KABARBURSA.COM – Negara tujuan utama ekspor batu bara Indonesia mulai mengerem pembelian. China dan India—dua importir batu bara termal terbesar dunia—mengalihkan permintaan mereka ke pemasok dengan kadar energi lebih tinggi. Penurunan harga global membuat batu bara berkualitas tinggi kini lebih bersaing dibandingkan jenis kalori sedang dan rendah dari Indonesia.
Menurut pelaku industri, volume impor batu bara dari Indonesia oleh kedua negara itu turun lebih cepat dibanding total impor batu bara mereka secara keseluruhan. Tren ini menandakan adanya pergeseran selera menuju batu bara dengan nilai kalor tinggi yang menghasilkan energi lebih besar per ton muatan.
“Harga batu bara kalori tinggi memang lebih mahal, tapi jika dihitung per energi yang dihasilkan per dolar, jenis ini jauh lebih efisien,” ujar Vasudev Pamnani, Direktur I-Energy Natural Resources, perusahaan dagang batu bara asal India, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 27 Juni 2025.
Ia menyebut, satu juta ton batu bara kalori tinggi dapat menggantikan 1,2 hingga 1,5 juta ton batu bara Indonesia.
Menurut analis Kpler, Zhiyuan Li, di China, batu bara Indonesia dengan kalori sedang dan rendah makin sulit bersaing. Produk itu terdesak oleh pasokan Rusia yang menawarkan harga lebih murah untuk kelas serupa.
Direktur Utama Ombilin Energi, Ramli Ahmad, mengatakan batu bara Indonesia masih punya peluang bangkit jika harga batu bara kalori tinggi melonjak akibat konflik di Timur Tengah. Namun selama harga tetap bersaing, jenis kalori rendah akan tetap tertekan.
Data bea cukai China dan perdagangan India menunjukkan lonjakan permintaan batu bara Mongolia di pasar China serta batu bara Afrika Selatan di pasar India. Pangsa keduanya mencetak rekor tertinggi selama lima bulan pertama 2025. Hal ini semakin mengikis dominasi ekspor batu bara dari Indonesia.
Meski harga batu bara termal di China terus menurun, ekspor batu bara Mongolia tetap bertumbuh. Analis Mysteel, Xue Dingcui, menyebut efisiensi logistik yang makin baik membuat batu bara Mongolia tetap kompetitif dari sisi harga.
Selain Mongolia, China dan India mulai meningkatkan impor dari Tanzania, negara yang sebelumnya nyaris absen dalam peta perdagangan batu bara laut global sebelum pecah perang Rusia–Ukraina pada 2022. Pedagang India juga mencatatkan kenaikan permintaan untuk batu bara berkalori tinggi dari Kazakhstan, Kolombia, dan Mozambik sepanjang tahun ini. Sementara itu, pasokan dari Australia mulai merebut kembali pangsa pasar di China.
Sejak Oktober 2023, indeks harga batu bara asal Indonesia dan Australia—dua jenis yang umum dibeli oleh konsumen China—terus melandai. Penurunan harga batu bara Australia bahkan tercatat lebih tajam dibanding Indonesia.
Berpaling ke Dalam Negeri
Secara keseluruhan, impor batu bara China turun hampir sepuluh persen menjadi 137,4 juta ton dalam lima bulan pertama 2025. Volume pengiriman ke India juga turun lebih dari lima persen menjadi 74 juta ton. Namun, penurunan paling tajam dialami Indonesia.
Ekspor batu bara dari Indonesia ke China anjlok 12,3 persen, sementara ke India merosot 14,3 persen. Total ekspor nasional dalam periode Januari–Mei tercatat turun 12 persen menjadi 187 juta ton, berdasarkan data firma analitik Kpler.
Untuk menahan laju penurunan ekspor, para penambang Indonesia mulai mengandalkan pasar dalam negeri. Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia memperkirakan permintaan domestik bakal naik tiga persen tahun ini, sedangkan ekspor akan turun sekitar sepuluh persen.
Kebutuhan dalam negeri yang didorong oleh industri smelter nikel kini menjadi tumpuan utama. Berdasarkan data pemerintah Indonesia yang dikaji Reuters, permintaan lokal menyerap 48,6 persen dari total pasokan batu bara nasional—level tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Harga jual batu bara untuk pembangkit listrik dibatasi pemerintah melalui skema Domestic Market Obligation (DMO) sehingga industri smelter menjadi pilihan yang lebih menguntungkan dibanding ekspor. “Industri smelter saat ini jadi titik terang. Harganya lebih baik dibanding jual ke pembangkit atau ke China,” kata Ramli Ahmad.(*)