KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat keenam dunia dalam jumlah perusahaan rintisan (startup).
Namun, di kawasan ASEAN, Indonesia berada di posisi teratas dengan 2.647 startup. "Jumlah startup kita di peringkat keenam secara global, bahkan lebih tinggi daripada Jerman," ungkap Airlangga saat Opening Ceremony Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) X Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024 di Jakarta, Kamis.
Saat ini, Indonesia memiliki 15 startup yang berstatus unicorn dan 2 decacorn. Banyaknya startup tersebut menunjukkan kemajuan signifikan Indonesia dalam persaingan ekonomi digital.
Negara dengan jumlah startup terbanyak adalah Amerika Serikat dengan 80.612 startup, diikuti India dengan 17.043 startup, dan Inggris dengan 7.325 startup.
Berdasarkan World Digital Competitiveness, daya saing digital Indonesia naik 11 peringkat ke posisi 45 pada 2023, sebuah kemajuan signifikan dari posisi 56 pada 2019.
Selain itu, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara tujuan investasi digital di Asia Tenggara pada 2023. Investasi di sektor ekonomi digital Indonesia mencapai 22 miliar dolar AS pada tahun tersebut. Meskipun masih tertinggal dari Singapura yang menyerap 141 miliar dolar AS, Indonesia berhasil melampaui Vietnam dan Malaysia dengan investasi masing-masing 18 miliar dolar AS dan 17 miliar dolar AS.
"Untuk tujuan investasi digital, kita terbesar kedua dengan mendekati 22 miliar dolar AS setelah Singapura. Singapura menjadi hub karena mereka membagi, tetapi investasi di Indonesia benar-benar masuk pada 2023," kata Airlangga.
Perkuat Ekosistem Digital
Sejumlah perbankan semakin gencar dalam memberikan pendanaan kepada perusahaan-perusahaan rintisan digital, memperkuat ekosistem digital di Indonesia.
Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melalui PT Central Capital Ventura (CCV) yang mendukung ekonomi digital. CCV memberikan dana kepada startup digital untuk memperbesar skala bisnisnya.
Hera F. Haryn, Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA, menyatakan bahwa BCA melihat CCV sebagai wadah untuk memahami perkembangan startup dan fintech di Indonesia.
CCV melakukan investasi pada perusahaan fintech, fintech-enabler, serta mempelajari potensi fintech tersemat dalam perusahaan non-fintech, seperti edu-tech dan health tech.
Faktor-faktor global seperti konflik geopolitik dan kenaikan suku bunga mempengaruhi minat investor pada startup. Sekarang, investor mempertimbangkan keberlanjutan dan profitabilitas selain valuasi.
Pergeseran ini akan memperkuat ekosistem startup dan berdampak positif pada dunia usaha.
BCA akan terus memantau pasar dan mencari peluang investasi di sektor-sektor digital yang mendukung bisnis intinya.
Di tengah laju digitalisasi, kolaborasi dengan fintech atau startup strategis akan memperluas layanan kepada nasabah.
Bisnis fintech di Indonesia masih memiliki peluang besar, terutama di sektor consumer tech, wealth, dan teknologi yang mendukung perbankan.
CCV telah memberikan pendanaan kepada sekitar 30 startup sejak beroperasi pada tahun 2017. BCA juga memiliki program akselerator startup bernama SYNRGY Accelerator.
PT Bank Mandiri Tbk juga mendukung startup melalui Mandiri Capital Indonesia (MCI), dengan dana disalurkan kepada 23 perusahaan startup dari berbagai bidang.
BNI Ventures (BNV) menambah investasi baru pada tahun ini, fokus pada profitabilitas dan berinvestasi secara selektif.
Perbankan kini lebih berhati-hati dalam pendanaan startup, mengingat beberapa startup gagal.
Sistem Digitalisasi Cegah Korupsi
Praktik Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK kembali menjadi sorotan publik. Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial, menyebut OTT yang dilakukan KPK sebagai tindakan kampungan.
Menurut Luhut, praktik OTT terkesan kuno karena Indonesia telah menerapkan sistem digitalisasi yang dianggap mampu menutup celah korupsi. Sebagai contoh, Luhut menyebut Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA) sebagai model pengelolaan minerba yang terintegrasi.
“Saya dulu di-bully karena tidak setuju dengan OTT. Kalau bisa tanpa OTT, kenapa harus OTT? Itu kampungan, nyadap-nyadap telepon,” ujar Luhut dalam acara Pencanangan Hari Kewirausahaan Nasional dan HUT HIPMI ke-52 di Jakarta, Senin 10 Juni 2024 lalu.
“Sampai nyadap orang lagi bicara sama istrinya, ‘Wah enak tadi malam, Mam’, katanya. Kan repot,” ucapnya sambil bergurau.
Ini bukan pertama kalinya Luhut mengkritik OTT. Pada Juli 2023, dia juga menyebut mereka yang mendukung OTT sebagai ‘kampungan’ dan ‘ndeso’. Menurutnya, perbaikan sistem harus diutamakan daripada menangkap pejabat korup, karena pencegahan lebih efektif menutup celah korupsi.
“Kalau makin kecil yang ditangkap karena digitalisasi, kenapa tidak?” tambah Luhut.
Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menegaskan bahwa digitalisasi tidak serta-merta menghapus praktik korupsi. Menurutnya, meskipun sistem digitalisasi telah diterapkan, angka korupsi masih tinggi, termasuk di sektor-sektor yang sudah modern.
“Pemerintah belum memiliki sistem digital yang benar-benar mampu menghentikan niat buruk para pelaku korupsi,” tegas Nawawi di Kompleks DPR, Selasa 11 Juni 2024.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.