KABARBURSA.COM - Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, menilai wacana penerapan pajak minimum global tepat dilakukan jika merujuk pada studi yang dibuat seorang ekonom asal Amerika Serikat, James Tobin.
Hal itu dia ungkap menyusul wacana penerapan pajak minimum global yang disuarakan Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, dalam perhelatan International Tax Forum (ITF) di Kuta, Bali, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pendekatan James Tobin, tutur Hendrawan, pengenaan pajak global diperlukan untuk mengurangi lalu lintas investasi yang bersifat spekulatif. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar pembangunan global terjadi lebih merata dan seimbang.
Kendati begitu, Hendrawan sendiri mengaku Komisi XI DPR RI akan mendalami apa yang dimaksud oleh Thomas Djiwandono ihwal penerapan pajak minimum global. Dalam hal ini, apakah wacana tersebut sejalan dengan semboyan no one is left behind dengan mendorong kemajuan dan pembangunan yang inklusif.
“Nanti kita dalami apa yg dimaksudkan Mas Tommy,” kata Hendrawan saat dihubungi KabarBursa.com, Kamis, 26 September 2024.
Ihwal permasalahan global, Hendrawan menegaskan mesti diselesaikan dengan solusi yang integratif di tingkat global. Dengan begitu, kata dia, investasi tidak lagi dilihat sebagai predator yang hendak mengeruk kekayaan negara miskin dengan daya tawar yang lemah.
“Investasi bukan sebagai instrumen predator untuk mengeruk kekayaan negara miskin atau negara dengan posisi tawar lemah. Dalam konteks ini, usulan Mas Tommy (Thomas Djiwandono) benar,” tutupnya.
Ihwal Pajak Minimum Global
Diketahui, Pajak Minimum Global telah diterapkan di lebih dari 40 negara di dunia, seperti: Vietnam, Australia, Jepang. Korea, Uni Eropa, dan beberapa negara lainnya. Indonesia juga berencana menerapkan ketentuan Pajak Minimum Global dalam ketentuan domestik.
Sementara ihwal Subject to Tax Rule (MLI STTR), Indonesia bersama dengan beberapa negara/yurisdiksi lainnya telah melakukan penandatanganan Multilateral Instrument (MLI) STTR. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa negara-negara di dunia menilai pentingnya Solusi Pilar Dua.
Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono menuturkan, penerapan Pilar Dua bukan lagi menjadi pilihan bagi Indonesia. Pasalnya, jika Indonesia tidak menerapkan Pilar Dua, potensi pajak berpotensi diambil negara lain.
Menurutnya, hal tersebut serupa dengan memberikan subsidi bagi negara lain. Karenanya, penyelarasan kebijakan pajak domestik dengan kerangka kerja perpajakan internasional sangat berperan dalam menciptakan iklim bisnis dan investasi yang berkeadilan dalam kerja sama ekonomi global.
“Iklim investasi yang baik serta fiskal yang sehat tentunya berperan penting penting dalam mendukung agenda pembangunan nasional yang berkelanjutan,“ kata Thomas dalam pidato kuncinya yang disampaikan secara daring dalam perhelatan ITF ke-2 di Kuta, Bali, Selasa, 24 September 2024.
Menyoal International Tax Forum
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) kembali menyelenggarakan The 2nd International Tax Forum (ITF), sebuah forum internasional yang berlangsung di Bali pada 24-26 September 2024.
Pada sesi hari kedua, ITF mengusung tema Adapting Tax Policies in a Dynamic World dengan topik diskusi utama mencakup implementasi Pilar Dua, laporan belanja perpajakan, dan analisis tax gap.
Adapun forum tersebut didesain sebagai media diskusi kebijakan perpajakan yang melibatkan narasumber kompeten baik dari dalam maupun luar negeri, forum ini menjadi bagian penting dalam penyusunan kebijakan perpajakan yang memenuhi meaningful participation.
Hal tersebut didasari oleh kondisi sistem perpajakan internasional sedang menghadapi dua tantangan utama, yaitu digitalisasi ekonomi dan persaingan tarif pajak yang cukup agresif.
Pesatnya perkembangan teknologi digital memudahkan perusahaan multinasional beroperasi secara lintas negara dan memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang signifikan tanpa harus hadir secara fisik di negara pasar.
Selain digitalisasi ekonomi, tantangan perpajakan internasional juga terjadi dengan adanya kompetisi tarif pajak yang kemudian mendorong terjadinya praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework (IF) on BEPS menyepakati Solusi Pilar Dua, yang terdiri dari ketentuan Pajak Minimum Global dan Subject to Tax Rules (STTR).
Adapun perekonomian dunia saat ini masih menghadapi tantangan kompleks pascapandemi COVID-19 yang dipengaruhi oleh krisis geopolitik, perubahan iklim, dan dinamika demografi masyarakat global.
Untuk tetap menjaga kesinambungan fiskal dalam mencapai target pembangunan nasional secara prudent, setiap negara perlu memahami potensi optimal dari ruang fiskal perpajakannya, dengan turut memperhitungkan kebutuhan dukungan kepada perekonomian dalam bentuk insentif perpajakan.
Beberapa negara, termasuk Indonesia, mendokumentasikan pemberian insentif perpajakan dan mempublikasikannya dalam bentuk laporan belanja perpajakan. ITF ke-2 menghadirkan para pembicara yang berbagi pengalaman guna meningkatkan kesadaran bagi otoritas pajak untuk mengenali tingkat optimum perpajakan mereka sekaligus mengelola transparansi fiskal melalui laporan belanja perpajakan.
Kepala BKF, Febrio Kacaribu menyebut, gelaran ITF ke-2 menjadi forum diplomasi dan koordinasi yang penting dengan rangkaian pertemuan bilateral bersama beberapa mitra strategis Indonesia. Pertemuan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam mendukung terciptanya kerja sama perpajakan internasional yang efektif.
“Melalui upaya kolaboratif yang dilakukan dalam forum ini, dapat dikembangkan rekomendasi kebijakan yang robust dan berkelanjutan untuk menavigasi kompleksitas isu dalam perpajakan internasional serta mampu mendorong Indonesia menuju sistem perpajakan global yang lebih adil dan efisien” kata Febrio.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.