. Lonjakan ini didorong oleh peningkatan tajam pada pos pendapatan, yang mencapai Rp228,37 triliun, melampaui beban sebesar Rp161,32 triliun.

    Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky, menilai capaian ini sebagai anomali yang patut dicermati dalam konteks moneter dan fiskal. 

    "Surplus besar memang mengesankan, tapi tidak bisa serta-merta dibaca sebagai indikator membaiknya kondisi keuangan nasional," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis 26 Juni 2025.

    Menurutnya, justru ada sinyal kekhawatiran yang mengemuka, terutama terkait gejolak nilai tukar rupiah dan ketidakpastian pasar.

    Dari lima komponen pendapatan yang dilaporkan BI, lebih dari 99 persen disumbang oleh pos Pelaksanaan Kebijakan Moneter, yakni sebesar Rp226,89 triliun. 

    Di dalamnya, Pendapatan Bunga mencatat rekor baru sebesar Rp91,53 triliun. Disusul pendapatan berbasis prinsip syariah sebesar Rp10,73 triliun. Bila digabung, dua komponen ini menyumbang hampir 45 persen dari total pendapatan.

    Pendapatan bunga juga diperkuat oleh aliran dari Surat Berharga Negara (SBN) untuk berbagai program pemerintah, seperti pemulihan ekonomi nasional dan kesehatan. 

    Tiga pos terkait SBN memberikan tambahan pemasukan masing-masing sebesar Rp26,20 triliun, Rp27,79 triliun, dan Rp1,09 triliun. 

    Namun demikian, Awalil mencatat bahwa pos-pos ini juga menimbulkan beban hampir setara karena merupakan bagian dari skema berbagi beban dengan pemerintah.
     

    Komponen lain yang menonjol adalah pendapatan dari selisih kurs transaksi valuta asing yang mencapai Rp54,57 triliun, atau sekitar 21 persen dari total penghasilan. Jumlah ini meningkat 35,15 persen dari tahun sebelumnya. 

    Menurut Awalil, lonjakan tersebut terjadi karena tingginya volatilitas kurs harian, yang mencerminkan ketidakstabilan pasar valuta. 

    "Peningkatan ini bukan karena faktor fundamental yang membaik, tapi justru karena gejolak nilai tukar yang tajam," jelasnya.

    Transaksi Aset Keuangan juga berkontribusi Rp9,71 triliun. Komponen ini mencakup keuntungan bersih dari penjualan emas, surat berharga, serta instrumen derivatif. Sedangkan empat komponen non-moneter lainnya memberikan kontribusi yang relatif kecil: Sistem Pembayaran Rp249,54 miliar, Pengawasan Makroprudensial Rp5,66 miliar, Penyediaan Pendanaan Rp67,06 miliar, dan Pendapatan Lainnya Rp1,45 triliun.

    Kenaikan pendapatan BI tahun 2024 sebesar 20,43 persen dibanding tahun sebelumnya, memperpanjang tren kenaikan empat tahun terakhir. Namun Awalil mengingatkan bahwa angka-angka tersebut tidak serta-merta mencerminkan fundamental yang sehat. 

    “Peningkatan penghasilan BI bukanlah kabar buruk, tetapi juga tidak bisa dianggap sebagai sinyal bahwa situasi ekonomi kita aman. Justru, ini mengindikasikan adanya tekanan dan ketidakpastian yang meningkat dalam sistem keuangan,” katanya.

    Ia juga menyoroti peran kenaikan BI rate dan yield SBN yang memperbesar nominal pendapatan bunga. 

    Tapi, jika ditelusuri lebih dalam, kenaikan tersebut lebih banyak didorong oleh faktor eksternal dan kebutuhan pembiayaan negara, bukan karena menguatnya daya tahan sektor keuangan domestik.

    Dari keseluruhan laporan, Awalil menyimpulkan bahwa surplus BI pada 2024 adalah cermin dari dinamika kompleks di sektor moneter, yang perlu dibaca secara kritis.

    “Ini bukan waktu untuk euforia, tapi waktu untuk kehati-hatian dan evaluasi menyeluruh terhadap fondasi stabilitas ekonomi kita,” tegasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.