KABARBURSA.COM - Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengungkapkan bahwa sejumlah perusahaan BUMN akan berada di bawah pengawasan ketat pada era pemerintahan Prabowo Subianto.
Pengawasan ini mencakup baik perusahaan BUMN yang sudah terdaftar di bursa saham (go public) maupun yang belum terdaftar.
Dalam penjelasannya, pria yang akrab disapa Tiko ini mengungkapkan bahwa saat ini sedang dilakukan persiapan dokumen transisi BUMN untuk memfasilitasi peralihan pemerintahan kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Ungkap Tiko, Tim Prabowo telah dilibatkan dalam pembahasan transisi ini.
Tiko kemudian menyebut beberapa perusahaan BUMN yang akan mendapat perhatian khusus di era Prabowo.
Untuk perusahaan BUMN yang terdaftar di bursa saham, contohnya adalah perusahaan-perusahaan di sektor perbankan, telekomunikasi, dan operator jalan tol.
"Contohnya adalah BRI, Mandiri, Telkom, BNI, BSI, Semen Indonesia, Jasa Marga, dan Vale," ujar Tiko saat ditemui di Hotel Westin, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2024.
"Sementara BUMN yang belum go public tetapi juga akan diawasi secara ketat adalah PLN dan Pertamina," sebutnya.
Namun, Tiko tidak menjelaskan secara rinci alasan di balik pemilihan perusahaan-perusahaan ini untuk diawasi.
"Yang krusial, besar, dan bukan public listed namun sangat signifikan, seperti PLN dan Pertamina, juga menjadi perhatian," tambah Tiko.
Selain itu, Tiko mengungkapkan bahwa dokumen transisi BUMN disusun untuk memastikan bahwa kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah dapat meningkat di bawah pemerintahan mendatang.
Ia juga menekankan bahwa tata kelola dan manajemen risiko perusahaan akan ditingkatkan untuk mencapai standar yang lebih baik.
Beberapa waktu lalu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan dokumen yang dimaksud Kartika Wiroatmodjo itu adalah dokumen rencana BUMN ke depan.
"Itu RPJPM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah). RPJPM yang disusun untuk 2024-2029, ya kita support dong. Transisi itu sebenarnya RPJPM itu," kata Arya Sinulingga di Kementerian BUMN Jakarta, Kamis, 18 Juli 2024.
Kata Arya lagi, isi dari dokumen itu seperti pengurangan klaster BUMN dari 12 menjadi 11 klaster. Kemudian, pemangkasan BUMN dari saat ini 41 menjadi 30 BUMN.
"Seperti misalnya berubah dari 12 klaster menjadi 11 klaster, dari 41 BUMN menjadi 30 BUMN dan ke depannya bagaimana, mana BUMN-BUMN yang masih perlu dipertahankan. Ada yang secara keuangan tidak bagus, ngapain dipertahankan," jelas Arya.
BUMN Belum Berminat IPO
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan hingga saat ini belum ada perusahaan BUMN yang menyatakan minat untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).
Pernyataan ini muncul di tengah kabar bahwa Kementerian BUMN menyebut sejumlah perusahaan pelat merah dengan aset jumbo sedang bersiap untuk IPO.
"Hingga saat ini belum ada BUMN," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, saat ditemui di Jakarta, Jumat, 19 Juli 2024.
Meskipun demikian, Nyoman menambahkan bahwa otoritas bursa terus mendorong perusahaan BUMN dan anak usahanya untuk segera melantai di bursa.
"Kami selalu mendorong, tapi saat ini kami menunggu anak perusahaan BUMN," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian BUMN menyatakan tengah mengkaji sejumlah perusahaan pelat merah dengan aset besar. Di antaranya adalah holding pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney), hingga PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelindo).
"Iya, ada kemungkinan IPO, tapi prosesnya masih lama," ujar Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, saat ditemui di Jakarta, Kamis 18 Juli 2024.
Arya menjelaskan bahwa untuk melaksanakan IPO, Kementeriannya perlu mempersiapkan berbagai perhitungan nilai ekonomis, termasuk peluang pasar berdasarkan lini bisnisnya.
Dia mencontohkan kasus PT Pertamina Hulu Energi (PHE), entitas usaha PT Pertamina (Persero), yang batal melaksanakan IPO pada 2023. Penundaan itu terjadi karena belum adanya kecocokan bisnis dengan momentum pasar.
Sepanjang tahun ini, BEI menargetkan sebanyak 62 perusahaan menggelar IPO, lebih rendah dari target tahun sebelumnya. Hingga awal Juli, sudah terdapat 32 perusahaan yang telah melaksanakan IPO.
Selain itu, sebanyak 21 perusahaan telah masuk dalam daftar antrian IPO tahun ini.
Nyoman menyatakan mayoritas perusahaan yang tengah antre IPO berasal dari sektor Consumer-Non Cyclicals atau penyedia barang pokok dan jasa fundamental yang tidak terpengaruh siklus ekonomi.
Secara terperinci, total perusahaan Consumer-Non Cyclicals tercatat berjumlah 7 perusahaan atau setara 33,3 persen. Sementara itu, sektor Consumer Cyclicals, Energi, Finansial, Healthcare, Teknologi, dan Industri masing-masing berjumlah 2 perusahaan atau 9,5 persen.
Kemudian, sektor Basic Material, Transportasi, dan Logistik masing-masing hanya sebanyak 1 perusahaan atau memegang porsi 4,8 persen.
Dari total tersebut, BEI juga mencatat sebanyak 2 perusahaan memiliki aset berskala besar atau di atas Rp250 miliar. Klasifikasi aset tersebut berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017.
Selain itu, sebanyak 16 perusahaan masuk dalam kategori kepemilikan aset menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, dan sisanya 3 perusahaan masuk dalam aset berskala kecil atau di bawah Rp50 miliar.
BEI mengalami penurunan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) di tahun 2024 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan jumlah IPO di BEI disebabkan oleh beberapa faktor, seperti aturan yang lebih ketat, ketidakpastian ekonomi, dan kurangnya minat investor. Upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan minat IPO dan menjaga pertumbuhan pasar modal Indonesia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.