KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merencanakan alokasi anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp525,6 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025, yang mencerminkan peningkatan signifikan sebesar 21,75 persen dibandingkan dengan anggaran yang dialokasikan pada tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menekankan bahwa anggaran ini memiliki tujuan strategis yang meliputi stabilisasi harga, menjaga daya beli masyarakat, dan mendukung keberlanjutan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tengah tantangan ekonomi yang terus berkembang.
Anggaran tersebut terdiri dari berbagai komponen penting, termasuk subsidi energi sebesar Rp204,5 triliun, kompensasi energi sebesar Rp189,8 triliun, dan subsidi non-energi sebesar Rp131,3 triliun. Fokus utama alokasi anggaran ini adalah pada sektor energi, di mana total subsidi dan kompensasi untuk sektor ini diproyeksikan mencapai Rp394,3 triliun pada tahun 2025. Angka ini mencerminkan kenaikan sebesar 17,8 persen dibandingkan dengan alokasi tahun 2024 yang mencapai Rp334,8 triliun.
Rincian anggaran subsidi energi menunjukkan bahwa dana ini akan disalurkan untuk mendukung berbagai kebutuhan masyarakat, termasuk alokasi sebesar Rp26,7 triliun untuk BBM jenis tertentu, Rp87,6 triliun untuk LPG tabung 3 kg, dan Rp90,2 triliun untuk subsidi listrik. Fokus dari anggaran ini adalah untuk memberikan bantuan kepada rumah tangga miskin dan rentan, serta mendukung transisi energi melalui anggaran ketahanan energi, yang menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Di sisi lain, alokasi untuk subsidi non-energi diproyeksikan akan meningkat secara signifikan menjadi Rp131,3 triliun, meningkat sebesar 35,5 persen dibandingkan dengan alokasi sebelumnya yang mencapai Rp96,8 triliun. Anggaran ini terdiri dari Rp104,5 triliun untuk berbagai program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan Rp26,8 triliun sebagai dana cadangan untuk menghadapi kebutuhan mendesak.
Dana cadangan subsidi non-energi ini direncanakan akan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk subsidi pupuk sebesar Rp44,1 triliun, yang merupakan bagian dari upaya untuk memastikan ketahanan pangan nasional. Selain itu, subsidi Public Service Obligation (PSO) atau penyediaan pelayanan umum dianggarkan sebesar Rp7,96 triliun, subsidi bunga kredit program sebesar Rp44,23 triliun, dan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp8,16 triliun.
Sri Mulyani juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa alokasi subsidi ini tepat sasaran, terutama dalam menghadapi tantangan global dan domestik yang terus berkembang. Peningkatan alokasi subsidi pupuk hingga 9 juta ton, dibandingkan dengan alokasi sebelumnya yang hanya 6 hingga 7 juta ton, merupakan langkah strategis untuk mendukung sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Kemenkeu berkomitmen untuk terus memantau dan mengkaji efektivitas alokasi anggaran ini guna memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling membutuhkan.
Defisit 2025
Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan signifikan terkait defisit anggaran tahun 2025 yang diperkirakan mencapai 2,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), setara dengan Rp616,2 triliun. Lalu bagaimana cara pemerintah mengatasi defisit ini?
Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pemerintah berencana untuk mengatasi defisit ini, dengan cara mengelola pembiayaan melalui utang dan penjualan surat berharga negara (SBN).
“Ya, saya kira kalau kita defisit rata-rata berarti kan secara umum hampir semua melalui utang-utang dan juga pembiayaan investasi. Tapi mayoritas pasti melalui utang, begitu ya sumber defisitnya. Tentu melalui penjualan surat perhargaan negara, SBN ya,” jelas Tauhid kepada Kabar Bursa, Sabtu, 17 Agustus 2024.
Mayoritas pembiayaan defisit akan berasal dari utang, baik itu melalui penerbitan surat berharga negara maupun pinjaman proyek dari luar negeri, baik bilateral maupun multilateral.
Meskipun demikian, pemerintah akan menghadapi beban bunga utang yang relatif tinggi, berkisar antara 6-7 persen, yang akan menambah beban anggaran.
Untuk menekan defisit, Tauhid menyarankan dua langkah utama: pertama, peningkatan penerimaan negara melalui optimalisasi pajak dan sumber lainnya; kedua, realokasi anggaran untuk efisiensi, terutama jika terjadi penurunan penerimaan negara secara tiba-tiba.
“Nah kayak sekarang kan ini kan penerimaan negara, harusnya ada efisiensi. Tapi malah ditambah defisitnya kan gitu ya. Kita berharap pemerintah konsisten tetap tahun depan di bawah sekitar 2,5 persen dari PDB,” paparnya.
Menyikapi hal ini, pemerintahan Prabowo-Gibran akan fokus pada program prioritas dengan melakukan penyesuaian anggaran. Beberapa kementerian dan lembaga telah mengalami pengurangan belanja, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, sementara alokasi untuk sektor lain, termasuk program gizi gratis yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kesehatan serta Badan Gizi Nasional, akan diperkuat.
Tauhid Ahmad menegaskan bahwa meskipun ada pengurangan alokasi untuk beberapa sektor, prioritas utama program-program penting tetap terjaga.
“Pemerintah telah mulai merasionalisasi anggaran, dan meskipun ada pengurangan di beberapa area, alokasi untuk program-program prioritas tetap dipastikan,” tukasnya.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah diharapkan dapat mengelola defisit anggaran dengan lebih baik dan tetap fokus pada prioritas pembangunan di tengah tantangan fiskal yang ada. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.