KABARBURSA.COM - Proses pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex telah memasuki tahap baru. Mahkamah Agung (MA) baru saja menolak kasasi yang diajukan oleh perusahaan pada pekan lalu.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan MA tersebut dan telah melakukan konsolidasi internal. Meskipun demikian, perusahaan memutuskan untuk mengajukan upaya hukum lanjutan melalui peninjauan kembali (PK).
“Langkah hukum ini kami ambil demi menjaga keberlanjutan usaha, serta untuk memastikan lapangan pekerjaan bagi 50.000 karyawan yang telah lama bergabung dengan kami,” kata Iwan dalam keterangan resmi yang dikeluarkan pada 20 Desember 2024.
Wawan menegaskan bahwa keputusan hukum ini tidak hanya untuk kepentingan perusahaan, namun juga untuk mengakomodasi aspirasi seluruh karyawan Sritex.
Selama proses kasasi, ia menambahkan, Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan usahanya tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah.
Menurut data yang disampaikan Tim Kurator per 13 Desember 2024, total utang yang diajukan oleh kreditor tercatat mencapai Rp32,63 triliun. Utang tersebut masih dalam tahap verifikasi untuk kemudian ditetapkan oleh Pengadilan Niaga.
Dari total utang tersebut, utang tanpa jaminan yang diajukan oleh kreditor konkruen tercatat paling besar, yakni sebesar Rp24,73 triliun. Sementara utang berjaminan atau yang berasal dari kreditor separatis mencapai Rp7,2 triliun. Sisanya merupakan utang kepada kreditor preferen, termasuk kantor pajak dan karyawan.
Berikut adalah sepuluh kreditor terbesar yang memiliki utang berjaminan dari Sritex dan afiliasinya:
1. Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited: Rp2,89 triliun
2. Great Phoenix International Ltd: Rp927,16 miliar
3. Bank of China (Hong Kong) Limited Cabang Jakarta: Rp737,75 miliar
4. PT BPD Jawa Tengah (Bank Jateng): Rp502,78 miliar
5. PT Bank Permata Tbk. (BNLI): Rp382,46 miliar
6. PT Bank Shinhan Indonesia: Rp308,95 miliar
7. PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA): Rp271,81 miliar
8. PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS): Rp232 miliar
9. PT Bank KEB Hana Indonesia: Rp226,34 miliar
10. Standard Chartered Bank, Indonesia Branch: Rp196,99 miliar.
Sritex Rumahkan 3.000 Karyawan
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex merumahkan sekitar 3.000 karyawannya setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).
Keputusan ini dilakukan karena perusahaan tekstil tersebut menghadapi kesulitan dalam proses produksi, terutama terkait dengan kekurangan bahan baku.
Seperti diketahui, MA menolak kasasi yang diajukan oleh PT Sritex terkait keputusan Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan perusahaan tersebut dalam status pailit.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi, bersama Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso pada Rabu, 18 Desember 2024.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto mengatakan, mayoritas karyawan yang dirumahkan bekerja di bagian pemintalan benang (spinning). Menurut dia, kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan pasokan kapas, yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan benang.
“Sebagian besar karyawan yang dirumahkan berasal dari sektor spinning, karena bahan baku kapas yang semakin langka,” kata Slamet, Sabtu, 21 Desember 2024.
Secara keseluruhan, sekitar 15.000 karyawan dari total 50.000 karyawan Sritex Grup terdampak akibat kondisi pailit ini.
Karyawan yang terkena dampak bekerja di empat perusahaan yang tergabung dalam grup, yaitu Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Slamet menjelaskan, banyak karyawan yang tidak dapat menjalankan aktivitas kerja karena produksi terganggu. Beberapa karyawan yang tidak terlibat langsung dalam produksi diminta untuk membantu kegiatan lain, seperti membersihkan pabrik.
“Sebagian besar memang dirumahkan, sementara beberapa yang lainnya diminta untuk membantu kegiatan pembersihan di pabrik. Namun, tidak ada produksi yang berjalan saat ini,” ungkap Slamet.
Hanya Menerima Gaji 25 Persen
Slamet menambahkan, karyawan yang dirumahkan hanya menerima 25 persen dari gaji mereka, sedangkan karyawan yang masih aktif bekerja menerima pembayaran penuh. Meski demikian, ia menegaskan bahwa tidak ada gaji yang tertunda. Perusahaan tetap memenuhi kewajiban pembayaran gaji serta tunjangan yang seharusnya diterima karyawan.
“Awalnya kami khawatir gaji tidak dibayar, terutama karena rekening perusahaan diblokir oleh tim kurator. Namun, pihak manajemen Sritex memastikan gaji tetap dibayar sesuai jadwal,” jelas Slamet.
Gaji untuk bulan November sudah dibayarkan, sementara untuk bulan Desember, pembayaran masih menunggu perkembangan lebih lanjut.
Slamet berharap agar Sritex mendapatkan izin untuk melanjutkan operasionalnya (going concern) dari pihak kurator maupun hakim pengawas.
Dengan demikian, diharapkan proses produksi bisa berjalan kembali dan karyawan dapat mempertahankan pekerjaan mereka.
Masih Boleh Melakukan Ekspor
Meski kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) dan tetap dinyatakan pailit, PT Sri Rejeki Isman atau Sritex (SRIL), tetap diperbolehkan melakukan aktivitas ekspor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa meskipun Sritex telah dinyatakan pailit oleh MA, aktivitas ekspor perusahaan tekstil tersebut tetap dapat berjalan.
“Pertama, kami minta perusahaan tetap menjaga kelangsungan usahanya. Kami sudah berkomunikasi bahwa ekspor tetap bisa dilaksanakan, karena status kawasan mereka masih berjalan,” jelas Airlangga Hartarto usai menghadiri acara Bina Diskon di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.
Airlangga juga menanggapi rencana Sritex untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas keputusan MA tersebut. “Silakan saja, proses hukum tetap berlanjut,” ucap Airlangga.
Sritex sendiri telah melakukan konsolidasi internal dan memutuskan untuk melanjutkan langkah hukum melalui PK. Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan bahwa upaya hukum ini dilakukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan melindungi sekitar 50.000 karyawan perusahaan.
“Langkah hukum ini tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan, tetapi juga demi aspirasi seluruh keluarga besar Sritex,” kata Iwan dalam siaran pers yang diterima Kabar Bursa, Jumat, 20 Desember 2024.
Iwan menyatakan, selama proses kasasi, Sritex tetap berkomitmen mempertahankan operasional tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai arahan pemerintah.
“Kami berusaha semaksimal mungkin menjaga situasi perusahaan tetap kondusif, meski ada keterbatasan akibat status pailit. Waktu dan sumber daya yang tersedia sangat terbatas,” ujar Iwan.
Dia berharap agar pemerintah dapat memberikan keadilan hukum yang mempertimbangkan aspek kemanusiaan, sehingga Sritex dapat terus melanjutkan kegiatan usaha dan berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil nasional.
Kami berharap dukungan pemerintah untuk menjaga keberlanjutan operasional kami demi kemajuan industri tekstil Indonesia,” pungkas Iwan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.