Logo
>

Diskon Transportasi tak Ubah Nafsu Belanja

Ekonom nilai stimulus transportasi terlalu kecil untuk menggerakkan konsumsi rumah tangga di tengah tekanan daya beli saat libur sekolah.

Ditulis oleh Dian Finka
Diskon Transportasi tak Ubah Nafsu Belanja
Penumpang bersiap menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Pemerintah menggelontorkan stimulus transportasi publik sebagai bagian dari upaya mendorong konsumsi rumah tangga selama libur sekolah dan cuti bersama. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Stimulus fiskal Rp24,44 triliun digelontorkan jelang libur sekolah. Tapi, potongan tarif transportasi yang dijanjikan pemerintah dianggap cuma percikan kecil—tidak cukup menggerakkan konsumsi rumah tangga yang masih dicekik daya beli.

    Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai diskon transportasi yang diberikan pemerintah terlalu kecil untuk menjadi pemicu belanja masyarakat. Di tengah tekanan daya beli, ia meragukan stimulus ini mampu mendorong pengeluaran tambahan dari rumah tangga.

    “Tidak akan terlalu berdampak, karena nilainya terlalu kecil. Dan kalau pun bepergian, masyarakat tidak akan banyak berbelanja, karena daya beli yang sedang berat,” ujarnya kepada KabarBursa.com di Jakarta, Jumat 13 Juni 2025.

    Pemerintah sebelumnya mengumumkan stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun, di mana sekitar Rp940 miliar dialokasikan untuk diskon tarif transportasi publik seperti bus, kapal, dan pesawat. Skema ini ditujukan untuk meningkatkan mobilitas masyarakat selama periode libur, yang diharapkan berdampak pada sektor-sektor turunan seperti pariwisata, kuliner, dan perhotelan.

    Namun, Wijayanto mengingatkan, meski sektor transportasi memang memiliki potensi multiplier effect yang tinggi terhadap aktivitas ekonomi lainnya, kebijakan insentif tarif kali ini belum cukup kuat untuk memantik efek berantai tersebut.

    “Sektor transportasi menjadi trigger bagi aktivitas ekonomi lainnya, sehingga mempunyai multiplier effect yang tinggi. Tetapi, dalam konteks diskon tarif, ini tidak akan cukup membantu, karena nilai yang terlalu kecil dan daya beli yang sedang sangat rendah,” terangnya.

    Lebih jauh, ia mengkritisi arah insentif yang dinilai bias terhadap kelompok masyarakat kelas menengah ke atas, yang relatif tidak mengalami tekanan konsumsi sebesar kelompok rentan.

    Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah agar stimulus ekonomi lebih berdampak langsung dan merata.

    “Insentif diskon transportasi, selain terlalu kecil juga bias ke kelompok menengah atas yang relatif tidak terlalu terdampak daya belinya. Insentif untuk kelas bawah perlu lebih diprioritaskan,” kata Wijayanto.

    Ia mengatakan stimulus fiskal yang menyasar sektor transportasi lebih bersifat temporer dan tidak cukup kuat untuk menahan potensi perlambatan ekonomi secara struktural. Pemerintah, menurutnya, perlu lebih cermat dalam merancang kebijakan yang mampu memperkuat daya beli secara langsung, termasuk melalui program bantuan sosial atau subsidi konsumsi pokok.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.