Logo
>

Bukan Ditunda, Dekopin Minta Pemerintah tidak Jadi Naikan PPN

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Bukan Ditunda, Dekopin Minta Pemerintah tidak Jadi Naikan PPN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang semula dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025 kemungkinan ditunda.

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini masih membahas skema bantuan sosial bagi masyarakat yang akan terdampak oleh kenaikan tersebut.

    Menanggapi itu, Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Sri Untari Bisowarno berpendapat bahwa dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang belum membaik, pihaknya mendorong agar kenaikan PPN ditunda terlebih dahulu, atau bahkan dibatalkan, sehingga tetap berada di angka 11 persen.

    "Kalau bisa ya tidak jadi turun, itu kami dukung sepenuhnya," kata Sri Untari kepada Kabar Bursa, Minggu, 1 Desember 2024.

    Menurut dia, kenaikan PPN akan memberikan dampak signifikan pada berbagai sektor, terutama di tengah kondisi daya beli masyarakat yang saat ini menurun.

    "Karena memang secara kondisi objektif di lapangan, kondisi hari ini, daya beli masyarakat sangat turun," ujarnya.

    Salah satu yang dia soroti adalah sektor otomotif. Menurutnya, sektor tersebut berpotensi terkena dampak besar.

    Ia menyebut bahwa kenaikan PPN 1 persen bisa membuat harga mobil melonjak antara 5-10 persen, belum lagi ditambah dengan pajak kendaraan yang semakin membebani masyarakat.

    "Kami membaca, misal di otomotif saja, kenaikan PPN 1 persen bisa berdampak, kenaikan harga mobil antara 5-10 persen, belum lagi pajak kendaraannya," papar Sri Untari.

    Dengan kondisi tersebut, Sri berharap pemerintah dapat bersikap bijak dengan memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat, khususnya di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Dia menekankan perlunya evaluasi kenaikan PPN dilakukan setelah ekonomi benar-benar stabil.

    "Yang kita tunggu kondisi ekonomi masyarakat apakah sudah bagus. Setahun pertama pemerintahan Prabowo dievaluasi. Pemerintah harus bijak memahami situasi dan kondisi masyarakat," sarannya.

    Meski begitu, Sri Untari menyatakan, Dekopin tetap mengapresiasi rencana pemerintah menunda kenaikan tarif PPN. Ia menilai kebijakan tersebut akan memberikan ruang bagi masyarakat untuk memulihkan daya beli yang saat ini sedang menurun.

    "Kami koperasi Indonesia mengapresiasi rencana mundurnya atau diundurnya kenaikan PPN menjadi 12 persen oleh pemerintah," ucap Sri Untari.

    Sebelumnya, Ketua DEN Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa penerapan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen kemungkinan akan ditunda.

    Penundaan itu untuk memberikan waktu terkait dengan perhitungan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak.

    Menurut jadwal, pemerintah akan menerapkan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025.

    “Penerapan PPN 12 persen hampir pasti akan diundur, agar program stimulus ini bisa berjalan terlebih dahulu,” kata Luhut saat ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu, 27 November 2024.

    Dijelaskan Luhut, pemerintah saat ini sedang menghitung jumlah bansos yang akan diberikan. Dia menyebut, pemberian bansos diperkirakan berupa subsidi listrik.

    Adapun yang berhak mendapatkan bansos ini adalah golongan masyarakat menengah dan bawah.

    “PPN 12 persen harus disertai dengan stimulus untuk masyarakat yang ekonominya tertekan, terutama bagi mereka yang mungkin sedang kesulitan. Saat ini perhitungan sedang dilakukan, baik untuk kelas menengah maupun bawah,” ujar Luhut.

    Mengenai alasan pemberian bansos dalam bentuk subsidi listrik, bukan berupa bantuan langsung tunai (BLT). Langkah ini diambil untuk menghindari penyalahgunaan bantuan yang bisa terjadi jika diberikan langsung ke masyarakat.

    “Jika bantuan diberikan langsung, ada risiko penyalahgunaan. Jadi kami pertimbangkan untuk menyalurkannya melalui subsidi listrik, mungkin dengan batasan penggunaan listrik untuk yang pemakaian 1.300 hingga 1.200 Watt ke bawah. Semua perhitungan ini masih dalam proses,” jelasnya.

    Mengenai anggaran untuk bansos ini, Luhut memastikan bahwa anggaran negara melalui APBN mencukupi. Ia mengungkapkan, penerimaan pajak yang baik memungkinkan negara untuk mengalokasikan dana hingga ratusan triliun untuk program ini.

    “APBN kita cukup kuat, penerimaan pajak kita juga bagus. Ada ratusan triliun yang bisa digelontorkan untuk mendukung kebijakan ini,” tegas Luhut.

    “Namun, yang penting adalah memastikan bantuan ini efisien dan tepat sasaran, sesuai dengan harapan Presiden,” pungkasnya.

    Alasan Kenaikan PPN harus Ditunda

    Sementara itu, Pengelola pusat perbelanjaan mengemukakan tiga alasan penting mengapa pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang dijadwalkan mulai 1 Januari 2025.

    Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja, kebijakan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan sektor ritel dan semakin menekan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.

    Alphonzus menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa kenaikan PPN sebaiknya ditunda. Pertama, ia menilai kenaikan PPN pasti akan menyebabkan harga barang dan produk naik.

    “Harga barang akan semakin mahal, dan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang sudah tertekan akan semakin kesulitan,” ujarnya di sela-sela acara ‘Klingking Fun’ di Jakarta, Rabu, 27 November 2024.

    Menurut Alphonzus, sebenarnya tarif PPN di Indonesia sudah cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Dengan begitu, tidak ada alasan mendesak untuk segera menaikkan tarif tersebut.

    “Tarif PPN di Indonesia tidak terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, jadi tidak ada urgensi untuk menaikkannya,” tegasnya.

    Alasan ketiga, menurut Alphonzus, adalah pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor ritel, yang masih belum optimal. Ia mengusulkan agar pertumbuhan sektor ini lebih dulu didorong, dan setelah itu tarif PPN dinaikan.

    “Pertumbuhan ekonomi dan transaksi ritel belum maksimal. Sebaiknya sektor ini didorong lebih dahulu, barulah kenaikan tarif PPN diterapkan. Jika tidak, ini justru akan menghambat pertumbuhan sektor perdagangan,” jelasnya.

    Jika pemerintah tetap melanjutkan rencana kenaikan PPN, Alphonzus memprediksi dampaknya akan sangat terasa bagi sektor ritel, dengan pertumbuhan yang diperkirakan hanya akan mencapai satu digit, atau di bawah 10 persen.

    Ia juga mencatat, meski ada kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang bisa membantu daya beli, hal ini tidak akan efektif jika PPN tetap dinaikkan.

    “Kenaikan UMP bisa membantu, tapi kalau PPN naik, daya beli masyarakat akan tetap tertekan,” pungkas Alphonzus. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.