Logo
>

DeepSeek, Propaganda China, dan Rontoknya Saham AS

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
DeepSeek, Propaganda China, dan Rontoknya Saham AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - China tampaknya tahu betul cara memainkan narasi besar di media sosial. Menurut firma analisis daring Graphika, akun-akun media sosial yang terafiliasi dengan pemerintah China ramai-ramai mengangkat peluncuran model AI dari startup DeepSeek pekan lalu. Menariknya, beberapa hari setelah hype ini merebak, saham-saham teknologi AS justru anjlok.

    Akun-akun yang ikut dalam perayaan ini bukan sembarangan. Mulai dari diplomat, kedutaan, hingga media pemerintah China turut memperkuat pemberitaan soal DeepSeek. Menurut laporan Graphika, China ingin menegaskan mereka kini mampu menantang dominasi AS di sektor AI.

    Kampanye ini tersebar di berbagai platform, dari X milik Elon Musk, Facebook dan Instagram milik Meta, hingga layanan lokal seperti Toutiao dan Weibo. “Aktivitas ini menunjukkan betapa cepatnya China bisa menggerakkan berbagai aktor untuk menyebarkan narasi bahwa Beijing telah melampaui AS dalam persaingan geopolitik strategis, termasuk dalam pengembangan dan implementasi AI tercanggih,” ujar Kepala Intelijen Graphika, Jack Stubbs, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.

    Selain itu, Graphika juga menemukan sebuah video yang berisi konten pro-China dan anti-Barat di sebuah kanal YouTube. Pola aktivitas kanal ini mirip dengan Shadow Play, sebuah kampanye pengaruh yang dikoordinasikan melalui setidaknya 30 kanal YouTube. Fenomena ini pertama kali diungkap oleh Australian Strategic Policy Institute pada 2023.

    Pihak Alphabet (pemilik YouTube), Meta, X, serta Kedutaan Besar China di Washington, D.C. belum memberikan tanggapan soal laporan ini. Menurut Graphika, percakapan seputar pencapaian DeepSeek mulai meningkat di X sesaat setelah model AI ini dirilis pada 20 Januari. Namun, gelombang besar baru muncul pada Jumat dan terus memuncak sepanjang akhir pekan.

    Pada Senin pekan ini, asisten AI gratis DeepSeek bahkan sudah melampaui ChatGPT dalam jumlah unduhan di App Store milik Apple. Sementara itu, investor global buru-buru melepas saham-saham teknologi AS hingga menyebabkan kapitalisasi pasar Nvidia anjlok USD593 miliar dalam satu hari—rekor kerugian terbesar dalam sejarah Wall Street.

    Nvidia sendiri memilih bungkam dan enggan berkomentar soal laporan dari Graphika.

    Para peneliti DeepSeek mengklaim telah mengembangkan model AI mereka dengan biaya jauh lebih rendah dibandingkan para pesaing di AS. Klaim ini langsung memicu kekhawatiran di Silicon Valley, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang sudah menggelontorkan puluhan miliar dolar untuk membangun pusat data AI. Jika benar, bukan tidak mungkin perang harga antara AS dan China di sektor AI bakal pecah.

    Kondisi ini sudah mulai terasa di pasar saham. Saham Microsoft—investor utama OpenAI sekaligus operator pusat data ChatGPT—sempat merosot awal pekan ini setelah melaporkan pertumbuhan bisnis cloud yang lebih lambat dari ekspektasi pasar, meski tetap agresif menggelontorkan miliaran dolar untuk ekspansi AI. Microsoft dan Meta sendiri menegaskan akan terus berinvestasi besar-besaran dalam AI di masa mendatang, tak peduli seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan.

    Sementara di China, keberhasilan DeepSeek dirayakan sebagai bukti bahwa Beijing berhasil menangkis upaya Washington dalam mengekang industri teknologi mereka lewat pembatasan ekspor teknologi. Namun, di AS, keberhasilan DeepSeek justru menimbulkan tudingan bahwa perusahaan ini mungkin telah mengakses teknologi dari OpenAI dan perusahaan AI AS lainnya secara tidak sah—meskipun hingga kini belum ada bukti yang memperkuat klaim tersebut.

    Pemerintah AS pun mulai mengambil langkah. Departemen Perdagangan kini tengah menyelidiki apakah DeepSeek diam-diam menggunakan chip buatan AS yang sebenarnya dilarang dikirim ke China. Jika terbukti, bisa jadi perang dagang AI ini akan semakin memanas.

    Memang, sejak 2018, AS sudah membatasi ekspor microchip canggih ke China buat menjaga dominasi teknologi mereka, apalagi di sektor militer. Tampaknya, kebijakan ini cukup efektif. DeepSeek baru saja mengumumkan bakal menangguhkan pendaftaran akun di luar China. Kata mereka ini gara-gara serangan siber, tapi Gregory Allen tak percaya. “Kemungkinan besar sih mereka kekurangan chip,” ujarnya.

    Sementara itu, Komite DPR AS untuk Urusan Partai Komunis China juga tak tinggal diam. Mereka melayangkan tweet peringatan ke Departemen Perdagangan AS soal celah berbahaya dalam aturan ekspor chip yang bisa bikin kejadian seperti ini terus berulang. Singkatnya, drama AI antara AS dan China ini masih jauh dari kata selesai.

    Tak cuma soal teknologinya yang makin canggih, DeepSeek juga bikin pejabat AS khawatir gara-gara AI-nya harus patuh pada regulasi China dan nilai-nilai sosialisme. Komite DPR AS bahkan nyeletuk di media sosial, “Jangan kaget kalau nanti chatbot kalian tiba-tiba diam saja waktu ditanya soal Tiananmen Square!” Menurut mereka, ini bukan sekadar persaingan teknologi, tapi pertarungan untuk masa depan peradaban manusia.

    Pemerintahan Trump pun diprediksi bakal menggencarkan strategi sektor swasta mereka. Menurut analis senior Terry Haines, AS bakal all-in dalam proyek Stargate yang baru diumumkan bareng OpenAI, Oracle, dan SoftBank, dengan suntikan dana USD500 miliar (sekitar Rp8.000 triliun). Selain itu, Trump juga diprediksi bakal makin ngotot soal produksi AI dalam negeri dan mungkin saja pakai tarif dagang buat menyusahkan ekonomi China—sekalian bikin DeepSeek tak bisa melaju terlalu kencang.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).