KABARBURSA.COM - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan mengenai kenaikan harga tiket kereta rel listrik (KRL).
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Mohamad Risal Wasal, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 12 September 2024.
"Sampai sekarang belum ada keputusan apakah harga tiket akan naik atau tidak. Kita tunggu saja, nanti arahnya akan jelas setelah kabinet pemerintahan baru terbentuk," ujar Risal. Ia menambahkan bahwa berspekulasi tentang hal tersebut tidak tepat saat ini.
Terkait wacana pengenaan tarif tiket KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), Risal juga menjelaskan bahwa hal itu masih dalam tahap wacana. "Masih belum ada keputusan soal itu. Kita menunggu arahan terbaru nantinya," katanya.
Meski demikian, Kemenhub mengakui telah melakukan kajian mengenai kemungkinan kenaikan tarif KRL sebesar Rp1.000. "Kajian tersebut memang ada, sebelumnya kita berencana menaikkan tarif sebesar Rp1.000-2.000, namun hingga kini belum ada penerapan," jelas Risal.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa pemberian subsidi berbasis NIK untuk tiket KRL Commuter Line Jabodetabek yang direncanakan pada 2025 masih berupa wacana. Ia menekankan bahwa studi sedang dilakukan agar subsidi transportasi umum tepat sasaran dan diberikan kepada mereka yang memang layak menerimanya. Namun, Budi menegaskan belum ada keputusan final terkait hal tersebut.
Wacana subsidi berbasis NIK sempat ramai diperbincangkan di media sosial, setelah data terkait muncul dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang diserahkan pemerintah kepada DPR untuk dibahas. Dokumen tersebut memuat rencana perbaikan sistem subsidi PSO (Public Service Obligation) untuk kereta api, termasuk KRL Jabodetabek. Salah satu inovasi yang dibahas adalah perubahan sistem subsidi untuk tahun depan.
Penyaluran Subsidi KRL
Warga Jabodetabek diperkirakan bakal beralih ke transportasi lain seperti taksi maupun ojek online setelah pemerintah mewacanakan mengubah penyaluran subsidi kereta rel listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada tahun depan.
Kabar tersebut membuat saham GOTO maupun BIRD berpotensi terkena dampak positif dengan adanya kebijakan penyaluran KRL itu.
Menanggapi hal itu, Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta mengatakan moda transportasi lain seperti ojek online maupun taksi tidak akan terdampak dengan kebijakan penyaluran subsidi KRL berbasis NIK.
“Kalau menurut saya tidak ada pengaruh signifikan ya antara rencana skema subsidi tiket KRL berbasis NIK pada tahun depan dengan peralihan transportasi krl ke transportasi lainnya,” ujar Nafan kepada Kabar Bursa, Senin, 2 September 2024
Nafan menyatakan, saat ini KRL masih menjadi moda transportasi prioritas bagi masyarakat, khususnya di wilayah Jabodetabek dalam memanfaatkan waktu yang efisien untuk mencapai tujuan.
“Karena kan kalo KRL lebih cepat sampai ke stasiun suatu tujuan,” kata dia.
Lebih lanjut Nafan melihat tarif juga menjadi persoalan mengapa masyarakat masih akan tetap menggunakan KRL andai kebijakan berubah.
Menurutnya, transportasi lain seperti ojek online maupun taksi, dirasa lebih mahal dibandingkan dengan KRL.
“Coba misal naik taksi dari BSD (Tangerang) ke Jakarta paling akan mengabiskan ongkos Rp150 ribu lebih kalau ojek online bisa Rp50 ribu lebih. Karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan KRL yg lebih efesien dan efektif,” jelasnya.
Nafan pun percaya, andai kebijakan tersebut berjalan pada tahun depan, pengguna transportasi KRL akan tetap meningkat.
Kaji Ulang Subsidi KRL Berbasis NIK
Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, mendesak pemerintah menunda dan mengkaji ulang pemberlakuan subsidi atau public service obligation (PSO) kereta rel listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada 2025. Selain mendapat penolakan dari komunitas pengguna KRL, subsidi berbasis NIK ini dinilai diskriminatif dan tidak pro rakyat.
“PSO pada KRL adalah amanat UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian untuk menjamin tarif yang terjangkau bagi masyarakat. Sebagai bentuk pelayanan publik, pemberian subsidi KRL juga seharusnya mengedepankan prinsip kesamaan hak. Tidak boleh diskriminatif. Jika subsidi diberlakukan berdasarkan NIK, artinya sudah ada tindakan diskriminatif dalam pemberian layanan publik,” kata Sigit Sosiantomo dalam keterangan tertulis yang diterima Kabar Bursa, Minggu, 1 September 2024.
Sigit juga menilai rencana pemerintah memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK sebagai kebijakan yang tidak pro rakyat. Menurutnya, skema baru ini justru dapat menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna KRL yang tidak memiliki akses subsidi, terutama kelas menengah ke bawah. “Rakyat berhak mendapatkan transportasi yang murah dan nyaman sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian,” ujarnya.(*)