KABARBURSA.COM - Awal pekan ini Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, meluncurkan posko pengaduan bertajuk Lapor Mas Wapres. Posko tersebut dimaksudkan sebagai saluran pengaduan langsung bagi masyarakat. Tujuannya sih baik: memberi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan, kritik, dan saran tentang layanan pemerintah. Langsung kepada Wakil Presiden (Wapres).
Secara teori, posko itu menawarkan berbagai manfaat. Terutama dalam meningkatkan keterbukaan pemerintah dan mendorong partisipasi publik. Namun, efektivitasnya sebagai saluran komunikasi langsung di tingkat Wapres, justru menimbulkan pro dan kontra.
Di satu sisi, posko Lapor Mas Wapres memberi masyarakat kesempatan untuk menyampaikan keluhan tanpa harus melewati panjangnya birokrasi. Ketika laporan diterima langsung oleh tim yang berada di bawah koordinasi Wapres, respons pemerintah diharapkan lebih cepat dan akurat. Ini bisa mendorong transparansi dan akuntabilitas yang sangat penting bagi pemerintah. Data dari laporan-laporan ini juga dapat menjadi aset berharga, membantu pemerintah mengidentifikasi permasalahan di berbagai daerah secara lebih detail dan menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Di sisi lain, penanganan pengaduan publik di tingkat Wapres, dinilai tidak efisien. Bahasa lainnya salah wadah. Sebagai pemimpin nasional, Wapres memiliki mandat untuk mengurus kebijakan strategis dan menyelesaikan isu-isu makro yang memerlukan fokus pada skala nasional. Dengan peran tersebut, Wapres diharapkan menangani isu-isu yang berdampak luas bagi bangsa. Antara lain, membantu Presiden memikirkan pembukaan lapangan kerja baru agar angka pengangguran tidak terus bertumbuh. Bukan justru bermain-main dengan permasalahan individual yang pada dasarnya lebih cocok ditangani oleh kementerian teknis atau kepala daerah.
Dalam arti kata, posko Lapor Mas Wapres tersebut tak lebih sebagai ide kecil di wadah jumbo. Kantor Wapres terlalu besar dan terlalu jauh untuk mengurusi laporan individual. Ide dan gagasan membuka posko pengaduan Lapor Mas Wapres, akan lebih tepat dan efektif jika berada di tingkatan kepala daerah atau kementerian teknis. Sebab, Wakil Presiden memiliki peran strategis sebagai pengambil kebijakan pada level nasional. Sehingga, mengurusi laporan individual secara langsung, akan kurang efisien untuk posisi sebesar itu. Posko Lapor Mas Wapres itu ibarat setitik bintang di langit.
Selain itu, kehadiran posko Lapor Mas Wapres, berisiko menimbulkan tumpang tindih peran dengan lembaga lain seperti Ombudsman, kementerian, atau posko pengaduan di tingkat daerah. Tumpang tindih semacam ini bisa membuat sistem pengaduan semakin rumit dan membingungkan bagi masyarakat yang mencari solusi cepat atas masalah mereka. Bahkan, bisa jadi respons dan penyelesaian laporan justru lebih lambat karena melewati beberapa jenjang birokrasi sebelum ditangani.

Masyarakat juga perlu memahami bahwa pemerintah daerah dan kementerian teknis memiliki sumber daya, otoritas, serta pemahaman mendalam tentang isu sektoral dan lokal. Dengan memberikan kewenangan penuh kepada instansi-instansi tersebut untuk menangani laporan masyarakat, proses penyelesaian masalah bisa lebih cepat dan tepat sasaran. Terlebih lagi, data pengaduan yang dikumpulkan langsung oleh instansi teknis atau pemerintah daerah dapat dianalisis untuk merumuskan perencanaan wilayah atau kebijakan sektoral yang lebih komprehensif.
Sebagai alternatif, alangkah lebih baik jika Wapres memfokuskan diri pada pemantauan dan pengawasan efektivitas posko-posko pengaduan di tingkat kementerian atau daerah. Dengan pendekatan ini, Wapres tetap dapat memastikan bahwa suara masyarakat didengar dan permasalahan mereka ditindaklanjuti dengan baik tanpa harus menangani setiap pengaduan individual secara langsung.
Pada akhirnya, inisiatif membuka posko Lapor Mas Wapres harus dikaji ulang untuk menilai apakah ide kecil itu benar-benar menjadi solusi efektif. Atau, sekadar upaya yang (meski niatnya baik) berada di luar ranah tanggung jawab utama Wapres.
Pengelolaan pengaduan publik yang baik memerlukan integrasi dengan instansi terkait di berbagai tingkatan dan respons yang cepat. Harapannya, masyarakat dapat melihat adanya perhatian pemerintah yang lebih terfokus dan terstruktur dalam menangani keluhan dan saran yang mereka sampaikan.
Sebagai alternatif, Wapres bisa berfokus pada sistem pengawasan atau pemantauan efektivitas posko-posko pengaduan di kementerian atau pemerintah daerah. Dengan cara ini, Wapres dapat memastikan kebijakan dan pelayanan publik berjalan efektif, tanpa harus menangani laporan individual secara langsung.
Dalam hal ini, Wapres Gibran sudah harus membuat lompatan berpikir bahwa saat ini tidak lagi berada pada kedudukan sebagai wali kota. Posisi Wapres memiliki peran strategis sebagai pengambil kebijakan pada level nasional. Atau, inikah jawaban semesta bahwa usia dan pengalaman adalah sesuatu yang niscaya dan tidak boleh direkayasa seenak udel? (*)
https://www.youtube.com/watch?v=LhNZRMw3FAs
 
      