KABARBURSA.COM – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, kejelasan arah penurunan suku bunga negara maju seperti halnya Amerika Serikat (AS) bakal menjadi stimulus masuknya modal asing dan memperkuat stabilitas negara berkembang seperti Indonesia.
“Perkembangan ini akan mendukung kebijakan ekonomi negara berkembang untuk tujuan ekonomi domestiknya dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara masing-masing,” kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September, Rabu, 18 September 2024.
Perry menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap menujukkan kinerja yang baik sehingga perlu untuk terus didukung agar pertumbuhannya tetap meningkat.
Pertumbuhan tersebut, kata Perry, dapat terlihat dari investasi bangunan yang sejalan dengan tahapan finalisasi operasional Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) dan penyelesaian berbagai proyek strategis nasional (PSN).
Ia juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap terjaga, khususnya untuk kelas menengah ke atas. Begitu juga dengan ekspor nonmigas yang tetap baik turut menopang pertumbuhan ekonomi.
“Belanja pemerintah yang diperkirakan meningkat pada akhir tahun ini diharapkan dapat juga menopang permintaan domestik,” ujarnya.
Perbaikan ekonomi, kata Perry, juga tercermin dari hasil survei BI yang menunjukkan kegiatan ekonomi pada triwan 3 tahun 2024 yang tetap baik. Hasil positif tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, yakni keyakinan konsumen yang tinggi, penjualan eceran yang positif, serta import barang modal dan penjualan semen yang meningkat.
“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 ini diperkirakan berada dalam kisaran 4,7 sampai 5,5 persen, titik tengahnya adalah 5,1 persen. Ke depan berbagai upaya perlu terus ditumpuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar lebih tinggi, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran,” kata Perry.
Penurunan Inflasi Global
Perry menyebut, dampak dari ketidakpastian kebijakan moneter negara maju membawa dampak positif bagi Indonesia. Ketidakpastian berjalan seiring dengan pelambatan penurunan tekanan inflasi global.
“Di Amerika Serikat, inflasi diperkirakan akan semakin mendekati sasaran inflasi jangka menengahnya, yaitu sebesar 2 persen di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengaguran di negara itu,” ungkapnya.
Perkembangan ini, lanjut dia, mendorong prospek penurunan Fed Fund Rate (FFR), suku bunga kebijakan perantara AS, yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan semula.
Sementera itu Perry juga mengungkapkan bahwa yield US Treasury tenor 2 tahun menurun lebih besar sehingga sekarang ini menjadi lebih rendah dari yield US Treasury tenor 10 tahun.
“Indeks mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang negara utama, atau sering disingkat DXY juga melemah. Di kawasan Eropa, European Central Bank, Bank Sentral Uni Eropa, ECB, telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya sejalan dengan inflasi yang menurun ke arah sasaran jangka menengahnya, yaitu sebesar 2 persen,” ujarnya.
Sementara di tataran Asia, People Bank of China, PBOC, juga telah menurunkan suku bunga sejalan dengan inflasi yang rendah dan permintaan domestik yang masih lemah.
Perkembangan inilah yang kemudian mendorong ketidakpastian pasar mereda sehingga mendorong aliran modal asing masuk ke Indonesia.
Penurunan Suku Bunga
Sementara itu BI telah mengambil langkah strategis dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Keputusan ini menjadi bagian dari bauran kebijakan yang komprehensif untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Selain kebijakan moneter, BI juga memperkuat kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran sebagai respons proaktif terhadap dinamika ekonomi yang berkembang.
“Penurunan suku bunga oleh BI mencerminkan sikap akomodatif dalam menghadapi tekanan inflasi yang mulai mereda dan pertumbuhan ekonomi yang perlu didorong. Dalam konteks global, inflasi yang masih tinggi di beberapa negara maju dan perlambatan ekonomi global mengharuskan BI menyesuaikan kebijakan agar daya beli masyarakat tetap terjaga,” ujar Perry.
Pemotongan suku bunga BI ini menjadi yang pertama sejak bulan Februari 2021 karena bank sentral Indonesia ini telah mengerek suku bunga sebesar 275 bps pada periode Agustus 2022 hingga April 2024, dari sebelumnya 3,50 persen menjadi 6,25 persen.
Penurunan suku bunga acuan ini diharapkan dapat memangkas biaya kredit untuk dunia usaha, konsumen sehingga aktivitas ekonomi dapat terus berjalan.
Menurutnya, kebijakan ini diambil dengan tetap mempertimbangkan target inflasi yang diproyeksikan terkendali dalam batas sasaran BI sebesar 2-4 persen pada 2024.
“Dengan menjaga stabilitas harga, BI berupaya menjaga daya beli masyarakat sambil memperkuat pertumbuhan sektor riil,” ujarnya. (*)